YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan Idul Fitri 1 Syawal 1444 H jatuh pada Jum’at 21 April 2023. Hal ini sesuai dengan Maklumat PP Muhammadiyah Nomor 1/MLM/1.0/E/2023 Tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah 1444 Hijriah.
“Dasar penetapan ini adalah perhitungan hisab hakiki wujudul hilal yang menjadi kriteria untuk menentukan awal bulan baru hijriyah. Termasuk bulan-bulan ibadah seperti Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah dengan tiga kriteria, pertama telah terjadi ijtimak, kedua ijtimak terjadi sebelum tenggelam matahari dan ketiga saat matahari tenggelam bulan masih berada di atas ufuk,” ungkap Ketua PP Muhammadiyah Prof Syamsul Anwar dalam Silaturahmi Jelang Idulfitri 1444 H di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta pada Selasa, 18 April 2023.
Turut hadir Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir, MSi, Ketua PP Muhammadiyah dr Agus Taufiqurrahman, Dr Agung Danarto, dan Sekretaris PP Muhammadiyah Muhammad Sayuti, PhD.
Menurut Prof Syamsul Anwar, untuk akhir Ramadhan ijtimaknya terjadi pada hari Kamis, 20 April 2023. Ijtimak adalah tiga benda langit yaitu matahari, bulan, dan bumi berada pada garis lurus. “Pada hari itu (Kamis, 20 April 2023) benar-benar lurus sehingga terjadi gerhana matahari,” ungkapnya.
Muhammadiyah menggunakan metode hisab karena untuk kemudahan dan kepraktisan. Prof Syamsul Anwar menyebutkan bahwa kemudahan dalam Al-Qur’an menjadi sebuah prinsip Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran.
“Salah satu yang memberi kemudahan dalam kehidupan kita adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam penentuan awal bulan baru pun kita menggunakan kemudahan oleh ilmu pengetahuan tidak perlu bersusah-susah mengeluarkan biaya besar untuk menentukan masuk bulan baru seperti bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Kita cukup melakukan dengan perhitungan,” ungkapnya.
Selain itu Prof Syamsul Anwar mengungkapkan alasan kenapa dalam perhitungan hisab hakiki wujudul hilal menggunakan nol derajat, karena Indonesia berada di zona daerah timur bumi GMT +7 yang artinya 7 jam mendahului GMT. “Jika kita terlalu tinggi maka kita akan terlambat memasuki bulan baru dan rendah di timur penting untuk penyatuan kalender Islam secara global,” pungkasnya.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir, MSi menyampaikan melalui hisab hakiki wujudul hilal prinsipnya pada keberadaan atau wujudnya. “Hilal nol derajat sampai berapa pun itulah yang dipakai oleh Muhammadiyah. Maka jangan ditanyakan berapa derajatnya untuk menentukan karena dari nol sampai sekian,” ungkapnya dalam
Bagi Muhammadiyah, tidak bisa melihat atau tidak tampak belum tentu bahwa hilal tidak ada. Hal ini bisa diibaratkan suatu benda tidak bisa terlihat karena terhalang oleh benda lain ataupun karena kendala cuaca dan kendala teknologi.
Kemudahan lainnya yaitu bisa dipastikan jauh sebelumnya seperti masyarakat mengikuti tanggal kalender. “Maka Muhammadiyah mengusulkan agar kita lebih sama ke depannya dengan kalender global atau kalender internasional. Dengan hisab kita bisa menghitung 50 sampai 100 tahun ke depan,” ungkapnya.
Ke depan Muhammadiyah ingin terwujudnya kalender hijriyah yang berlaku secara global namun semuanya perlu proses dan waktu. Walaupun hal ini terwujud di masa generasi yang akan datang, Muhammadiyah akan terus berikhtiar. Terlebih masyarakat modern memerlukan kepastian.
“Kami pun menghargai bagi saudara-saudara kita atau pun negara yang menganut metode lain,” ujar Haedar. Persis saat KH Ahmad Dahlan meluruskan arah kiblat pada awalnya mendapatkan pertentangan yang cukup keras, namun seiring berjalannya waktu ijtihad tersebut dapat diterima masyarakat bahkan Kementerian Agama pun melakukan sertifikasi tentang arah kiblat ini. (Riz)