BANDA ACEH, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Aceh yang diwakili oleh Ketua Majelis Hukum dan HAM, Dr H. Yusri ZA, S.H, M.H. mengusulkan agar SNP (Standar, Norma, dan Pengaturan) yang dikonsultasikan dengan kelompok civil society menjadi bahan penyusunan norma hukum oleh penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu dan DKPP).
“Sebaiknya SNP ini dibingkai dalam bentuk produk hukum KPU, dimana Peraturan KPU juga merupakan produk peraturan perundang-undangan”. Ujar Yusri, yang juga Dosen Senior di Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) dan juga di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Aceh (UNMUHA). Senin (29/5/2023)
“Hal ini sangat mungkin dilakukan mengingat Komnas HAM memiliki kewenangan atributif dalam mengeluarkan peraturan berdasarkan Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Dalam pasal tersebut tegas dinyatakan bahwa peraturan yang dikeluarkan oleh komisi (termasuk Komnas HAM) yang dibentuk berdasarkan undang-undang, mempunyai kekuatan mengikat sepanjang berdasarkan kewenangan yang dimilikinya. Sehingga, atas dasar kekuatan mengikat tersebut maka setiap peraturan yang dikeluarkan oleh Komnas HAM harus ditindaklanjuti dan dilaksanakan oleh setiap Lembaga/kementerian dan institusi terkait lainnya, termasuk KPU sebagai penyelenggara Pemilu”, kata Yusri.
Pendapat di atas disampaikan oleh perwakilan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Aceh pada acara Konsultasi Publik Standar, Norma dan Pengaturan Pemilu dan Hak Hak Kelompok Rentan di Hotel Hermes Banda Aceh.
Acara Konsultasi Publik dan Diskusi tersebut diselenggarakan secara nasional oleh Komnas HAM bekerjasama dengan Komnas Perwakilan Aceh. Acara penting ini diikuti oleh 10 Kelompok Sipil, termasuk Muhammadiyah Aceh guna membahas tentang Rancangan Norma, Prosedur dan Pengaturan Hak-Hak Kelompok Rentan yang dapat dijadikan acuan dan panduan bagi penyelenggara pemilu yang akan datang. (Agusnaid B/ Riz)