Diskusi Publik Jelang Pemilu 2024, Mahasiswa FISIP UMJ Bahas Politisasi Identitas

Diskusi Publik Jelang Pemilu 2024, Mahasiswa FISIP UMJ Bahas Politisasi Identitas

JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Politik identitas menjadi isu yang menguat jelang Pemilu 2024. Berkaitan dengan itu, dosen Magister Ilmu Komunikasi yang juga peneliti ahli utama BRIN Prof. Siti Zuhro, M.A., memaparkan bahaya dari politik identitas. Hal ini disampaikan saat menjadi pembicara utama dalam Diskusi Publik yang digelar Prodi Magister Ilmu Komunikasi dan Magister Ilmu Politik di Aula Kasman Singodimedjo, Rabu (17/05/2023).

“Ketika politik identitas ditarik dalam isu SARA, maka akan ada sisi lain dari politik identitas yaitu intoleransi, kekerasan verbal fisik, dan pertentangan etnik dalam kehidupan,” ujar Prof. Siti Zuhro.

Secara tegas Siti Zuhro mengharamkan politisasi identitas karena itu bukan hal penting. Langkah strategis yang ditawarkan Siti Zuhro berkaitan dengan menciptakan demokrasi yang berkualitas, dan memberikan pendidikan pada masyarakat terutama generasi muda untuk berpikir logis.

“Kompetisi yang sehat menjadi keniscayaan tanpa perlu menggunakan agama. Indonesia butuh kepemimpinan transformatif bukan transaksional. Membangun demokrasi berarti membangun sebuah negara,” tutup Siti Zuhro.

Diskusi Publik yang mengusung tema Politisasi Identitas Jelang Pemilu 2024 menghadirkan akademisi, praktisi, dan pengamat politik, yaitu Dr. Ma’mun Murod, M.Si. (Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta), Dr. Muhammad Iqbal (Juru Bicara PKS), Dr. Ahmad Basarah (Wakil Ketua MPR RI), Willy Aditya, S.Fil., MT. (Ketua DPP Partai NasDem), dan Rocky Gerung (Pengamat politik).

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua MPR RI, Dr. Ahmad Basarah, SH., MH., menjelaskan permasalahan politik identitas dengan mengulas sejarah penjajahan zaman Belanda. Strategi devide et impera pada masa itu dapat dilawan dengan gagasan politik kebangsaan yaitu persatuan.

Sementara itu, Rocky Gerung menjelaskan politik identitas dari sudut pandang filsafat. Menurutnya masyarakat Indonesia mendapat kutukan untuk menikmati politik identitas. “Kalau dipaksa jangan pakai politik identitas maka yang digunakan amplop atau jual ayat, karena hanya itu komoditasnya,” ujar Rocky.

Salah satu bentuk solusi yang dapat dilakukan menurut Rocky adalah dengan mewajibkan seluruh parpol untuk memiliki kurikulum sejarah intelektual dari demokrasi. Gagasan ini muncul karena Rocky melihat bahwa Indonesia gagal menciptakan demokrasi yang masuk akal.

Ketua DPP Partai Nasdem, Willy Aditya, S.Fil., M.T., dan Juru Bicara PKS, Dr. Muhammad Iqbal, menjelaskan pengalaman partai politik yang berkaitan dengan praktik dan isu politik identitas. Pengalaman terkait praktik politik identitas juga datang dari Rektor UMJ.

Dr. Ma’mun Murod, M.Si., mengatakan bahwa terkadang masyarakat memiliki standar ganda dalam menilai politik identitas, seperti memandang politik identitas berdasarkan subjek pelaku dan bukan objek yang dilakukan. Terutama pada kelompok mayoritas.

Diadakan secara hybrid, acara diskusi publik dihadiri oleh 100 peserta dari beberapa Fakultas di UMJ. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Dekan FISIP UMJ, Dr. Evi Satispi, M.Si., yang berharap diskusi publik dapat menjadi wadah untuk para mahasiswa menanggapi penyampaian isu politik dengan baik dan benar. Hadir pula jajaran Wakil Dekan dan Kaprodi di lingkungan FISIP UMJ. (DN/MT/KSU)

Exit mobile version