Bahagia dengan Amal Kebaikan

Bahagia

Foto Ilustrasi Unsplash

Bahagia dengan Amal Kebaikan

Oleh: Tito Yuwono

Salah satu kenikmatan

Diberikan ilham oleh Tuhan

Senang dan bahagia dengan beramal kebaikan

Jauh dari maksiat dan keburukan

 

Ikhtiar untuk menjaganya

Terus menimba ilmu agama

Berusaha komitmen melaksanakannya

Juga mendakwahkan dan bersabar atas segala

Bismillah walhamdulillah, washolatu wassalaamu ‘ala rasulillah,

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah Ta’ala atas segala nikmat yang diberikan kepada kita. Salah satu dari sekian banyak kenikmatan adalah Allah Ta’ala memberikan kita rasa senang dan bahagia dalam berbuat kebaikan. Sebagian manusia, untuk memenuhi kesenangan hati harus membeli tiket menonton konser yang mahal, yang harganya jutaan rupiah. Untuk kesenangan hati, harus datang ke tempat-tempat hiburan yang jauh dari ridho-Nya. Maka kenikmatan berupa kesenangan dan kebahagiaan dalam beramal kebaikan ini perlu kita syukuri, kita rawat serta kita jaga sampai hayat kita.

Untuk menjaga suasana hati yang demikian ini secara terus menerus dan istikamah, perlu ikhtiar lahir dan batin. Diantaranya adalah menuntut ilmu, terutama mengikuti majelis taklim rutin, membaca buku, dan mengikuti dakwah online. Hadirnya kita di majelis taklim akan bermanfaat banyak hal, diantaranya menambah ilmu dan wawasan, jiwa dan hati termotivasi untuk melaksanakan ajaran agama dengan baik serta silaturahim yang akan menambah kebahagiaan kita. Ketika hadir di majelis taklim terkadang kita telah mengetahui apa yang disampaikan penceramah. Namun ada sisi-sisi yang kita memerlukan motivasi, pembersihan jiwa, penguatan hati untuk menjalankan perintah agama.

Ikhtiar yang kedua adalah melaksanakan sedikit demi sedikit ilmu yang kita dapat dari pengajian-pengajian yang kita ikuti. Sehingga menjadi ilmu yang berbuah pada amal. Sebagaimana pohon yang berbuah. Inilah yang kita mohon di setiap sholat kita. Yaitu kita memohon ditunjuki jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang diberi nikmat bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan bukan jalannya orang-orang yang sesat. Sebagaimana dalam surat alfatihah ayat 6 dan ayat 7.

ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ

Artinya: Tunjukilah kami jalan yang lurus,

صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ

Artinya: (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan al-maghdub (orang yang dimurkai) adalah orang yahudi, dimana orang yahudi ini memiliki pengetahuan namun tidak mengamalkan pengetahuannya. Bahkan berusaha untuk menyelisihi perintah maupun larangan dari Allah Ta’ala.

Kemudian adhdholin (orang-orang yang tersesat) adalah nashara, dimana orang nashara banyak beramal tapi tanpa diserta dengan ilmu yang benar. Sehingga Nabi ‘Isa ‘alaihissalam dijadikan sebagai tuhan, diibadahi, disembah, dipanjatkan doa-doa.

Sebagai seorang muslim, kita berusaha untuk tidak dimurkai dan juga tidak termasuk golongan yang sesat. Dengan cara mengamalkan ilmu pengetahuan yang dimiliki, serta amalan-amalan kita mesti disertai dengan ilmu. Hal ini sering dinamakan ilmu-amaliah, amal-ilmiyah.

Ikhtiar selanjutnya yaitu berusaha menyampaikan dan mendakwahkan ilmu yang kita punya dan yang kita amalkan. Dakwah dimulai ke orang-orang yang terdekat, seperti suami/istri, anak, orang tua, serta saudara-saudara dekat. Ketika kita berdakwah/menyampaikan masalah agama maka otomatis kita juga mendakwahkan untuk diri kita sendiri. Sehingga hal ini sangat berperan dalam membuat kita lebih istikamah. Sebagai contoh, ketika kita mengajak anggota keluarga kita untuk jamaah di masjid, otomatis kita juga ada dorongan untuk berjamaah di masjid. Ketika kita mendorong dan mengajak anak-anak kita untuk rutin membaca Al-Quran, otomatis kita termotivasi juga untuk memberikan keteladanan membaca Al-Quran, dan seterusnya.

Ikhtiar keempat adalah bersabar atas ujian-ujian dalam mencari ilmu, mengamalkan ilmu dan bersabar dalam mendakwahkan/menyampaikan ilmu. Mencari ilmu memerlukan kesabaran, diantaranya harus melonggarkan dan meluangkan waktu, harus melakukan perjalanan, harus mengeluarkan harta, mencoba menelaah dan sebagainya. Mengamalkan ilmu juga perlu kesabaran. Untuk bisa istikamah shalat malam rutin memerlukan keteguhan hati dan kesabaran. Untuk rutin melaksanan sholat dhuha juga memelukan kesabaran. Dan lain sebaginya. Kesabaran juga diperlukan ketika kita berdakwah. Terkadang atau mungkin malah sering, apa yang kita sampaikan tidak didengar oleh yang kita nasehati. Tanpa kesabaran, kita tidak akan menjadi penuntut ilmu yang tangguh. Tanpa kesabaran, pengetahuan yang kita punya akan hampa karena tanpa amal. Tanpa kesabaran, kita akan putus asa dan berhenti dalam berdakwah.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan perasaan senang dan bahagia dalam melakukan kebaikan. Dan semoga Allah Ta’ala memberikan istikamah kepada kita semuanya.

Wallahu a’lamu bishshowab. Nashrun minallahi wa fathun qarib.

Tito Yuwono, Dosen Jurusan Teknik Elektro-Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Sekretaris Majelis Dikdasmen PCM Ngaglik, Sleman, Ketua Joglo DakwahMu Almasykuri Yogyakarta

 

Exit mobile version