Pentingnya Mengintegrasikan IPTEK dengan Agama

Pentingnya Mengintegrasikan IPTEK dengan Agama

Pentingnya Mengintegrasikan IPTEK dengan Agama

JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr H Abdul Mu’ti, MEd menghadiri kegiatan Halalbihalal dan Hari Bermuhammadiyah V yang digelar oleh Kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Senin (8/5). Kegiatan tersebut berlangsung di Auditorium KHA Azhar Basyir UMJ dengan mengusung tema seputar “Peningkatan Spirit IPTEK Untuk Solusi Permasalahan Keumatan”.

Dalam tausyiyahnya, Mu’ti mengatakan era digital yang makin maju ini mestinya perlu melakukan proses pengintegrasian antara ilmu pentetahuan dan teknologi (IPTEK) dengan agama (ad-diin). Menurutnya, secara ontologis dan epistemologis permasalahan hal ihwal kedua variabel itu sampai sekarang masih dapat belum menemui titik akhirnya.

Mu’ti mengungkapkan bahwa penyebab hal itu bisa terjadi dikarenakan sebagian pihak bahkan dari kalangan umat tertentu melakukan abstraksi (pemisahan) terkait kedua variabel tersebut. Selain itu, ada juga yang beropini jika agama paradoks terhadap IPTEK.

“Oleh karena itu saya ingin menegaskan kembali bahwasanya tidak ada ta’arudh (pertentangan) antara IPTEK dengan agama.” tegasnya.

Dengan tidak adanya pertentangan maka menurut Mu’ti hal itu justru sebagai kekuatan untuk menjadikan kualitas ibadah makin paripurna. Hal itu termanifestasi bilamana menggunakan IPTEK sebagai bantalan vital dan sarana mengamalkan ajaran agama sesuai dengan petunjuk yang telah ditetapkan oleh Allah lewat Al-Qur’an dan As-Sunnah.

“IPTEK menjadi prasyarat untuk kita bisa beribadah dengan sempurna. Dan IPTEK menjadi sangat penting dalam kita beribadah dengan sebaik-baiknya. IPTEK menyempurnakan kita dalam beribadah. Dengan IPTEK ibadah menjadi nyaman dan enak. Makin umat Islam menguasai IPTEK beragama menjadi semakin sempurna dan Insyaallah ibadah kita menjadi sempurna,” jelasnya.

Lanjut Mu’ti dengan mengambil salah satu contoh yang menonjol. Contoh tersebut terkait polemik perdebatan mengenai penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Polemik ini selalu terjadi saban tahun dan menurut Mu’ti hal ini seyogianya tidak perlu sampai terjadi. Sebab jika hal itu sampai terjadi, maka hanya dapat menguras energi rohani warga bangsa menjadi kerdil, rigid, naif, dan bersumbu pendek.

“Persoalan ini menurut saya tidak seharusnya sampai terjadi. Karena energi umat ini terkuras kalau saya menyebut dengan triviality dan redundancy. Yakni sesuatu yang tidak terlalu serius dan pengulangan yang tidak perlu bahkan pengulangan yang bisa saja keliru. Karena itu saya ingin untuk mencoba secara ontologis, epistemologis, dan praksis mengajak untuk berpikir lebih mendalam lagi,” tuturnya.

Bersamaan dengan itu, Guru Besar Bidang Pendidikan Agama Islam di UIN Syarif Hidayatullah ini mengatakan betapa perlu dan relevannya melakukan pengembangan ilmu. Sebab ilmu itu amat luas spektrumnya. Lewat ilmu segenap umat manusia bisa menjelajahi dunia nan luas dan beranekaragam. Lebih dari itu, dengan ilmu bisa melahirkan kemampuan berkreativitas di dalam menciptakan segala hal yang itu bisa di manfaatkan oleh umat manusia di muka bumi secara komprehensif.

“Dengan pendekatan kreatif, kalau Allah memerintahkan kita menjelajahi dunia maka kita harus kreatif menciptakan alat transportasi supaya kita bisa menjelajahi dunia. Inilah yang saya kira menjadi kunci umat itu maju kalau Al-Qur’an kita pahami dengan pendekatan kreatif,” tandasnya.

Bagi Mu’ti IPTEK tentu saja bisa ditumbuhkembangkan manakala pemahaman agama (Al-Qur’an) tidak hanya pemahaman secara tekstual, tetapi harus menjadi inspirasi untuk mengembangkan IPTEK kini dan di masa depan.

“Al-Qur’an menginspirasi kita untuk mengembangkan IPTEK dan ibadah menjadi sempurna dengan pengetahuan dan teknologi. Beragama tidak bisa dilepaskan dari IPTEK. Beragama kita bisa menjadi lebih khusyuk dan menjadi lebih sempurna kalau kita menggunakan IPTEK agar kitab isa mengamalkan ibadah dengan sebaik-baiknya,” tandasnya. (Cris)

Exit mobile version