Shalat untuk Menjemput Rahmat (12)
Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Nifʻan Nazudi
Pada Shalat untuk Menjemput Rahmat (11) telah diuraikan tiga subtopik, yaitu (1) bangun dari sujud untuk duduk iftirasy sambil membaca takbir, (2) bangun dari sujud seraya membaca takbir (tanpa mengangkat tangan) dan duduk, dan (3) melaksanakan shalat rakaat kedua.
Kaifiat tentang bangun dari sujud untuk duduk iftirasy yang perlu kita pahami kembali adalah duduk iftirasy kita lakukan dengan cara menjulurkan kaki kiri ke kanan dan pantat duduk di atasnya, sedangkan telapak kaki kanan ditegakkan dengan jari-jari kaki ditekuk dan ujungnya mengarah ke kiblat; meletakkan telapak tangan kanan di atas ujung paha kanan dekat dengan lutut dan telapak tangan kiri di atas ujung paha kaki kiri dekat dengan lutut; dengan jari-jari tangan sedikit merenggang dan mengarah ke kiblat, serta ujung-ujung jari sampai ke lutut.
Jadi, tangan tidak memegang lutut dan ujung jari mengarah ke kiblat. Jari-jari tidak melampaui lutut.
Sementara itu, bangun dari sujud kedua kita lakukan dengan membaca takbir lebih dulu tanpa mengangkat tangan dan duduk―seperti duduk iftirasy―sebentar, kemudian, berdiri dengan menekankan telapak tangan pada tempat sujud untuk mengerjakan rakaat yang kedua. Jadi, sebelum berdiri kita duduk iftirasy lebih dulu dan tangan kita tidak mengepal ketika akan berdiri.
Adapun doa ketika duduk di antara dua sujud adalah
Allāhummagfir lī warḥamnī wajburnī wahdinī warzuqnī (“Ya, Allah. Ampunilah hamba, belas kasihanilah hamba, cukupilah hamba, beri petunjuklah hamba, dan beri rezekilah hamba.”) Ada yang menambah doa itu dengan waʻāfinī waʻfuʻannī.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian juga adalah tumakninah. Duduk iftirasy dilakukan dengan tumakninah.
Shalat untuk Menjemput Rahmat (12) ini berisi uraian tentang duduk tasyahud akhir untuk mengakhiri shalat. Pada shalat yang terdiri atas dua rakaat, kita lakukan tasyahud akhir setelah bangun dari sujud kedua pada rakaat kedua. Berikut ini diuraikan kaifiatnya sebagaimana diuraikan di dalam HPT 3 (hlm. 578-583).
- Tata Cara Duduk Tasyahud Akhir: Duduk Tawaruk untuk Menutup Shalat
Duduk tasyahud akhir kita lakukan dengan duduk tawaruk. Duduk tawaruk adalah duduk dengan memasukkan (memajukan) kaki kiri di bawah kaki kanan, sedangkan telapak kaki kanan ditegakkan dengan jari-jari ditekuk dan ujung-ujungnya mengarah ke kiblat dan duduk dengan bertumpukan pantat di atas lantai (di tempat shalat).
Adapun kaifiat duduk tawaruk tersebut berdasarkan hadis, yang transkrip dan maknanya sebagai berikut.
Hadis Abū Ḥumaid as-Saʻidī Riwayat al-Bukhari
“Dari Abū Ḥumaid as-Saʻidī [diriwayatkan bahwa dia berkata], Aku paling banyak mengingat shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di antara kalian. Aku melihatnya ketika bertakbir, beliau mengangkat kedua tangannya setentang dengan bahunya dan apabila rukuk meletakkan kedua tangannya pada lututnya; lalu, membungkukkan punggungnya. Apabila mengangkat kepala, beliau meluruskan (badannya) sehingga semua tulang-tulang kembali pada tempatnya. Kemudian, apabila bersujud, beliau meletakkan kedua telapak tangannya dengan tidak membentangkannya dan tidak pula menggenggam keduanya, serta menghadapkan ujung-ujung jari kakinya ke arah kiblat. Kemudian, apabila duduk pada rakaat kedua, beliau duduk di atas kaki kirinya dan mendirikan tapak kaki kanannya dan apabila duduk pada rakaat yang terakhir, beliau majukan kaki kirinya ke depan dan mendirikan tapak kaki yang lain (kanan), dan duduk di tempat duduknya.”
Hadis Abū Ḥumaid as-Saʻidī Riwayat Abū Dawud
“Dari Muhammad Ibn ‘Umar Ibn ‘Ațā’ [diriwayatkan bahwa] dia berkata, Saya mendengar Abū Ḥumaid as-Saʻidī berkata di tengah-tengah sepuluh sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya adalah Abū Qatādah, Abū Ḥumaid berkata, Aku lebih mengetahui tentang shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka berkata, Kenapa demikian? Demi Allah, padahal kamu bukanlah orang yang sering menyertai beliau dan bukan pula orang yang paling dahulu menjadi sahabat beliau daripada kami. Dia berkata, Ya, benar. Mereka berkata, Jika demikian, jelaskanlah. Abū Ḥumaid berkata, Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hendak memulai shalatnya, beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya; kemudian, beliau bertakbir sehingga semua tulang beliau kembali pada tempat semula dengan lurus. Lalu, beliau membaca (bacaan shalat); kemudian, beliau bertakbir sambil mengangkat kedua tangan sampai sejajar dengan kedua bahu; lalu, rukuk dengan meletakkan kedua telapak tangan di atas kedua lutut; kemudian, meluruskan (punggung dan kepala) tidak menundukkan kepala dan juga tidak menengadah. Setelah itu, beliau mengangkat kepala sambil mengucapkan, “Samiʻallahu liman ḥamidah”. Kemudian, beliau mengangkat kedua tangan sehingga sejajar dengan kedua bahu sampai lurus; lalu, mengucapkan “Allahu akbar”. Setelah itu, beliau turun ke lantai; lalu, merenggangkan kedua tangannya dari kedua lambungnya; kemudian, beliau mengangkat kepala dan melipat kaki kirinya dan mendudukinya dengan membuka kedua jari-jari kakinya apabila bersujud; kemudian, mengucapkan “Allahu akbar”. Setelah itu, beliau mengangkat kepala dan melipat kaki kirinya, serta mendudukinya sehingga tulang beliau kembali ke posisinya; kemudian, beliau mengerjakan seperti itu pada rakaat yang lain. Apabila beliau berdiri, setelah dua rakaat, beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangan sampai sejajar dengan kedua bahu sebagaimana beliau bertakbir ketika memulai shalat. Beliau melakukan cara seperti itu pada shalat-shalat yang lain; dan ketika beliau duduk (taḥiyyat) yang ada salamnya, beliau menarik kaki kiri dan duduk secara tawaruk bertumpu pada bagian pantat kirinya (duduk dengan posisi kaki kiri masuk ke kaki kanan). Setelah itu, sepuluh sahabat tersebut berkata, “Benar, kamu; demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat.”
Sementara itu, di dalam riwayat at-Tirmizi, lafal hadis tersebut berbunyi sebagaimana, yang transkrip dan maknanya sebagai berikut.
“… hingga sampai pada rakaat terakhirnya, di mana shalatnya akan berakhir, beliau memajukan kaki kirinya ke depan dan mendirikan tapak kaki yang lain (kanan) dan duduk pada bagian kiri pantatnya secara tawaruk; lalu mengucapkan “salam”. [at-Tirmizi]
Di dalam HPT 3 (hlm. 580) dijelaskan bahwa hadis-hadis tersebut berisi penjelasan secara tegas bahwa pada setiap duduk tasyahud akhir yang di dalamnya ada salam untuk mengakhiri shalat, cara duduk tasyahudnya adalah duduk tawaruk. Pernyataan duduk tasyahud yang ada salamnya untuk mengakhiri shalat itu adalah pernyataan umum yang mencakup shalat dua rakaat, tiga rakaat, dan empat rakaat.
Di dalam hadis Abū Ḥumaid as-Saʻidī Riwayat al-Bukhari disebutkan bahwa “apabila duduk pada rakaat kedua, beliau duduk di atas kaki kirinya”. Maksudnya adalah duduk tasyahud awal sebagaimana terdapat pada shalat tiga rakaat atau empat rakaat.
Hal itu dapat kita ketahui dengan jelas dari hadis itu sendiri. Jadi, pendapat bahwa hadis riwayat al-Bukhari menunjukkan kepada duduk iftirasy pada rakaat kedua di dalam shalat dua rakaat adalah pendapat yang marjuh, sedangkan yang rajih adalah pendapat bahwa pada setiap duduk tasyahud akhir yang padanya ada salam, baik shalat dua rakaat, tiga rakaat, maupun empat rakaat, maka duduknya adalah duduk tawaruk.
- Meletakkan Kedua Telapak Tangan di atas Kedua Lutut dan Mengacungkan Jari Telunjuk
Pada saat duduk tawaruk, kita meletakkan kedua telapak tangan di atas kedua lutut, dengan menghamparkan jari-jari tangan kiri di atas lutut kiri. Jari kelingking, jari manis, dan jari tengah tangan kanan digenggam, dan ibu jari tangan kanan menyentuh jari tengah tangan kanan dan jari telunjuk tangan kanan diacungkan pada saat memulai membaca doa tasyahud (at-taḥiyyātu lillāh).
Tata cara duduk tawaruk itu didasarkan hadis-hadis, yang transkrip dan maknanya sebagai berikut.
- Hadis Abū Ḥumaid as-Saʻidī di dalam riwayat al-Bukhari sebagaimana telah dikutip transkrip dan maknanya
- Hadis ‘Amir Ibn ‘Abdullah Ibn az-Zubair, yang transkrip dan maknanya sebagai berikut.
“Dari ‘Amir Ibn ‘Abdullah Ibn az-Zubair, dari ayahnya [diriwayatkan bahwa] ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika duduk bertasyahud, beliau letakkan tangan kanannya di atas paha kanannya, dan tangan kirinya di atas paha kirinya, dan beliau menunjuk dengan jari telunjuknya, dan beliau letakkan ibu jarinya pada jari tengahnya, sedangkan telapak tangan kirinya menggenggam lututnya.” [HR Muslim]
- Hadis lain dari ‘Amir Ibn ‘Abdullah Ibn az-Zubair
“Dari ‘Amir Ibn ‘Abdullah Ibn az-Zubair, dari ayahnya [diriwayatkan bahwa] ia berkata, Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika duduk bertasyahud, beliau meletakkan tangan kanannya di atas paha kanannya, dan tangan kirinya di atas paha kiri, serta menunjuk dengan jari telunjuknya, dan telapak tangan kirinya menggenggam lututnya.” [HR Muslim]
- Hadis Ibn ‘Umar
“Dari Ibn ‘Umar [diriwayatkan] bahwa apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam duduk membaca tasyahud, beliau meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya dan meletakkan tangan kanannya di atas lutut kanannya, dan beliau lingkarkan jarinya sehingga membentuk angka lima puluh tiga, dan beliau menunjuk dengan jari telunjuknya.” [HR Muslim]
- Hadis ‘Abdullah Ibn az-Zubair
“Dari ‘Abdullah Ibn az-Zubair [diriwayatkan] bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menunjuk dengan jari telunjuknya apabila bertasyahud dan tidak menggerakkannya.” [HR Abū Dawud, an-Nasa’i, Abū Dawud dan Ibn Ḥibban]
Sementara itu, di dalam hadis Waʻil Ibn Hujr riwayat Ahmad, an-Nasa’i, Abū Dawud, Ibnu Majah dan al-Baihaqi dijelaskan, yang maknanya sebagai berikut.
“…kemudian, beliau [Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam] mengangkat jari telunjuknya dan saya melihatnya menggerak-gerakkannya sambil berdoa dengannya (membaca doa tasyahud).”
Di dalam HPT 3 (hlm. 582-583) dijelaskan sebagai berikut. Hadis bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggerak-gerakkan jari telunjuknya ketika tasyahud” di dalam riwayat tersebut mengandung anomali (syuzuz/penyimpangan) yang dilakukan oleh Zaʻidah, salah seorang rawi di dalam sanad hadis tersebut. Semua sejawatnya seperti Syuʻbah, Sufyān aṡ-Ṡaurī, Sufyān Ibn ‘Uyaimah, Zubair, Abū ‘Awānah, dan lain-lain yang semuanya merupakan rawi-rawi terpercaya yang meriwayatkan hadis itu dari guru mereka, ‘Āsim Ibn Kulaib, meriwayatkan hadis itu dengan menyebutkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menunjuk dengan jari telunjuknya.”
Mereka sama sekali tidak menyebutkan “beliau menggerak-gerakkan jari telunjuknya.” Hanya Zaʻidah di antara murid ‘Āsim yang menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggerak-gerakkan jari telunjuk sehingga karenanya riwayat Zaʻidah ini dinyatakan syaz (mengandung anomali).
Oleh karena itu, al-Baihaqi, sebagai salah seeorang mukharij dari hadis ini, menyatakan, “Kemungkinan maksud “menggerak-gerakkan telunjuk” itu adalah mengacungkannya, bukan menggerakkan dengan memutar-mutarnya.” [al-Baihaqi, as-Sunan Kubrā, II, 189, hadis nomor 2787).
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Waʻil menceritakan bahwa sebagian orang terkadang tampak menggerak-gerakkan jari telunjuknya yang terlihat dari gerakan di bawah jubah mereka adalah karena kedinginan pada musim dingin [Ahmad, al-Musnad, XXX, 160, hadis nomor 188870]
Berdasarkan penelitian Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, belum ditemukan hadis yang dapat dijadikan dasar yang kuat bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggerak-gerakkan telunjuk ketika tasyahud, kecuali di dalam mazhab Maliki. Menurut mazhab Maliki, telunjuk digerak-gerakkan ke kanan dan ke kiri secara pelan ketika tasyahud.
Allahu a’lam
Mohammad Fakhrudin, warga Muhammadiyah tinggal di Magelang Kota
Nif’an Nazudi, dosen al-Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Purworejo