JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Sedikitnya 79 mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) telah melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di tiga kota sekaligus. Ketiga kota tersebut yaitu Cirebon, Bandung, dan Jakarta.
Acara tersebut juga diikuti oleh empat dosen pendamping yakni, Prof. Dr. Sugeng Priyadi M.Hum., Dr. H. Asep Daud Kosasih, M.Ag., Arifin Suryo Nugroho, MPd., dan Rendi Marta Agung, M.Pd.
Kepala Program Studi Sejarah, Sumiyatun Septianingsih, M.Pd., mengatakan, bahwa KKL Nasional Sejarah ini merupakan perjalanan kedua pasca pandemi di tahun 2020-2021. Sebelumnya telah mencoba mengawali KKL di tahun 2022, sebagai salah satu implementasi mata kuliah praktik.
“Salah satu poin penting program kurikulum tersebut adalah implementasi mata kuliah KKL 1 bagi semester dua, dan KKL 2 bagi semester empat. KKL 1 berfokus pada obyek studi Hindu Buddha dan Praaksara, sementara KKL 2 berfokus pada obyek studi kebudayaan Islam dan Indis,” katanya di Purwokerto, Jum’at (19/5/2023).
Dijelaskan, Obyek yang menjadi kajian berada di 3 kota, yakni Cirebon, Bandung dan Jakarta, tepatnya di Batavia sebagai kota utama pada masa kolonial. Dari 3 kota tersebut, setidaknya ada 10 obyek studi sejarah dan 9 diantaranya adalah obyek utama.
Obyek studi tersebut adalah Museum Linggarjati, Keraton Kasepuhan Cirebon, Museum Sri Baduga Bandung, Museum Geologi, Museum Nasional, Perpusnas RI, Arpusda DKI Jakarta, Monumen Pancasila Sakti. Kajian juga dilakukan di kota Batavia yang kini menjadi pusat Jakarta serta Masjid terbesar di Asia Tenggara, masjid Istiqlal.
“Selasa dan Rabu tanggal 16- 17 Mei 2023 kemarin, keluarga besar Prodi Pendidikan Sejarah, bersama panitia KKL Nasional Sejarah Tahun 2023, dan juga pihak Biro Mitra Tour Purwokerto, melakukan evaluasi kegiatan KKL Nasional Prodi, yang pada tahun ini dilaksanakan pada hari Rabu-Sabtu, tanggal 10- 13 Mei 2023. KKL Nasional tersebut diikuti semua angkatan baik semester 2, 4, 6 maupun 8,” jelasnya.
Telusur Sumber, Jejak dan Edu Sejarah
KKL tersebut merupakan syarat akademik selama menjadi mahasiswa S1 Sejarah, sesuai kurikulum untuk dapat melaksanakan dua kali KKL Nasional Sejarah.
Dijelaskan, bahwa KKL Sejarah secara Nasional, bukan sekedar upaya menyegarkan kepala dan fikiran ditengah banyaknya tugas akademik, namun juga menjadi media dalam penelusuran sumber dan jejak- jejak sejarah yang terdahulu.
“Selain itu, KKL Sejarah ini, mampu memberikan edukasi dan pencerahan yang lebih valid dan kredibel. Sebab, selain melaksanakan tugas kelompok di lapangan, mahasiswa juga berlatih praktik mata kuliah Pemanduan Wisata Sejarah di obyek studi yang telah ditentukan sebelumnya, oleh Prodi Sejarah dan panitia KKL,” ungkapnya.
Hal tersebut, lanjut Sumiyatun Septianingsih, akan menjadi sarana yang pas bagaimana seharusnya mahasiswa dan dosen Sejarah menikmatai sebuah perjalanan, yang bernuansa pendidikan namun juga hiburan yang sarat ilmu. Ini yang menjadi fokus penting, tujuan dari KKL Sejarah Nasional, Terhibur dan Teredukasi namun tetap dalam koridor akademisi.
“Obyek studi Sejarah yang dikunjungi sebagai bahan literasi, berada di 3 kota yaitu Cirebon, Bandung dan Jakarta. Literasi tersebut akan menjadi sumber analisis pembuatan video maupun laporan tertulis, yang terbagi dalam 17 kelompok, dengan jumlah dosen pembimbing 6 orang. Evaluasi perjalanan melintasi obyek- obyek Sejarah tersebut, memiliki ragam kisah dan ragam pengalaman, yang masing- masing memiliki keunikannya sendiri,” katanya.
Dari Purwokerto ke Batavia
Menurutnya, perjalanan dari Purwokerto, kota Batavia adalah obyek studi yang paling berkharisma. Selain bergaya kolonial (Eropa), kota ini juga masih menyimpan banyak rahasia. Aura yang ditimbulkannya, dan fasilitas yang diberikan, seakan membuat para pengunjung kembali ke masa- masa saat Batavia menjadi ibukota Hindia Belanda.
“Sepeda antik masa Belanda, baju Noni, wig para Noni dan payung bermodel Eropa, merupakan fasiliats sewaan yang boleh dan bisa dinikmati oleh para pelancong, dalam dan luar negeri, termasuk kami para rombongan dari Prodi Pendidikan Sejarah FKIP UMP. Ya, sebuah simulasi pakaian yang identik dengan keluarga para kolonial Belanda pada abad XVII di Batavia”, pungkasnya menambahkan.
“Melalui fasilitas tersebut pula, para penikmat, khususnya ketika menjelang senja, mata para pengunjung akan dimanjakan oleh cakrawala matahari di ujung Barat Batavia. Suasana yang bisa jadi akan mengingatkan lagi luka lama, jika kembali ke balik peninggalan kolonial diantara gedung- gedung tua berjejer rapih, yang ada di Batavia ini”, tambahnya di akhir pertemua kami. (septian)