Empat Rahasia Ini Bisa Menjadikan Kita Suka Memberi

peka

Ilustrasi

Empat Rahasia Ini Bisa Menjadikan Kita Suka Memberi

Oleh: Suhardi

Kalau kita perhatikan di dalam al-Qur’an Allah banyak memberikan motivasi kepada kita untuk memberikan sesuatu kepada orang lain, baik berupa sedekah, infak, hibah, zakat, pertolongan, dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa tindakan memberi adalah hal yang sangat penting. Tetapi juga bisa jadi juga karena sering dilalaikan oleh manusia, bisa karena berat melakukannya, atau karena tidak istiqomah melakukannya.

Pertanyaannya adalah mengapa manusia pada umumnya sering lali dan enggan untuk memberi? Jawabannya adalah karena banyak yang memahami bahwa apa yang diperintahkan oleh Allah untuk diberikan itu dipahami sebagai  miliknya. Harta, benda, kepintaran, kekuasaan, dan berbagai pemberian Allah kepadanya dipahami sebagai milik. Selain itu, juga karena banyak yang memahami dengan memberi maka apa yang dimilikinya akan menjadi berkurang. Padahal Nabi sudah menjamin, tidak akan miskin orang yang suka memberi (infak, sedekah, dan semacamnya).

Sebetulnya ada empat  rahasia yang dijelaskan di dalam al-Qur’an yang kalau  dipahami dengan sebaik-baiknya akan menjadikan kita menjadi  mudah untuk memberi. Bahkan menjadi senang dan bahagian untuk memberi.

Pertama, pada dasarnya semua yang ada di jagad raya ini—termasuk diri manusia— adalah milik Allah (QS 20: 6). Adapun apa yang ada pada diri kita—diri kita, hart akita, bend akita, jabatan kita, dan sebagainya—adalah titipan atau Amanah Allah yang pemanfaatannya harus sesuai dengan aturan atau keinginan yang memberikan titipan atau Amanah, yaitu Allah.

Oleh karena itu manakala Allah memerintahkan kepada kita untuk memberikan sebagian titipan atau amanah tersebut, maka sudah semestinya kita tidak berkeberatan untuk melakukannya, karena yang memerintahkan adalah Dzat pemilik yang sebenarnya dari apa yang dititipkan atau diamanahkan kepada kita. Jadi, yang kita berikan sebetulnya bukan miliki kita, melainkan sejatinya adalah milik Allah Swt. Kita hanya diamanahi saja oleh Allah. Kalau hal ini dihayati dengan sebaik-baiknya, niscaya kita akan terasa untuk memberi.

Kedua, dalam beberapa ayat di dalam al-Qur’an, Allah menjelaskan kepada kita bahwa harta milik kita yang diinfakkan di jalan Allah akan diberikan lebih banyak dari yang kita infakkan.  Dalam satu ayat Allah menjanjikan akan memberikan balasan harta yang kita infakkan sebanyak 700 kali lipat (QS 2: 261).  Bahkan dalam ayat yang lain Allah akan akan memberikan balasan  tanpa batas bagi siapa yang dikehendaki (QS 3: 27).

Ini berarti bahwa apa yang kita berikan atau kita infakkan sesungguhnya akan Kembali kepada kita, bahkan dalam jumlah yang jauh lebih banyak. Hanya saja kapan, di mana, dalam bentuk apa, dan melalui proses apa, kita tidak tahu pasti. Semuanya berada dalam otoritas Allah Swt. Tetapi yang jelas balasan itu pasti ada.

Ketiga, sesungguhnya milik kita yang sebenarnya adalah yang kita berikan di jalan Allah. Dalam suatu Riwayat diceritakan bahwa Ali bin Abu Thalib pernah bertanya kepada seseorang yang jika dideskripsikan secara bebas begini redaksinya. Wahai Fulan, jika kamu punya uang 10 dirham kemudian kamu sedekahkan kepada orang yang memerlukan sebanyak 4 dirham, maka sekarang berapa uang yang kamu miliki? Orang yang ditanya menjawab 6 dirham.

Ali kemudian menjelaskan bahwa yang betul uang yang kamu miliki adalah yang kamu sedekahkan, yaitu 4 dirham. Itulah milikmu yang sebenarnya yang akan kamu dapatkan sebagai amal kebaikan di akhirat kelak. Sedangkan yang 6 dirham belum tentu menjadi milikmu. Karena bisa jadi kamu membelanjakannya untuk hal-hal yang tidak bernilai akhirat atau bisa jadi hilang. Oleh karena itu, jika kita ingin banyak mendapatkan kepemilikan yang sebenarnya, maka yang perlu kita lakukan adalah banyak memberi.

Keempat, sejalan dengan rahasia nomor 3, harta atau apapun kebaikan yang kita berikan kepada orang lain, nanti di akhirat akan menjelma menjadi pahala yang akan meringankan dosa kita dan memperberat pahala kita, sehingga kita berpotensi terhindar dari siksa neraka dan mudah untuk masuk syurga. Hal ini berbeda dengan titipan atau amanat yang kemudian kita pahami sebagai milik atau kepemilikan.

Apa yang kita miliki di akhirat kalau tidak digunakan untuk kebaikan, maka akan berubah menjadi beban yang bisa jadi memperberat dosa kita. Sebab apapun yang diamanatkan Allah kepada kita di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban penggunaannya. Lagi-lagi, kesadaran ini kalau dihayati dengan sebaik-baiknya akan mendorong kita untuk memberikan kepada orang yang membutuhkan apa yang sudah Allah berikan kepada kita.

Selanjutnya, terkait dengan pemberian, perlu diingat pesan Nabi, bahwa ada pemberian yang  akan mengalirkan pahala kepada kita secara terus-menerus walaupun kita sudah meninggal dunia.  Pertama, ilmu yang bermanfaat.  Oleh karena itu, pastikan kita memiliki ilmu yang yang bisa memberikan manfaat bagi masyarakat. Misalnya ilmu al-Qur’an, Hadits, Piskologi, Pendidikan, dan sebagainya yang penting bermanfaat bagi kehidupan.  Kedua, harta yang diinfakkan pada kebaikan. Usahakan agar harta yang kita miliki diberikan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi kepentingan masyarakat dalam jangka Panjang, seperti membangun lembaga Pendidikan, membangun tempat ibadah, membangun jalan, dan sebagainya.

Ketiga, anak yang shaleh/sholehah. Berjuanglah seoptimal mungkin untuk memberikan pendidikan dengan sebaik-baiknya agar anak-anak yang diamanahkan Allah kepada kita kelak akan menjadi anak-anak yang sholeh yang tidak hanya mendoakan keselamatan kita sebagai orang tua di akhirat, tetapi juga perilakunya menebar kebaikan bagi masyarakat.

Demikianlah semoga Allah memberikan kita kemampuan untuk memberi secara istiqomah, baik dalam keadaan lapang atau sempit. Karena yang dilihat Allah bukan besar atau kecilnya apa yang kita berikan, melainkan keistiqomahan kita dalam memberi. Wallahu a’lam

Suhardi, Ketua PCM Pagedangan, Kab. Tangerang – Banten

Exit mobile version