YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – “Asrama itu menjadi sangat penting apalagi hubungannya dengan Pendidikan Tinggi. Tidak hanya di Barat tapi juga seluruh negeri perguruan tingginya ada asrama. Hanya Indonesia saja yang masih minim perguruan tingginya ada asrama walaupun hanya aspek pelengkap tapi itu sangat penting.”
Prolog dari ustaz Prof Achmad Jaenuri saat menyampaikan materi ke-1 dalam kegiatan pelatihan Leadership dan Manajemen Asrama pada hari Kamis (18/05) yang diselenggarakan oleh ASLAMA PTMA bekerjasama dengan Diktilitbang PP Muhammadiyah dan Universitas Ahmad Dahlan.
Achmad meyampaikan bahwa ada beberapa kepemimpinan yang efektif yaitu pertama kepemimpinan yang mendasarkan pada metode dan cara dalam rangka memperoleh hasil akhir yang bisa sesuai dengan target dan kepemimpinan efektif itu selalu dibantu dari tata administrasi yang bisa disebut birokrasi (seni tata administrasi yang didasarkan pada prinsip efektif) dalam rangka mencapai tujuan ekonomi itu. Dan untuk mendapatkan hasil yang banyak, maka perlu didukung oleh tatanan birokrasi yang prinsipnya efektif dan efisien.
“Jadi kita nggak birokrasi itu maknanya 180% berbeda, semakin banyak meja yang dilalui dalam sebuah proses administrasi itulah birokrasi. Sehingga orang menyebut birokrasi itu negatif maknanya padahal dulu birokrasi sangat efisien dan efektif”. Tuturnya.
Oleh karena itu, di dalam pengelolaan lembaga perlu merekrut banyak komponen terutama di amal usaha Muhammadiyah. Inspiratif merupakan dorongan moral untuk melakukan sesuatu yang kreatif dan satu prinsip yang penting adalah bahwa kepemimpinan efektif harus di back up oleh tata administrasi yang birokratis.
“Persoalan yang sering kita hadapi oleh persyarikatan dalam kaitannya dengan pengelolaan amal usaha Muhammadiyah itu karena konteksnya lebih dekat dengan PTMA. Amal usaha PTMA tidak tercukupinya kader pemimpin ideal dalam mengelola, ini persoalannya kadang-kadang terlalu banyak amal usaha tapi tidak dibarengi oleh SDM yang memadai.”tambahnya.
Maka, tipe ideal kepemimpinan yang dicari adalah memiliki kompetensi keilmuan dan managerial serta berideologi Muhammadiyah, sehingga terpenuhi hal itu. Dalam konteks PTMA asal melaksanakan program-program perguruan juga ada tarik ulur di internal kader antara yang dianggap asli dan pendatang baru sehingga yang asli Muhammadiyah itu merasa memiliki otoritas daripada yang lain.
“Misalnya saya punya perasaan otoritas memiliki Muhammadiyah dibandingkan dengan teman saya yang menjalani program-program Muhammadiyah dengan lebih konsisten, tetap saja dipandang sebagai orang luar.” Pungkasnya.
Kepemimpinan operasional itu berkaitan dengan kemampuan menjabarkan visi dan misi yang dilakukan dalam rencana strategis dan melalui raker serta lokakarya dalam rangka untuk mengambil sebuah keputusan sebelum program itu dilakukan.
Kedua, kepemimpinan organisasi berkaitan dengan pemahaman tata kerja antar unit dalam organisasi melalui aktivitas koordinasi lintas struktur dan fungsi yang meliputi perencanaan pelaksanaan monev dan tindak lanjut ini rangkaian yang tidak bisa dipisahkan. Jadi, harus sesuatu yang direncanakan dan dilaksanakan lalu dimonitoring dalam rangka mengevaluasi atas tindak lanjut ke depan.
Ketiga, kepemimpinan publik berkaitan dengan kemampuan yang menjadi rujukan keilmuan bagi masyarakat dan kerjasama. Keempat, pemimpin inspiratif dengan menggunakan skema fulviami dengan 7 poin yaitu visi yang jelas, karena hal itu menjadi rujukan dalam rangka mewujudkan sesuatu. Misi, program yang dijalankan dan ada rule atau aturan lengkap. hal itu karena jika tidak ada rule maka akan rawan konflik satu sama lain.
kelima, pimpinan harus memiliki komitmen terhadap Islam, sebagaimana yang sudah dirumuskan secara normatif.
“Di dalam Muktamar Solo bahwa Islam Berkemajuan itu memiliki 5 ciri utama yaitu berlandaskan akidah tauhid. Bahwa tidak hanya dirumuskan dalam urairan rukun iman tetapi juga pemikiran dan perbuatan kita semata karena Allah. hal ini memunculkan sikap yang ada dalam Muhammadiyah untuk Amar ma’ruf nahi munkar dan hidup-hidupilah Muhammadiyah jangan mencari hidup di Muhammadiyah,” ujarnya.
Inilah Islam berkemajuan yang memiliki komitmen terhadap Islam dan persyarikatan.
Beliau menutup dengan berpesan bahwa pentingnya menguatkan ideologi. Kaena ideologi merupakan sebuah rumusan yang digali dari sumber ide pemikiran-pemikiran para tokoh Muhammadiyah yang tujuanya dalam rangka untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. (Badru Tamam)