Selepas Ramadhan: Bagaimana Kualitas Iman dan Takwa Kita?
Oleh: Mohammad Fakhrudin
Kualitas iman dan takwa dapat naik dan dapat pula turun. Selama bulan Ramadhan kualitas iman dan takwa dikondisikan naik. Idealnya selesai menunaikan ibadah Ramadhan, kualitas iman dan takwa tetap tinggi. Bahkan, pada bulan Syawal harus ada peningkatan.
Dalam kenyataan tidak demikian halnya. Ada di antara orang-orang yang telah beribadah Ramadhan, tetapi kualitas iman dan takwanya “mandek”. Malahan ada orang yang ketika beribadah Ramadhan kualitas iman dan takwanya tinggi, tetapi setelah itu kembali rendah.
Tentu ada berbagai faktor penyebab. Namun, secara garis besar ada dua, yakni faktor internal dan eksternal.
Faktor internal bersumber pada diri sendiri. Orang yang mempunyai dorongan kuat dari dalam dirinya untuk meningkatkan kualitas iman dan takwanya, ditandai dengan keseriusannya berdoa dan berikhtiar agar diberi hidayah istiqamah. Sebaliknya, orang yang tidak mempunyai dorongan kuat dari dalam dirinya, tidak demikian halnya.
Faktor eksternal bersumber dari luar diri orang yang bersangkutan, di antaranya, adalah orang tua, saudara, teman, dan/atau tetangga. Orang-orang tersebut berpengaruh terhadap naiknya kualiltas iman dan takwa.
Tua pun Tak Pasti
Kenyataan hidup yang terjadi di dalam keluarga, tetangga, dan lingkungan yang lebih luas lagi dapat kita jadikan inspirasi untuk mawas diri. Pada Idul Fitri tahun yang lalu, keluarga kita sehat dan lengkap. Tetangga kita juga. Teman-teman sejawat begitu pula. Namun, bagaimana sekarang?
Mungkin ada yang sedang sakit, bahkan, ada yang sudah meninggal; baik dengan penyebab sakit maupun tidak. Ada di antara mereka yang meninggal dalam usia tua, muda, remaja, atau bahkan bawah lima tahun.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’aala di al-Qur’an surat Fatir (35): 45
وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللّٰهُ النَّاسَ بِمَا كَسَبُوْا مَا تَرَكَ عَلٰى ظَهْرِهَا مِنْ دَاۤبَّةٍ وَّلٰكِنْ يُّؤَخِّرُهُمْ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّىۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِعِبَادِهٖ بَصِيْرًا ࣖ
“Dan sekiranya Allah menghukum manusia disebabkan apa yang telah mereka perbuat, niscaya Dia tidak akan menyisakan satu pun makhluk bergerak yang bernyawa di bumi ini, tetapi Dia menangguhkan (hukuman)-nya sampai waktu yang sudah ditentukan. Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.”
Boleh jadi, hari ini hari terakhir kita bersama keluarga! Boleh jadi, hari ini hari terakhir kita bertemu dengan teman-teman kita di kantor, di kampus, di jalan, di stasiun, di bandara, di pesawat, di kereta, di pelabuhan, di kapal, atau di tempat lain! Boleh jadi, ibadah kali ini merupakan ibadah terakhir! Boleh jadi juga aktivitas apa pun yang kita lakukan saat ini merupakan aktivitas terakhir
Serasa setiap saat usia bertambah. Sesungguhnya, kematian makin dekat. Ada orang bilang tua itu pasti dewasa itu pilihan. Yang sebenarnya terjadi tua pun tak pasti. Yang pasti adalah mati. Mati tidak pernah kompromi dengan siapa pun, di mana pun, kapan pun, dan dalam keadaan bagaimana pun. Mati tak selalu melalui sakit atau tua dulu. Entah usia tinggal berapa tahun, bulan, pekan, hari, jam, menit, detik dalam genggaman kekuasaan Allah.
Oleh karena itu, mari kita manfaatkan nikmat usia ini dengan sebaik-baiknya untuk beribadah agar kita meninggal dalam keadaan muslim sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Taala di dalam al-Qur’an surat Ali ‘Imran (3): 102
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
“Wahai, orang-orang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benar takwa kepada-Nya dan jangan kamu mati, kecuali dalam keadaan muslim.”
Ibadah Ramadhan
Satu bulan sudah kita menunaikan salah satu kewajiban sebagai umat Islam, yakni shiyam pada bulan Ramadhan. Kita pun mengamalkan ibadah lain yang merupakan rangkaiannya, seperti tarawih, tadarus, dan i’tikaf. Bahkan, kita meningkatkan amalan yang berfungsi sosial seperti sedekah dan infak. Sebagai ibadah penyempurnanya yang berfungsi sosial juga adalah zakat fitri yang bersifat wajib bagi yang mampu.
Bagi kita, bulan Ramadhan merupakan bulan yang mendatangkan kenikmatan yang sangat luar biasa. Betapa tidak? Pada bulan itu kita dikondisikan agar menjadi orang-orang yang bertakwa. Jika semua perintah Allah Subhanahu wa Ta’aala kita kerjakan dan larangan-Nya kita tinggalkan, banyak hikmah yang dapat kita peroleh dari ibadah Ramadhan.
Apa saja hikmahnya? Semangat ibadah Ramadhan mengondisikan pelakunya (1) selalu taat kepada Allah, baik dalam keadaan sendirian maupun berkelompok; (2) mengendalikan nafsu dalam arti seluas-luasnya; (3) mempunyai sikap mental kasih sayang dan rasa kebersamaan; (4) menghargai waktu, (5) makin cerdas, (6) disiplin, (7) teratur/tertib, (8) jujur, dan (9) hidup dengan memperbanyak amal kebajikan
Kita harus berusaha memperoleh hikmah tersebut. Jangan sampai berkali-kali kita melaksanakan shaum Ramadhan dan ibadah yang terkait dengannya, tetapi tidak ada peningkatan kualitas kehidupan kita: hidup tidak teratur; taat kepada Allah hanya ketika di masjid atau sedang mengaji; terhadap sesama muslim pun saling mencela sehingga tidak tercipta suasana kebersamaan; gagal mengatasi stress ketika menghadapi masalah berat; suka berdusta dan bodoh; bukannya saling menyayang, melainkan saling menendang; tidak disiplin, termasuk dalam beribadah; hidup penuh nafsu keduniaan seperti nafsu menumpuk-numpuk harta dan nafsu terhadap kekuasaan, dan lebih banyak melakukan amal salah daripada amal salehnya.
Di dalam bulan Ramadhan terdapat lailatul qadr, yakni malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Di dalam surat al-Qadr (97) Allah Subhanahu wa Ta’aala berfirman,
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ
وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ
لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ
تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ
سَلٰمٌ ۛهِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ࣖ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”
Menurut para ulama, orang yang dipertemukan dengan lailatul qadr ditandai dengan perubahan yang nyata: dari tidak baik menjadi baik; dari yang baik menjadi makin baik. Berdasarkan pendapat tersebut, idealnya iman dan takwa kita makin meningkat. Yang semula baru mengerjakan shalat wajib, menambah shalat sunah rawatib. Yang sudah mengerjakan shalat wajib dan shalat sunah rawatib, menambah shalat tahajud, dan shalat sunah lain yang disyariatkan. Yang semula belum rajin shalat berjamaah, menjadi rajin. Yang semula belum rajin ke musala atau masjid, menjadi rajin.
Sayang, masih ada gejala yang memprihatinkan. Pada pekan pertama Ramadhan, musala dan masjid penuh jamaah untuk shalat isya dan tarawih. Pada shalat subuh pun demikian. Namun, sedikit ketika shalat duhur dan asar. Pada pekan kedua, jamaah shalat wajib pun sedikit apalagi pada shalat sunah! Pada pekan ketiga, jamaah makin sedikit. Namun, pada pekan keempat, karena ada pemudik, jamaah magrib, isya, tarwih, dan subuh cukup banyak meskipun tidak sebanyak pada pekan pertama. Di samping itu, masih cukup banyak jamaah yang tetap saja datang ke musala atau masjid menjelang iqamat!
Semestinya ada peningkatan juga: yang semula baru mengerjakan puasa wajib, menambah puasa sunah. Yang semula tadarus dengan tujuan untuk mencapai target khatam, tadarus baru tiap malam jumat dan baru membaca surat Yasin al-Kahfi, meningkat menjadi tadarus untuk target khatam dan memahami isi al-Qur’an dan tadarus tidak hanya pada malam Jumat dan tidak hanya membaca surat Yasin dan al-Kahfi. Ada ikhtiar serius: tadarus tiap hari dan membaca semua surat di dalam al-Qur’an. Demikian juga infak, sedekah, zakat pun meningkat, baik kuantitas maupun kualitasnya.
Mawas Diri
Selepas Ramadhan, kita perlu mawas diri. Allah Subhanahu wa Ta’aala berfirman di dalam al-Qur’an surat al-Hasyr (59): 18-19,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ نَسُوا اللّٰهَ فَاَنْسٰىهُمْ اَنْفُسَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ
“Wahai, orang-orang yang beriman! Takwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri merenungkan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Dan takwalah kepada Allah! Sesungguhnya, Allah itu Maha Mengetahui apa saja yang kamu kerjakan. Dan janganlah keadaan kamu seperti orang-orang yang melupakan Allah, lalu Allah pun membuatnya lupa kepada dirinya sendiri; itulah orang-orang yang fasik.”
Kita perhatikan pula firman Allah Subhanahu wa Ta’aala di dalam al-Qur’an, misalnya, pada surat Fatir (35): 32
ثُمَّ اَوْرَثْنَا الْكِتٰبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَاۚ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖ ۚوَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌ ۚوَمِنْهُمْ سَابِقٌۢ بِالْخَيْرٰتِ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيْرُۗ
“Kemudian, Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. Lalu, di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri; ada yang pertengahan, dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.”
Nah, termasuk golongan manakah kita? Tentu kita berdoa dan berikhtiar agar menjadi golongan yang lebih dahulu berbuat kebaikan.
Mengapa demikian? Menurut para ulama, orang yang dipertemukan dengan lailatul qadr ditandai dengan perubahan yang nyata: dari tidak baik menjadi baik; dari baik menjadi makin baik.
Tanda Sukses Beribadah Ramadhan
M. Quraish Shihab di dalam bukunya Membumuikan al-Qur’an (hlm. 309-310) menyarikan pendapat Al-Hasan Al-Bashri sebagai berikut: golongan muttaqiin yang sebenar-benarnya setelah beribadah Ramadhan ditandai dengan: (1) teguh pada keyakinan; teguh, tetapi arif; (2) tekun menuntut ilmu; makin berilmu, makin merendah; (3) makin berkuasa, makin bijaksana; (4) tampak berwibawa di depan umum; (5) jelas syukurnya jika beruntung; (6) menonjol qanaahnya dalam pembagian rezeki; (7) senantiasa berhias walaupun miskin; (8) selalu cermat; (9) tidak boros walau kaya; (10) murah hati dan murah tangan; (11) tidak menghina, tidak mengejek; (12) tidak menghabiskan waktu dalam permainan; (13) tidak berjalan membawa fitnah; (14) disiplin dalam tugasnya; (15) tinggi dedikasinya; (16) terpelihara identitasnya; (17) tidak menuntut yang bukan haknya dan tidak menahan hak orang lain; (18) kalau ditegur, ia menyesal, (19) kalau bersalah, ia istigfar, dan (20) bila dimaki, ia tersenyum sambil berkata, “Jika makian Anda benar, aku bermohon semoga Tuhan mengampuniku. Dan Jika makian Anda keliru, aku bermohon semoga Tuhan mengampunimu.”
Masya-Allah! Sangat ideal! Jika tiap muslim yang telah menunaikan ibadah Ramadhan mempunyai tanda sebagaimana dikemukakan oleh Al-Hasan Al-Basri, kiranya terbuktilah bahwa umat Islam adalah umat terbaik sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam surat Ali ‘Imran (3): 110,
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; dan di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Semoga kita tergolong ke dalam orang-orang yang dipertemukan dengan lailatul qadr, yakni hari ini mempunyai iman dan takwa lebih baik daripada kemarin, pekan ini lebih baik daripada pekan yang lalu, bulan ini lebih baik daripa bulan yang lalu. Tahun ini lebih baik daripada tahun yang lalu. Bahkan, terus berusaha dan berdoa agar kualitas iman dan takwa kita tahun yang akan datang lebih baik daripada tahun ini.
Allahu a’lam
Mohammad Fakhrudin, warga Muhammadiyah tinggal di Magelang Kota