Memaknai Hari Kemenangan

Memaknai Hari Kemenangan

Memaknai Hari Kemenangan

Oleh: Amalia Irfani

Syawal datang sebagai tanda ramadan harus undur diri. Selama sebulan penuh ramadan telah menemani umat Islam di penjuru dunia. Ada berteman baik dengan banyak melaksanakan amal sholeh, ada yang hanya mengikuti rutinitas seperti bulan-bulan lain tanpa meningkatnya amal ibadah. Namun banyak yang tidak melakukan apapun, ramadan berlalu tanpa ada peningkatan kualitas, kuantitas kebajikan.

Saudaraku, hari kemenangan bukan hanya sekedar silahturahim, memakai sepatu dan baju baru, suguhan makanan minuman berwarna warni atau memoles rumah dengan keindahan. Lebih dari itu idul fitri adalah kemenangan besar setelah selama satu bulan lamanya melawan hawa nafsu. Idul Fitri bermakna kembalinya  hamba Allah dalam keadaan suci atau pembebasan diri dari segala dosa, kesalahan, dan keburukan sehingga seorang muslim dalam kesucian atau fitrah. Beruntunglah jika kita bagian dari hamba Allah yang memperoleh kemenangan tersebut.

Kemenangan yang sudah kita raih harus dapat  kita pertahankan, dan sejatinya mempertahankan kemenangan merupakan hal yang sulit dibandingkan meraihnya. Banyak diantara kita lalai, karena  merasa di bulan ramadan saja kewajiban diri untuk menjaga hawa nafsu dan berperilaku sholeh, sedangkan di bulan-bulan lain hanya cukup berprilaku baik tanpa harus meningkatkan kualitas serta kuantitas beribadah kepada Allah SWT.

Makna Idul Fitri

Idul Fitri adalah hari  istimewa. Hari kebahagiaan bagi hamba Allah yang selama sebulan penuh berjibaku meraih pahala, berusaha mendapatkan malam mulia dari seribu bulan yakni Lailatul Qadar.  Rasulullah SAW  memerintahkan segenap muslim untuk mencari, memburu  malam tersebut di 10 malam ganjil akhir Ramadan. Aisyah RA meriwayatkan, Rasulullah menuturkan,

تَحَرَّوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Artinya: “Carilah lailatul qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Merayakan idul fitri maka seorang muslim melakukan dua hal sekaligus. Secara spiritual ia telah memperoleh kemenangan dari perjalanan panjang menahan, melawan hawa nafsu. Sedangkan sosial, muslim tersebut adalah insan atau hamba Allah yang pandai bersyukur dan bertafakur atas nikmat dan kasih sayang Allah. Saling memaafkan dengan melakukan kunjungan dari rumah ke rumah, yang jamak kita sebut dengan lebaran. Namun sejak media sosial telah menjadi perangkat wajib dalam beraktivitas, berkunjung tidak lagi harus bertemu langsung namun bisa dilakukan dalam ruang virtual melalui WhatsApp, Instagram, Messenger dan lainnya.

Media hanyalah alat, yang terpenting dari semua itu adalah keikhlasan untuk saling memaafkan, menghilangkan amarah dan kebencian. Memaafkan adalah  strategi hidup bahagia yang bermanfaat universal. Ia  memelihara dan mampu memulihkan hubungan tanpa jarak. Memaafkan dengan penuh keikhlasan  membuat keadaan lebih baik tanpa ada dendam. Mampu dan mau memaafkan menandakan sehatnya mental seseorang yang tidak menuruti hawa nafsu.

Lebaran

Idul Fitri identik disebut lebaran. Suatu peristiwa sosial dalam konteks Indonesia tidak hanya milik masyarakat beragama Islam.  Lebaran telah jamak digunakan oleh agama selain Islam untuk menyebut perayaan hari besar agama mereka.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Lebaran didefinisikan sebagai hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadan. Definisi lain menyebutkan bahwa lebaran berasal dari bahasa Jawa, yakni lebar yang artinya selesai. Bermakna kita harus berlapang dada. Sifat lapang dada muncul untuk meminta dan sekaligus memberi maaf kepada sesama.

Selamat hari raya Idul Fitri saudaraku, taqabbalallahu minna wa minkum.

Amalia Irfani, Divisi Penguatan Politik Perempuan LPPA PWA Kalbar, Mahasiswa Doktoral Sosiologi UMM

Exit mobile version