Membaca Titipan Pesan Buya Syafii Maarif
Oleh: Teguh Pamungkas
Di hari Jum’at pagi, pukul 10.15 WIB, tanggal 27 Mei 2022, setahun yang lalu, seorang guru bangsa telah wafat, pergi untuk pulang selamanya. Beliau adalah Ahmad Syafii Maarif atau biasa disapa Buya Syafii. Banyak yang merasa kehilangan atas kepergiannya. Tak sedikit, para pelayat yang datang secara bergantian menyolatkan sebelum berpisah menuju tempat beliau dimakamkan. Di mana sebelumnya beliau sempat dirawat di PKU Muhammadiyah Gamping selama 13 hari.
Suatu ketika di masa menjalani perawatan di rumah sakit, datanglah Prof. Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah untuk membesuk. Dia ingin menyapa, berbincang, menjenguk seraya mendoakan untuk memohon yang terbaik. Saat itu, tiga hari sebelum berpulang, -saat Prof. Haedar datang- Buya Syafii sempat menitipkan pesan-pesan kepadanya.
Menurut Pak Haedar pesan tersebut tentang, pertama, mengingatkan agar kita selalu menjaga keuAllah bangsa, keuAllah Muhammadiyah dan keuAllah umat Islam. Selain itu, tidak seperti biasanya ketika berkunjung, Buya Syafii sendiri juga meminta untuk melakukan doa bersama di tempat beliau dirawat.
Pesan yang pendek, namun memiliki makna yang mendalam. Karena memerlukan energi dari semua kalangan untuk membiasakan diri menjaga dan merawat bangsa. Semangat kolektif, tumbuh berisikan kebersamaan untuk merajut dan membangun bangsa.
Bersaudara
Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam, gemar ripah loh jinawi. Seolah-olah surga telah bocor dan memuncratkan serpihan isinya ke permukaan bumi. Dan akhirnya hinggap di Indonesia. Negeri elok yang diberkahi Allah dengan banyak kekayaan alam beserta isinya.
Bukan hanya menjaga keeksistensian alam, namun kita dituntut pula mengatur “ekosistem” dalam bernegara. Menata sendi-sendi untuk kestabilan tatanan kehidupan bermasyarakat di sebuah negara. Sehingga negara yang sudah direbut dengan susah payah oleh para pahlawan bangsa dapat dimanajemen dengan baik. Dan kita bisa mewarisi estafet negeri ini dengan pembangunan seraya menjaga kehormatannya. Namun sangat disayangkan, bangsa yang dulu direbut dengan susah payah jika terkotori oleh keinginan segelintir orang yang ingin menjadi tumpukan materi.
Mungkin kita sering menganggap apa-apa yang telah diperbuat merupakan suatu hal kebenaran. Berpijak dan berpedoman pada keinginan-keinginan yang mesti terpenuhi. Kita lebih mengedepankan ego dan pemuasan nafsu untuk memenuhi keinginan-keinginan.
Tanpa mencari, menunjuk dan menyalahkan siapa pun. Bukan menyalahkan dia atau mereka, tetapi mesti ada doa dan melakukan perbaikan di masing-masing individu juga. Berkontempelasi diri. Jalanilah kehidupan yang merdeka ini secara santun, menjaga moralitas dan tatanan sosial serta kestabilan lingkungan. Sehingga apa yang telah dirumuskan dan dicita-citakan para pahlawan bisa terealisasi.
Jangan sampai atribut hidup kebangsaan dan harga diri nasionalisme kita rela dirampas oleh nafsu-nafsu. Lepaskan dan jauhkanlah tradisi keserakahan, penindasan dan kebodohan seperti di zaman penjajah. Sebab kita merasakan sendiri bagaimana rasanya dijajah tiga setengah abad lebih. Karena itu, tidak sepatutnya apa yang kita rasakan ditimpakan kepada orang lain dan generasi bangsa selanjutnya.
Mari kita merajut kembali anyaman kehidupan berbangsa. Kita sama-sama berbenah kembali agar kita tetap siap dan bisa menyongsong masa depan bangsa semakin cerah. Secara tulus dan ikhlas menjaga erat pedoman bangsa. Menurut Syafii Maarif sebuah bangsa dapat mengalami kehancuran bila toleransi sosial, agama dan budaya tidak mantap.
Kita mensyukuri kemerdekaan yang telah dianugerahkan Allah seraya mengisinya dengan membangunan mentalitas kuat dan berperilaku santun. Dengan semangat kemerdekaan, mari berpikir sejenak tentang apa yang telah kita perbuat untuk bangsa dan umat manusia. Membiasakan bertindak secara nyata dalam membangun bangsa tanpa berburuk sangka dan merampas hak-hak orang lain.
Keberadaan ulama dan umat islam memiliki sejarah panjang membangun bangsa ini. Sangat disayangkan munculnya ujaran kebencian pada penetapan Lebaran, 1 Syawal 1444 Hijriyah di akun media sosial milik oknum peneliti. Adanya pendapat berbau provokasi yang berpotensi menimbulkan kegaduhan sosial.
Persyarikatan Muhammadiyah pun segera mengambil sikap, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Haedar Nashir mengatakan “Diimbau kepada seluruh warga Muhammadiyah agar tidak bersikap yang sama dengan mereka yang kerdil pemikiran dan sikapnya dalam beragama dan berbangsa. Tunjukkan bahwa warga Muhammadiyah berkeadaban, berilmu, berbangsa, dan bahkan beragama lebih baik di dunia nyata”.
Titipan
Berbagai benda dan kehidupan terbentang luas di bumi ini. Langit-langit dihiasi dengan pesona tata surya nan indah. Kreasi yang tak mampu tertandingi oleh siapa pun. Alam semesta merupakan bukti kebesaran-Nya. Begitu juga manusia. Dari sebuah tanah, tubuh manusia diciptakan. Melalui tanah inilah tercipta tubuh yang sempurna, memiliki organ-organ. Ada organ panca indera, memiliki sistem pencernaan, otak dan kelengkapan tubuh lainnya.
Ia –manusia- diciptakan Allah sebagai penanggung jawab atas bumi yang diciptakannya. Segala isi bumi diserahkan pada manusia, itulah salah satu ciri kebesaran-Nya. Manusia diberi kewenangan untuk “menggunakan” dan “mengeksplorasi”. Manusia sebagai makhluk bumi, keberadaan manusia menjadi penentu kelangsungan kehidupan di dunia. Dengan potensi yang ada, manusia diperbolehkan mempelajari, tetapi harus tetap berpijak pada keterjagaan dan kelestariannya.
Dalam kehidupan bernegara, bangsa Indonesia menghadapi Pemilu 2024 yang tak lama lagi. Kita telah memasuki tahun-tahun politik. Menjaga keuAllah bangsa sama halnya menjaga keharmonisan umat Islam. Jangan karena perkara politik, umat Islam mau dipecah belah, hidup dalam kondisi yang terkotak-kotak. Kebangkitan umat sebagai modal dasar membangun bangsa ke arah lebih baik, menuju kesejahteraan melalui demokrasi.
Indonesia adalah suatu ekosistem tempat bersosial dan berinteraksi. Di dalamnya terdapat rasa tolong menolong, persaudaraan, toleransi dan saling bersahabat. Melandasi kehidupan dengan bersandar pada akal dan budi. Menyadari bahwa setiap manusia dibekali nurani yang bersenAllah dengan jiwa. Pengukur membedakan baik dan buruk. Layakkah atau tidak patut.
Demikianlah, sekiranya melalui tulisan ini, saya mencoba mengartikan apa pesan Buya Syafii Maarif kepada Prof. Haedar Nashir dengan melihat wajah Indonesia saat ini. Kita mendoakan yang terbaik untuk Indonesia. Karena jika dilihat dari esensinya, pesan tersebut merupakan titipan beliau kepada seluruh komponen bangsa ini. Menitipkan bangsa, persyarikatan dan umat kepada seluruh lapisan dan masyarakat Indonesia.
Teguh Pamungkas, Peminat masalah sosial kultural