Ilmu sebelum Perkataan dan Perbuatan

orang berilmu

Foto Ilustrasi

Ilmu sebelum Perkataan dan Perbuatan

Oleh: Tito Yuwono

Imam Al-Bukhori menyampaikan

Dalam kitab yang penuh keutamaan

Paling shahih setelah Alquran

Ilmu sebelum perkataan dan perbuatan

 

Sebelum perkataan keluar dari lesan

Sebelum jari jemari menuliskan

Sebelum melakukan sebuah perbuatan

Hendaknya dipikirkan

Agar perkataan yang disampaikan

Penuh kebaikan

Tidak mendatangkan kerugian

Bagi diri dan banyak orang

Kalimat Al’Ilmu qablal qouli wal amali adalah redaksi kalimat yang dibuat oleh Imam Al-Bukhori rahimahullah, ahlul hadis ternama. Beliau menuliskannya dalam kitab hadis beliau, yang sering dikenal dengan Shahih Bukhori.  Kitab hadis yang menjadi salah satu rujukan utama kaum muslimin. Makna dari kalimat ini adalah hendaknya kita berilmu sebelum mengatakan dan melakukan sesuatu. Makna yang sangat mendalam dan yang semestinya terus menerus terpatri dalam benak kita.

Sebelum kita mengatakan sesuatu kita harus tahu apakah apa yang akan kita sampaikan benar atau tidak, apakah yang akan kita sampaikan mengandung madhorot atau tidak dan seterusnya. Pada zaman nabi ﷺ, pernah ada kasus seorang yang meninggal karena sedang sakit tapi memaksakan diri untuk mandi wajib atas saran dari para sahabat yang lain. Kemudian Rasulullah ﷺ menyampaikan bahwa mereka telah membunuhnya. Hal ini dikarenakan akibat berucap tanpa disertai dengan ilmu.

Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ خَرَجْنَا فِي سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلًا مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فِي رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ هَلْ تَجِدُونَ لِي رُخْصَةً فِي التَّيَمُّمِ فَقَالُوا مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ قَتَلُوهُ قَتَلَهُمْ اللَّهُ أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ أَوْ يَعْصِبَ شَكَّ مُوسَى عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا وَيَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Kami berada dalam perjalanan, seseorang di antara kami terkena batu dan luka di kepalanya. Ia pun mengalami mimpi basah. Dia bertanya kepada sahabatnya apakah boleh Tayamum? Mereka menjawab tidak ada keringanan selama masih mampu memakai air. Kemudia ia mandi. Lalu meninggal. Ketika kami sampai di Madinah, Nabi ﷺ diberi kabar tentang hal itu. Nabi bersabda: “Mereka Membunuhnya. Semoga Allah mematikan mereka. Hendaknya mereka bertanya jika tidak tahu. Obatnya bodoh adalah bertanya. Sebenarnya cukup baginya untuk memberi perban di kepalanya lalu diusap (Tayammum) dan organ tubuh lainnya disiram.” (HR Imam Abu Daud)

Demikianlah akibat dari perkataan yang tidak disertai dengan ilmu maka akibatnya adalah hilangnya nyawa seseorang. Maka ketika kurang atau tidak mengerti lebih baik diam. Perkataan yang disertai dengan ilmu akan berbuah menjadi perkataan yang baik, perkataan yang benar, perkataan yang mengandung manfaat dan tidak mendatangkan modhorot.

Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Artinya: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam” (HR Imam Al-Bukhori)

Akhir-akhir ini juga terjadi kehebohan di negeri ini, yang semestinya suasana gembira karena berhari raya. Namun kegembiraan ini terganggu karena ulah oknum yang berbicara tergesa-gesa tanpa dipikir panjang. Kurang dipertimbangkan benar dan tidaknya serta manfaat dan madhorotnya. Apalagi disampaikan di media sosial yang setiap orang bisa membaca dan memviralkannya. Dampaknya adalah menimbulkan keresahan dan perpecahan umat dan bangsa serta berdampak negatif terhadap dirinya sendiri.

Dakwahpun juga perlu ilmu. Ilmu berkaitan dengan materi yang disampaikan dan ilmu bagaiamana cara menyampaikan. Juga perlu strategi tertentu untuk kondisi masyakarat tertentu. Sehingga dakwahnya dapat mudah dimengerti serta dipahami masyarakat.

Beribadah juga perlu ilmu. Ilmu berkaitan dengan bagaimana kaifiat ibadah tersebut dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Rasulullah ﷺ dan ilmu bagaimana niat ikhlas dalam melakukan ibadah. Sehingga amal ibadahnya tidak sia-sia dikarenakan mengada-ada ataupun karena tidak disertai dengan keikhlasan.

Beramar makruf nahi mungkar juga perlu ilmu. Amar makruf nahi mungkar dilakukan sesuai koridor hukum dan juga tidak menimbulkan kemungkaran yang lebih besar.

Orang berdagang juga memerlukan ilmu. Bagaimana menjajakan barang dagangannya dengan baik sehingga banyak kosumen yang berminat. Dan juga pedagang mestilah bisa membedakan mana yang jual beli yang diperbolehkan oleh syariat dan mana-mana model jual beli yang dilarang oleh agama.

Maasyaa Allah redaksi kalimat yang disusun oleh Imam Al-Bukhori ini benar-benar sangat bermanfaat jika kita pegang dan kita laksanakan.

Tentu untuk mendapatkan ilmu-ilmu tersebut sebagai landasan untuk berkata, berbuat dan beramal adalah dengan belajar, bisa melalui menghadiri majelis ilmu, membaca dan sebagainya.

Demikian tulisan ringan ini, semoga bermanfaat bagi kita semuanya untuk selalu berpikir dan “mengilmui” sebelum kita berucap dan melakukan sesuatu. Sehingga apa yang kita lakukan memberikan manfaat bukan sebaliknya memberikan madhorot atau dampak buruk.

Wallahu a’lamu bishshowab. Nashrun minallahi wa fathun qarib.

Tito Yuwono, Dosen Jurusan Teknik Elektro-Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Sekretaris Majelis Dikdasmen PCM Ngaglik, Sleman, Ketua Joglo DakwahMu Almasykuri Yogyakarta

 

Exit mobile version