Masjid yang Memakmurkan Umat
Oleh: Ahsan Jamet Hamidi
Masjid Al-Falah Sragen didirikan pada tahun 1956, di lokasi bekas Pabrik Gula Mojo. Letaknya berdekatan dengan Stasiun Kereta Api, di tengah Kota Sragen. Posisinya strategis, menjadi perlintasan para pengguna kendaraan yang hendak bepergian ke Jawa Tengah atau Jawa Timur. Masjid ini menjadi persinggahan.
Pengunjung senang saat singgah di Masjid yang nyaman, aman, adem, bersih dan penuh keramahan layanan ini. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sholat lima waktu. Mereka bisa menggunakan fasilitas toilet, kamar mandi seperlunya. Para pengunjung diperbolehkan menikmati makanan, minuman (jahe, teh, kopi, air mineral) yang tersedia, bahkan tempat menginap gratis.
Jika ingin makanan diluar yang tersedia, pengunjung bisa membelinya dari kantin-kantin di area masjid. Ada kopi, teh, aneka jus buah, es krim standar cafe, tetapi harga terjangkau. Tempat bermain anak-anak pun ada. Bagi yang hendak menginap di Masjid, bisa menghubungi pengelola. Ada kasur, bantal dan kubikal yang bersih dan wangi.
Pengelola Masjid menyediakan beberapa kotak amal berukuran besar. Ini simbol, bahwa kotak besar, seharusnya diisi oleh uang yang bernilai besar juga. Selain itu juga ada petugas professional dari LAZISMU. Mereka akan memberikan layanan jasa konsultasi, menerima dan menyalurkan dana sedekah, infaq, hingga zakat. Dana yang disalurkan melalui lembaga ini tentu dijamin kemanfaatannya secara baik. Sistem pengelolaan keuangan di lembaga ini sangat teruji dan selalu dikontrol secara ketat.
Masjid ini sengaja didisain agar bisa menjadi sentra kegiatan ummat Islam secara nyaman dan aman. Selain untuk ibadah dan pengajian, tersedia fasilitas nongkrong, ngopi, makan sambil bisa menggunakan wifi gratis, seperti di cafe. Tentu ada tata krama yang harus disesuaikan dengan standar rumah ibadah. Ketika waktu sholat tiba, para pengunjung harus berhenti sejenak untuk sholat berjamaah, lalu bisa meneruskannya kembali.
Masjid Al Falah selalu menyediakan makanan buka puasa dan sahur hingga ribuan porsi dalam satu hari. Di luar bulan puasa, juga tersedia makanan buka puasa bagi yang berpuasa Senin dan Kamis. Dari luas tanah yang dimiliki, ada bagian bangunan yang disewakan untuk layanan hajatan pernikahan. Saya tidak menampilkan angka, karena angka bisa mengaburkan substansi. Besar dan banyak di Sragen, mungkin bisa bernilai kecil di tempat lain. Berapa jumlah rupiah yang berhasil dikumpulkan dan dikeluarkan oleh Masjid ini setiap bulannya. Berapa jumlah orang yang mengikuti sholat jamaah dan mengikuti pengajian, tidak perlu saya sebutkan.
Sistem keamanan di Masjid ini sudah terbangun secara baik. Ada CCTV yang terpasang di semua sudut. Ada petugas keamanan yang selalu siaga 24 jam. Bagi jamaah yang merasa kehilangan barang di dalam Masjid, lalu melaporkannya secara benar kepada pengelola, maka pihak Masjid akan menggantinya. Tentu ada proses verifikasi, dan sistem pelaporan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Semua layanan baik tersebut mampu dipenuhi karena manajemen Masjid dikelola secara professional. Indikator itu bisa dilihat dari sistem pengelolaan keuangan yang bertumpu pada prinsip transparans, akuntabel dan terkontrol secara ketat. Masjid ini memiliki 35 karyawan yang digaji dengan standar di atas UMR Kota Sragen. Ada 6 Imam Masjid yang masing-masing digaji melebihi UMR. Selebihnya adalah petugas azan, kebersihan, keamanan, dan Tim IT.
Sistem penerimaan dan pengelolaan dana Masjid diserahkan sepenuhnya kepada LAZISMU (Lembaga Amil Zakat Infaq Muhammadiyah). Kinerja lembaga ini sangat bisa dipertanggungjawabkan. Kinerjanya dilaporkan dan dievaluasi secara berjenjang. Semua kegiatan masjid bisa terlaksana berkat dukungan dari kinerja BUMM (Badan Usaha Milik Masjid) yang dibentuk dan bekerja secara professional dalam pengelolaan sistem pendapatan Masjid. Ini ciri professionalitas lainnya.
Aktor Penting
Masjid AL Falah terbukti mampu menumbuhkan manfaat bagi ummat. Capaian itu tidak lahir dari warisan nenek moyang. Ia telah direncanakan dengan matang. Mereka terus bekerja berdasarkan pengalaman. Hingga saat ini, para pengurus Masjid pun masih merasa belum puas dengan capaian itu. Upaya pembaharuan masih terus akan dilakukan agar bisa menyesuaikan dengan tuntutan zaman.
Salah satu aktor penting di balik capaian itu adalah Mas Kusnadi Ikhwani. Saat ini menjadi Ketua Takmir Masjid. Ia juga menjadi salah satu Pengurus Pusat Muhammadiyah, di Lembaga Pengembangan Cabang, Ranting dan Pengembangan Masjid. Lelaki berbadan kekar mirip seorang tentara ini sangat teguh memegang prinsip penting dalam mengelola Masjid. Salah satunya dalam hal pengelolaan keuangan. ”Takmir Masjid tidak boleh mengelola uang Masjid. Jika uang dikelola Takmir, nanti uang itu seperti masuk surga. Begitu sudah masuk, susah keluarnya”. Begitu selorohnya.
Dia memiliki latar belakang sebagai pengusaha makanan yang berkali kali mengalami jatuh bangun. Saking seringnya jatuh dan kembali bangun, ia sudah tidak lagi bisa merasakan perbedaannya. Sejak umur 46 tahun, dia sudah tidak lagi bersentuhan dengan dunia bisnis. 35 outlet usaha ayam geprek miliknya, telah diserahkan kepada pihak lain untuk dikelola secara professional. 24 jam waktunya diwakafkan untuk mengurus Masjid. Sebagai pribadi yang terus berusaha mencapai level kepasrahan, ia sudah merasa selesai dengan urusan biaya hidup. Baginya, sisa hidupnya adalah ikhtiar untuk mewujudkan manfaat untuk orang banyak.
Prinsip Memakmurkan Masjid
Pria berumur 54 tahun ini adalah pribadi yang walk the talk. Berusaha konsisten, menjalankan apa yang ia ucapkan. Baginnya, hidup tidak perlu banyak gagasan, tetapi harus kreatif dan kaya pelaksanaan. Gagasan besar itu bagus, tapi tidak berarti apa-apa, ketika tidak segera dijalankan. Sebaliknya, tindakan yang tidak didahului dengan gagasan matang, seperti berjalan di ruang gelap tanpa penerang. “Saya adalah man of action, bukan man of idea”. Ujarnya mantab.
Prinsip Memakmurkan Masjid
Seorang Takmir Masjid, harus diberi keleluasaan dan kebebasan dalam menjalankan gagasan baiknya. Setiap kegagalan perlu dievaluasi. Tetapi, kesempatan kedua dan ketiga perlu diberikan sebagai stimulus bagi pelakunya. Gagasan Mas Kusnadi untuk menaikkan gaji Imam Masjid menjadi 4 kali lipat dari standar UMR, dan ide membuka layanan Masjid selama 24 jam, awalnya juga ditolak.
Mengapa akhirnya bisa diterima? Karena gagasan itu langsung ia jalankan dengan sungguh-sungguh. Perdebatan hanya sekali terjadi di ruang rapat. Selebihnya harus berkonsentrasi pada pelaksanaan. Orientasi hidup Mas Kusnadi memang selalu pada praktik, bukan gagasan.
Prinsip kedua, adalah menyerahkan pengelolaan keuangan kepada ahlinya. Dalam hal ini, kepada LAZISMU. Lembaga ini sangat berpengalaman, piawai dan mampu bekerja dalam situasi apapun. Kerjasama dengan lembaga ini begitu meringankan banyak beban para pengurus Masjid. Mereka bisa fokus pada pelaksanaan kegiatan, tanpa direpotkan oleh pencarian dana dan pelaporan kegiatan.
Dalam manajemen Masjid, tidak banyak teori yang dikisahkan oleh Mas Kusnadi. Tetapi banyak cerita dari hasil kerja praktik yang selalu bisa diteladani.
Ahsan Jamet Hamidi, Wakil Sekretaris LPCRM Pimpinan Pusat Muhammadiyah