BANJARNEGARA, Suara Muhammadiyah – Bumi merupakan planet ketiga dalam tata surya setelah merkurius dan venus, letak bumi di posisi ketiga merupakan posisi yang ideal bagi planet yang dihuni oleh manusia, di mana posisi tersebut membuat bumi mendapatkan pancaran sinar matahari yang cukup, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin.
Jika kita kembali ke bangku sekolah dasar, kita akan bertemu dengan pembahasan mengenai gerhana, baik itu gerhana bulan maupun gerhana matahari. Kedua peristiwa tersebut sangat membuat anak sekolah kala itu merasa antusias mendengarkan penjelasan dari Guru, apalagi jika Guru bercerita tentang mitos bahwa hadirnya gerhana bulan adalah pertanda bahwa bulan sedang dimakan oleh Batara Kala.
Mitos yang beredar kala itu adalah, para petani akan menggoyang-goyangkan tanamannya setelah gerhana agar tanamannya terhindar dari paceklik, selain itu para ibu hamil akan bersembunyi di bawah kolong meja untuk menghindari kesialan seperti bayi lahir dengan kondisi bibir sumbing atau bibir besar seperti raksasa.
Namun, kehadiran sains mampu menepis mitos tersebut, keberadaan sains membuat manusia berpikir dan berkontemplasi bahwa kejadian alam semesta ini tidak hadir secara kebetulan, melainkan terjadi pada satu benang yang mampu diruntut sehingga manusia dengan teknologi yang dikuasainya mampu memprediksi kehadiran gerhana matahari dan gerhana bulan.
Tepat Pada 29 Ramadhan 1444 H, sebuah peristiwa alam nan menakjubkan terjadi di sebagian wilayah Indonesia, yakni Gerhana Matahari Cincin dan Gerhana Matahari total atau yang bisa disebut dengan Gerhana Matahari Hybrid.
Kejadian tersebut terasa spesial karena terjadi pada tanggal ganjil di momen akhir ramadhan. Peristiwa tersebut membuat sebagian besar takmir masjid mengajak masyarakat untuk melaksanakan shalat gerhana berjamaah di masjid.
Pada momen tersebut, penulis menyempatkan diri untuk mengikuti shalat gerhana di Masjid At-Taqwa Mandiraja. Setelah shalat gerhana selesai dilanjut dengan khutbah yang disampaikan oleh Gunawan S, Sos selaku sekretaris takmir Masjid At-Taqwa.
Dalam khutbahnya, Gunawan menyampaikan kepada para jamaah bahwa dengan kuasaNya, Allah SWT menggerakkan alam semesta ini, termasuk menggerakkan bumi, bulan dan matahari dengan keteraturan dan keindahan.
“Sesungguhnya dalam penciptaan bumi dan matahari, terdapat tanda yang berakal, yakni mereka yang mengingat Allah baik saat duduk, berdiri dan berbaring,” tutur Gunawan dalam Khutbahnya.
Gunawan juga memaparkan, dulu banyak orang menganggap bahwa gerhana merupakan pertanda buruk, apalagi ditambah dengan kejadian kematian Ibrahim AS yang meninggal saat gerhana.
Namun sejatinya gerhana bukanlah hal yang patut ditakutkan, karena gerhana adalah bukti bahwa Allah sedang menunjukkan kuasaNya. Oleh karena itu jika gerhana tiba, berdoalah dan bersedekahlah.
“Gerhana hanyalah salah satu kekuasaan Allah dalam mengatur alam semesta, dengan pendekatan sains gerhana memberikan banyak bukti bahwa alam ini ada yang mengaturnya, sehingga dalam keteraturan tersebut manusia dapat mengaplikasikannya untuk memprediksi datangnya gerhana atau dalam hal prakiraan cuaca”
Peristiwa peredaran bulan dan matahari juga telah tertuang dalam QS Ibrahim ayat 33 yang artinya, “Dan Dia telah menundukkan bagimu yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya) dan telah menundukkan malam dan siang bagimu.”
Atas peristiwa Gerhana Matahari Hybrid yang terjadi pada akhir Ramadhan lalu, tentu saja memberikan pesan bagi kita untuk tidak takut kepada gerhana, namun takutlah kepada Allah SWT yang telah memberikan keteraturan dan keindahan di seluruh alam semesta. (dhimas)