Dakwah pencerahan ialah usaha-usaha menyebarluaskan dan mewujudkan ajaran Islam sehingga melahirkan perubahan ke arah yang lebih baik, unggul, dan utama dalam kehidupan pemeluknya dan menjadi rahmat bagi masyarakat luas di semesta alam. Dakwah pencerahan dalam setiap usahanya bersifat membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan di segala bidang dan lingkup menuju raihan terwujudnya peradaban yang utama. Dakwah yang demikian memerlukan pembaruan terus menerus sehingga bersifat unggul dan alternatif.
Dakwah secara konseptual merupakan usaha mengajak pada Islam secara secara demokratis, bukan monolitis dan paksaan. Tak ada sebuah istilah yang paling demokratis dalam mozaik ajaran Islam kecuali kata dakwah.
Dakwah berasal dari akar kata “da’a-yad’u-da’wata”, artinya memanggil, menyeru, dan menjamu. Yakni memanggil, menyeru, dan menjamu orang agar mau berada di jalan Allah menuju keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Artinya, dakwah dalam pandangan dan praksis apapun meniscayakan pendekatan, strategi, dan cara yang berproses secara terbuka dan timbal-balik, bukan yang tertutup dan monolitik. Dakwah itu harus cerdas-bijaksana (bil-hikmah), edukatif yang baik (wal al-mauidhat al-hasanah), dan dialogis yang unggul (wa jadil-hum bi-latiy hiya ahsan) sebagaimana dititahkan Allah (Qs Al-Nahl: 125).
Adapun secara definitif, dakwah menurut Muhammadiyah ialah ”panggilan atau seruan bagi umat manusia menuju jalan Allah (Qs Yusuf: 108) yaitu jalan menuju Islam (Qs Ali Imran: 19)”. Dakwah sebagai “upaya tiap Muslim untuk merealisasikan (aktualisasi) fungsi kerisalahan dan fungsi kerahmatan”. Fungsi kerisalahan dari dakwah ialah “meneruskan tugas Rasulullah (Qs Al-Maidah: 67) menyampaikan dinul-Islam kepada seluruh umat manusia (Qs Ali Imran: 104, 110, 114)”. Sedangkan fungsi kerahmatan berarti “upaya menjadikan (mengejawantahkan, mengaktualkan, mengoperasionalkan) Islam sebagai rahmat (penyejahtera, pembahagia, pemecah persoalan) bagi seluruh manusia (Qs Al-Anbiya: 107)”.
Setiap usaha dakwah Islam oleh siapa, kapan, dan di mana pun haruslah membawa pencerahan dari keadaan “al-dhulumat” atau sistem yang gelap-gulita kepada kondisi yang serba “al-nur” atau penuh cahaya yang terang di segala lapangan kehidupan. Dalam bidang sosial-politik, sosial-ekonomi, sosial-budaya dan aspek-aspek lainnya melalui dakwah harus terbangun kehidupan umat manusia setahap demi setahap menuju pada kondisi yang cerah dan mencerahkan. Melalui dakwah haruslah terjadi bahwa Islam benar-benar menjadi rahmatan lil-‘alamin di Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya.
Bagi umat Islam maupun Muhammadiyah sebagai kekuatan umat muslim dakwah pencerahan harus menjadi arus utama dan strategi utama, bahkan usaha-usaha dakwah itu sendiri haruslah mencerahkan. Umat dan masyarakat luas harus melakukan “takhrij min al-dhulumat ila al-nur” dalam segala aspek dan lapangan kehidupan.
Jika umat Islam sebagai mayoritas masih jauh dari ajarannya, tertinggal di banyak bidang kehidupan, besar kuantitas tetapi minim kualitas, merasa asing di rumahnya sendiri, sulit bersatu dan masih saling bermusuh-musuhan, serta kalah dalam banyak hal dari umat atau bangsa lainnya maka berarti usaha-usaha dakwah Islam belum bersifat mencerahkan. Apalagi manakala atas nama dakwah terjadi pemunduran kehidupan umat, maka dakwah seperti itu seara tidak disadari bersifat penggelapan, yang tentu saja bertentangan dengan jiwa dan prinsip dakwah sendiri.
Usaha-usaha dakwah untuk mewujudkan Islam dalam kehidupan sebagaimana dilakukan Muhammadiyah maupun gerakan Islam lainnya haruslah membawa dan bersifat mencerahkan. Sejatinya, dengan sifatnya yang demokratis dan membawa perubahan menuju ke jalan Allah yang menyelamatkan kehidupan umat manusia di dunia dan akhirat, maka dakwah Islam itu berwatak pencerahan.
Sebaliknya, bukanlah dakwah kalau tidak menyinari atau tidak mencerahkan kehidupan, baik kehidupan para pemeluknya maupun umat manusia keseluruhannya. Dengan kata lain, dakwah Islam haruslah dakwah pencerahan. (Imron Nasri)
Sumber: Majalah SM Edisi 18 Tahun 2021