Hikmah Berpuasa secara Berjamaah

Perintah Makan Makanan yang Halal dan Baik

Foto Dok Ilustrasi

Hikmah Berpuasa secara Berjamaah

Oleh: Miqdam Awwali Hashri

Ayat yang memerintahkan orang-orang beriman untuk berpuasa, yaitu Al Quran surat Al Baqarah ayat 183 sudah banyak dihafal oleh umat Islam. Setidaknya selalu diulang-ulang dalam setiap menjelang memasuki bulan Ramadhan bahkan hampir di sepanjang bulan Ramadhan. Ayat tersebut juga merupakan ayat favorit yang disampaikan oleh hampir setiap ustadz atau mubaligh disetiap kultum atau ceramah sepanjang bulan Ramadhan. Tulisan-tulisan bernuansa religius juga berkali-kali mengupas tentang ayat ini.

Sejak bangsa ini merdeka dari penjajahan, sejak saat itu pula bangsa kita telah berpuasa. Artinya hampir 78 tahun bangsa Indonesia berpuasa. Tentu jika dihitung pula sebelum masa kolonialisme, sudah ratusan tahun bangsa kita berpuasa. Namun demikian, apakah tujuan dari berpuasa sebagai sebuah bangsa telah kita capai?

Sebagaimana sering disebutkan juga bahwa tujuan dari berpuasa adalah agar memperoleh predikat takwa. Ketika seseorang telah meraih predikat takwa, maka setidaknya Allah akan memberikan tiga hal. Pertama, dibukakan jalan keluar baginya. Kedua, diberikan rizki yang tidak disangka-sangka untuknya. Ketiga, diberikan segala kemudahan dalam setiap urusan. Ketiga hal tersebut jika dapat diraih secara kolektif oleh segenap rakyat Indonesia, tentu kesulitan bangsa yang sedang kita hadapi dapat diselesaikan secara bersama-sama.

Menentukan Indikator Keberhasilan Berpuasa

Agar berhasil mencapai tujuan, maka puasa pun harus diprogram dengan sebenar-benarnya. Untuk meraih target dengan predikat takwa, maka perlu dibuat indikator keberhasilan dari puasa kita jalani setiap harinya. Indikator harus mudah dilakukan dan terukur. Indikator keberhasilan kita dalam berpuasa adalah mampu untuk shalat shubuh dan maghrib di awal waktu. Mengapa dipilihnya dua waktu tersebut? Karena dua waktu tersebut adalah tanda dimulai dan diakhirnya ibadah puasa. Seperti halnya seorang pelari, dia harus tahu di mana batas start dan finish-nya.

Ada hal yang perlu diluruskan dalam memahami kata “sahur”. Sahur bukanlah sebuah aktivitas yang sering dipahami dengan aktivitas makan sahur. Sahur adalah waktu sebelum memasuki waktu shubuh. Waktu sahur adalah waktu yang mustajab untuk berdoa dan beribadah kepada Allah. Namun demikian, Rasulullah mengajarkan untuk mengakhirkan makan diwaktu sahur. Oleh karenanya agar waktu sahur tidak disibukkan dengan aktivitas makan dan menyiapkan makanan, maka yang perlu diatur adalah menyiapkan jenis makanan yang tidak terlalu banyak membuang-buang waktu, misalnya kurma atau buah-buahan yang dapat langsung dimakan. Dengan demikian, kita cukup makan diwaktu sahur dengan beberapa buah kurma dan air putih sehingga dapat kita optimalkan waktu untuk memperbanyak berdoa dan beribadah. Selain itu, istri juga tidak perlu repot untuk menyiapkan makanan yang beraneka ragam jauh sebelum waktu sahur karena Rasulullah juga mengajarkan agar meringankan pekerjaan ketika berpuasa. Apakah hanya dengan makan kurma atau buah-buahan saat makan waktu sahur bisa membuat kita kuat dalam berpuasa? In syaa Allah kuat. Bahkan Sebagian orang yang tidak makan diwaktu sahur juga tetap kuat berpuasa.

Termasuk halnya dalam hal berbuka. Rasulullah mengajarkan bahwa waktu menjelang berbuka merupakan waktu yang mustajab. Maka dalam menyiapkan berbuka pun tidak jauh berbeda dengan menyiapkan sajian ketika di waktu sahur, yaitu dengan kurma dan air putih. Namun demikian, kebanyakan orang melakukan “balas dendam” ketika berbuka. Sebetulnya hal ini tidak dianjurkan karena dapat merusak fungsi pencernaan. Selain itu juga membuat tubuh malas untuk menunaikan shalat isya dan tarawih. Oleh karena itu, pola konsumsi saat berbuka juga perlu diatur. Makan makanan yang berat dapat dilakukan setelah shalat tarawih, itu pun dengan porsi yang proporsional dan tidak berlebihan.

Seringkali kita jumpai, justru pada saat bulan puasa, terjadi peningkatan konsumsi makanan. Mulai dari menyediakan makan di waktu sahur, camilan berbuka puasa, hingga makan malam dengan berbagai ragam jenis makanan. Di tambah dengan aktivitas buka bersama yang biasa diselenggarakan di restoran dengan menu dan porsi yang melimpah. Maka hal tersebut perlu pertanyaa kritis sebagai renungan, apakah hal semacam itu dapat mencapai tujuan dari berpuasa?

Hikmah Berpuasa secara Berjamaah

Kita asumsikan jika satu orang berpuasa, maka dapat melakukan saving (menghemat) sebanyak satu kali makan (makan siang). Dengan demikian, dalam satu bulan satu orang dapat melakukan saving 30 kali makan. Artinya jika ada 10 orang saja yang berpuasa, maka dapat menolong 5 orang lainnya untuk dapat berpuasa dengan makan di waktu sahur dan berbuka selama satu bulan.

Jika jumlah penduduk muslim Indonesia saat ini sekitar 231 juta jiwa dan 40 persen dari jumlah tersebut merupakan muslim yang telah dikenakan kewajiban dan mampu untuk berpuasa, berarti ada sekitar 92,4 juta jiwa yang berpuasa. Dengan jumlah sebesar itu, maka dapat menolong sebanyak 46,2 juta jiwa untuk berpuasa dengan makan di waktu sahur dan berbuka. Dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 26,36juta jiwa, maka setidaknya bisa membantu saudara-saudara yang tergolong miskin untuk memenuhi kebutuhan dua kali makan selama satu bulan di luar bulan Ramadhan. Jika dinominalkan untuk sekali makan sebesar Rp20.000, maka dengan hitungan sederhana, potensi penghematan dari satu bulan penduduk muslim berpuasa selama sebulan sebesar Rp55,4 T. Nilai penghematan tersebut sebesar 13,85 persen dari potensi zakat 2023 sebesar Rp 400 T. Nilai sebesar itu dalam satu bulan bisa menjadi rizki yang tidak disangka-sangka bagi orang yang bertakwa.

Ketika kita telah membiasakan pola konsumsi makan diwaktu sahur dan berbuka dengan kurma atau buah-buahan dan air putih, kita bisa melakukan penghematan yang lebih baik lagi. Penghematan tersebut bukan sekedar kemudian kita simpan untuk diri kita, melainkan dapat kita infakkan atau sedekahkan kepada saudara kita yang lain. Sebagaiamana kita ketahui bahwa berinfak atau bersedekah di bulan Ramadhan memiliki keutamaan dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain.

Mudah-mudahan melalui upaya mengatur pola konsumi makan di waktu sahur dan berbuka ketika berpuasa di bulan Ramadhan, mampu meraih tujuan dari berpuasa, yaitu predikat takwa. Ketakwaan yang diraih bukan sekedar dinikmati oleh individu, melainkan mampu memberikan solusi atas beragam kesulitan bangsa yang sedang kita hadapi. Dan untuk itu, ibadah puasa ini tidak bisa dilakukan hanya sebatas perorangan, namun harus dilakukan secara berjamaah.

Wallahua’lam

Miqdam Awwali Hashri, Anggota Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) PP Muhammadiyah

Exit mobile version