Haedar Nashir: Saling Menghargai Walau Berbeda Penentuan Idul Fitri

Haedar Nashir: Saling Menghargai Walau Berbeda Penentuan Idul Fitri

Silaturahmi Jelang Idulfitri 1444 H PP Muhammadiyah

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan Idul Fitri 1 Syawal 1444 H jatuh pada Jum’at 21 April 2023. Sementara itu jika menggunakan metode rukyat dengan kriteria MABIMS diprediksi bakal terjadi perbedaan Idul Fitri yang jatuh pada hari berikutnya.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir, MSi berpesan bahwa baik metode hisab maupun rukyat merupakan bentuk ijtihad yang bernilai pahala. “Kami berharap khusus kepada warga Muhammadiyah maupun kaum muslimin yang beridul fitri pada 21 April untuk menjaga suasana, tetap menghargai dan tidak demonstratif biarpun sudah berbuka,” ungkapnya dalam dalam Silaturahmi Jelang Idulfitri 1444 H di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta pada Selasa, 18 April 2023.

Turut hadir Ketua PP Muhammadiyah Prof Dr Syamsul Anwar, MA, dr Agus Taufiqurrahman, Dr Agung Danarto, dan Sekretaris PP Muhammadiyah Muhammad Sayuti, PhD.

Dalam menentukan waktu berdasarkan penanggalan hijriyah, Muhammadiyah menggunakan perhitungan hisab hakiki wujudul hilal yang memiliki pondasi kokoh dalam Al-Qur’an dan Hadits. Termasuk dalam aspek kemudahan yang bukan kemudahan pragmatis, tapi kemudahan yang diberikan agama sebagaimana Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran.

Prof Haedar Nashir menyampaikan melalui hisab hakiki wujudul hilal prinsipnya pada keberadaan atau wujudnya. “Hilal nol derajat sampai berapa pun itulah yang dipakai oleh Muhammadiyah. Maka jangan ditanyakan berapa derajatnya untuk menentukan karena dari nol sampai sekian,” katanya.

Bagi Muhammadiyah, tidak bisa melihat atau tidak tampak belum tentu bahwa hilal tidak ada. Hal ini bisa diibaratkan suatu benda tidak bisa terlihat karena terhalang oleh benda lain ataupun karena kendala cuaca dan kendala teknologi.

Kemudahan lainnya yaitu bisa dipastikan jauh sebelumnya seperti masyarakat mengikuti tanggal kalender. “Maka Muhammadiyah mengusulkan agar kita lebih sama ke depannya dengan kalender global atau kalender internasional. Dengan hisab kita bisa menghitung 50 sampai 100 tahun ke depan,” ungkapnya.

Muhammadiyah ingin di masa yang akan datang dapat terwujudnya kalender hijriyah yang berlaku secara global. Namun semuanya perlu proses dan waktu yang cukup panjang. Walaupun hal ini terwujud di masa generasi yang akan datang, Muhammadiyah akan terus berikhtiar. Terlebih masyarakat modern memerlukan kepastian.

“Kami pun menghargai bagi saudara-saudara kita atau pun negara yang menganut metode lain,” ujar Haedar. Persis saat KH Ahmad Dahlan meluruskan arah kiblat pada awalnya mendapatkan pertentangan yang cukup keras, namun seiring berjalannya waktu ijtihad tersebut dapat diterima masyarakat bahkan Kementerian Agama pun melakukan sertifikasi tentang arah kiblat ini.

Oleh karena itu, pententuan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah tidak hanya menyangkut kehidupan keagamaan umat muslim saja tetapi juga terkait kehidupan kebangsaan. Bahkan lebih luas lagi juga terkait dengan masyarakat dunia yang bukan hanya implementasi ibadah tetapi juga menyangkut urusan publik.

Lebih dari itu, saat kaum muslimin berpuasa di bulan Ramadhan dan Idul Fitri, terlepas jika ada perbedaan penentuan hari raya yang paling penting yakni menyerap nilai puasa Ramadhan dengan seluruh rangkaiannya ibadahnya menjadikan muslim di Indonesia dan di dunia semakin bertakwa dan semakin baik.

“Taqwanya itu melahirkan kebajikan bagi dirinya, keluarganya, masyarakat, bangsa, kemanusiaan semesta dan pada saat yang sama kaum muslimin dan umat beragama semakin dengan Allah SwT. Kaum muslimin di tengah perbedaan apalagi di saat kita sama pandangan dalam berbagai aspek semakin naik kelas meliputi keruhanian kita, kedewasaan berfikir, dan bahkan kearifan kita bertindak yang menebar rahmatan lil alamiin,” ungkap Haedar Nashir.

Selain itu, Prof Haedar Nashir juga mengimbau kepada pemerintah baik pusat maupun daerah untuk lebih bijaksana dalam mengayomi seluruh rakyat dan golongan hatta berbeda dalam beridul fitri. “Itu hanya perbedaan dalam penentuan hari sehingga berikan kesempatan bagi yang tanggal 21 maupun tanggal 22 sebagai wujud dari jiwa kenegarawanan para pendiri dan elit bangsa yang dijamin konstitusi. Terakhir harapan kami mari bangun Indonesia dan seluruh kehidupan keumatan, kebangsaan kita menjadi semakin maju, jaya, dan Indonesia milik kita bersama,” pungkasnya. (Riz)

Exit mobile version