Ikhlas dalam Bersedekah
Oleh: Tito Yuwono
Bersedekah
adalah bentuk ibadah
Pahala dilipatgandakan dan berbarakah
Jika didasari dengan ikhlas Lillah
Setelah bersedekah, sebaiknya dilupakan
Tak perlu diungkit-ungkit, apalagi disertai cacian
Karena akan menyakitkan
Bagi yang menerima bantuan
Salah satu penyebab sebuah amalan ibadah diterima atau ditolak atau berkurang pahalanya adalah keikhlasan. Ibadah dengan keikhlasan yang tinggi akan diterima dengan pahala yang berlipat. Sebaliknya ibadah yang dilakukan tanpa keihlasan ataupun keikhlasan yang rendah akan berdampak pada ditolak ataupun berkurangnya pahala dari amalan tersebut.
Begitu pula dengan amalan ibadah sedekah. Allah Ta’ala Akan memberikan pahala yang berlipat ganda bagi orang yang berinfaq atau bersedekah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 261.
مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Allah Ta’ala Akan membalas infaq dan sedekah kita sebesar 700 kali lipat serta melipatgandakan lagi bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Tentu syaratnya adalah ikhlas. Salah satu tanda ikhlas adalah tidak mengungkit-ungkit infaqnya serta tidak menyakiti orang ataupun lembaga yang diberikan infaq.
Sedekah merupakan bukti kebenaran keimanan seseorang. Orang yang mengeluarkan sebagian hartanya untuk diinfaqkan/disedekahkan menunjukkan bukti keimanan terhadap pahala yang Allah Ta’ala janjikan. Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam muslim:
وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ
Artinya: “dan sedekah adalah bukti” (HR Imam Muslim)
Orang yang rajin bersedekah akan mendapatkan keberkahan dan sedekah tersebut tidak akan mengurangi hartanya. Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
Artinya:” Sedekah tidak akan mengurangi harta” (HR Imam Tirmidzi)
Sehingga ayat di atas dilanjutkan dengan ayat 162.
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَآ أَنفَقُوا۟ مَنًّا وَلَآ أَذًى ۙ لَّهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Artinya: Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Di beberapa kitab tafsir dijelaskan makna mannaa adalah menyebut-nyebut dan mengungkit-ungkit pemberian sehingga yang menerima infaq/bantuan menjadi malu ataupun sakit hatinya. Sedangkan makna adzaa adalah cacian-cacian setelah pemberian.
Sering kita saksikan seseorang yang mengungkit-ungkit ataupun menyebut-nyebut ataupun menghitung-hitung pemberian baik langsung maupun tidak langsung di hadapan yang diberi bantuan. Ini adalah perbuatan tercela karena akan menyakitkan si penerima bantuan. Apalagi disertai dengan celaan (adzaa). Misalkan ungkapan “Dasar kere, ini 100 ribu untuk kamu.” Maka pemberian yang diikuti dengan mannaa dan adzaa ini akan menjadi pemberian yang sia-sia, bahkan menjadi dosa. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Baqarah ayat 264:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُبْطِلُوا۟ صَدَقَٰتِكُم بِٱلْمَنِّ وَٱلْأَذَىٰ كَٱلَّذِى يُنفِقُ مَالَهُۥ رِئَآءَ ٱلنَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۖ فَمَثَلُهُۥ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُۥ وَابِلٌ فَتَرَكَهُۥ صَلْدًا ۖ لَّا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَىْءٍ مِّمَّا كَسَبُوا۟ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْكَٰفِرِينَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Demikian tulisan ringan berkaitan dengan adab bersedekah. Semoga sedekah kita barakah, dibalas pahala yang melimpah, yang menerima juga senang dan bahagia.
Wallahu a’lamu bishshowab. Nashrun minallahi wa fathun qarib.
Tito Yuwono, Dosen Jurusan Teknik Elektro-Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Sekretaris Majelis Dikdasmen PCM Ngaglik, Sleman, Ketua Joglo DakwahMu Almasykuri Yogyakarta