Ruang Media Sosial, Ibarat Pisau Bermata Dua
Oleh: Teguh Pamungkas
Belajar dari kasus ujaran kebencian APH, peneliti BRIN di media sosial, Polri mengingatkan kepada masyarakat untuk berhati-hati dalam menggunakan ruang di media sosial. Unggahan atau pendapat di medsos diimbau tidak menjelek-jelekkan pihak lain, atau bahkan memfitnah. APH ditangkap polisi pada Minggu (30/4).
Baru-baru ini ramai pemberitaan tentang komentar oknum peneliti BRIN yang berpotensi mengundang kegaduhan sosial. Setelah menjalani Sidang Majelis Etik dan Kode Perilaku ASN di lingkungan instansi ia bernaung, Kamis (27/4), hasil sidang menyatakan bahwa APH melanggar kode etik, di mana selanjutnya akan dilakukan sidang untuk penentuan hukuman disiplin.
Peristiwa bermula saat penetapan lebaran beberapa waktu lalu. Kala itu postingan Thomas Djamaluddin di status medsos tentang perbedaan Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal berdasarkan hasil Hisab Wujudul Hilal Persyarikatan Muhammadiyah. Ia menuliskan dua pertanyaan yang dikomen oleh akun bernama Aflahal Mufadillah, dan direspon kembali oleh Thomas Djamaluddin, “Ya. Sudah tidak taat keputusan pemerintah, eh masih minta difasilitasi tempat sholat ied. Pemerintah pun memberikan fasilitas”.
Dari komentar tersebut muncul akun lain yang ikut mengomentari hal itu, yakni Andi Pangerang Hasanuddin pada Minggu (23/4) dengan bunyi postingan, “Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda Kalender Islam Global (KIG) dari Gema pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan. Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian”.
Jari-jari bergerak menyusun kata-kata menjadi kalimat. Sebelum kata-kata dituliskan atau diketik, ada pemikiran untuk menuliskan sesuatu. Dan muncullah tulisan tersebut di akun media sosial. Pendapatnya yang mengandung provokasi, akhirnya mengundang masalah (problem maker).
Media sosial menjadi ruang komunikasi sosial di dunia maya. Dalam wadah tersebut, tersajikan sebaran informasi bagi pembaca dan atau pengguna media sosial. Termasuk saya sendiri memiliki akun media sosial. Dari membahas tentang komentar di medsos, ada sesuatu yang menarik untuk diceritakan. Di mana belum lama ini tersiar kabar penemuan STNK dan SIM, yang ternyata punya istri saya. Dan berita pun begitu cepat meluas.
Singkat kalimat, tak hanya informasi itu yang masuk di gadget saya, namun orang-orang menyampaikan berita itu dengan mendatangi ke rumah juga. Di hari yang sama, informasi sampai kepada saya. Beberapa teman mengirim pesan dan menelepon, dan di siang hari datanglah Pak RT beserta seseorang yang ternyata menginformasikan tentang surat sepeda motor yang kececer.
Menjelang sore hari, pun Pak RW datang ke rumah untuk menginformasikan hal sama. Tak hanya sampai di situ, beranjak malam harinya tetangga depan dan kanan kiri, ikut serta menyampaikan berita temuan itu. Sungguh menakjubkan, begitu pedulinya orang-orang terhadap keadaan orang lain. Saya sangat merasa tertolong, barang yang tercecer bisa kembali. Media sosial berperan sebagai jalan keluar (problem solver).
Bijak di ruang media sosial
Dahsyatnya teknologi komunikasi-informasi yang memunculkan media sosial sebagai tempat interaksi sosial. Fenomena inilah yang akhirnya menggugah kesadaran manusia untuk tetap hidup bermasyarakat.
Menurut pakar komunikasi, Onong Uchjana Effendy (2003), adapun fungsi komunikasi di antaranya adalah pertama, menyampaikan informasi. Komunikasi memungkinkan orang menyampaikan informasi. Apapun pesan yang ingin disampaikan oleh si pembuat pesan, maka informasi dikemas sedemikian mungkin agar pesan yang disampaikan bernilai informasi bagi si penerima pesan.
Kedua, mendidik. Komunikasi berisikan materi pesan yang bisa mendidik bagi penerima pesan maupun bagi si pembuat pesan itu sendiri. Dengan bertujuan dari melakukan komunikasi, maka seseorang bisa memetik edukasi dari apa yang telah dilakukan.
Ketiga, mempengaruhi. Pesan komunikasi yang disampaikan akan menimbulkan efek bagi si penerima pesan. Dampak atau efek setelah berkomunikasi bisa pada sisi kognitif, afektif maupun pada sisi psikomotorik atau perilakunya.
Kehidupan manusia menjadi indah tatkala orang-orang bisa menjalani kehidupan dengan kebersamaan. Dari adanya kebersamaan, terkuburlah rasa membenci, dendam dan saling menyalahkan, bukan malah memperuncing perbedaan. Membangun kebersamaan pada kehidupan sosial mampu menatar diri untuk enggan mengulang kesalahan yang sama kepada sesama manusia.
Berpendapat, berkomentar dan mengunggah status media sosial perlu sikap yang bijak. Tanpa emosi, bisa memaklumi tentang adanya perbedaan di kehidupan sosial, hendaknya menjauhkan dari perdebatan. Saling menghormati dan mengedepankan toleransi untuk menumbuhkan harmonisasi di masyarakat. Perbedaan dalam menentukan lebaran atau pun perbedaan pandangan terhadap sesuatu hal di masyarakat adalah suatu hal yang wajar. Tentunya bijak dalam pola pikir dan berperilaku untuk membangun kedewasaan, sehingga bisa mewarnai khasanah hidup berbangsa dan bernegara.
Boleh dikatakan, media sosial memiliki dua sisi ketajaman, ibarat pisau bermata dua. Media sosial bisa sebagai solusi (problem solver) atau sebaliknya, malah berpotensi menimbulkan kegaduhan sosial (problem maker). Media sosial mau seperti apa, digunakan untuk apa dan bagaimana, sangat bergantung pada pemanfaat atau pengguna medsos. Sejauh mana kita memanfaatkan media sosial, kitalah yang menentukan arah dari isi ruang media sosial melalui unggahan, pendapat dan komentarnya dalam melakukan komunikasi.
Teguh Pamungkas, Pengkaji masalah sosial kultural