Peran Orang Tua Dalam Membentuk Mental Anak
Oleh: Amalia Irfani
Mungkin diantara kita pernah mengalami jenuh, bosan dalam belajar atau menuntut ilmu. Rutinitas berulang di sekolah dengan banyaknya pekerjaan rumah dan sulitnya mengatur waktu menjadi satu sebab mengapa ada pelajar yang cepat menyerah dengan keadaan. Pasca Covid 19 misalnya banyak didapati remaja putus sekolah karena mengalami Kejenuhan belajar (learning plateu). Hal lain yang menjadi sebab munculnya jenuh adalah tidak ada motivasi dari lingkungan. Orang tua yang kurang peduli dengan keadaan anak. Anak kurang sentuhan orang tua biasanya akan mencari perhatian lain sebagai pelampiasan. Hal yang realitasnya akan jadi suatu penyesalan jika tidak segera diantisipasi.
Pentingnya peran orang tua dalam membentuk mental anak agar tangguh dalam belajar tidak lepas dari pemahaman dan kesiapan diri saat memutuskan untuk menikah dan mempunyai anak. Banyak ditemukan remaja memutuskan menikah tetapi belum memiliki cukup ilmu dan pemahaman tentang makna menikah dan pengasuhan anak selain usia yang masih sangat rentan melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Rutinitas mengais rezeki juga salah satu penyebab banyak orang tua yang tidak dapat memberikan kebutuhan gizi berupa perhatian kepada anaknya. Kedangkalan pemahaman agama pun disinyalir sebagai salah satu sebab pemicu disamping karena permasalahan ekonomi.
Orang Tua dan Pembentukan Mental Anak
Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak dalam mencapai tahapan tertentu yang akan menghantarkan anak agar siap dalam kehidupan bermasyarakat. Orang tua wajib mengajarkan arti penting mencintai Allah SWT dan RasulullahNya diatas cinta kepada yang lain.
Sejak dini orang tua juga harus membiasakan anak dengan sifat sabar, syukur, ikhlash, ridha,ikhtiar, dan tawakal hanya kepada Allah. Keyakinan kepada qadha dan qadar juga harus ditanamkan agar kehidupan anak kelak dapat dilewati atas dasar kesyukuran kepada Allah SWT. Menanamkan berbagai sifat baik bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan, selain harus mempunyai ilmu, orang tua harus memiliki komitmen pada hasil baik. Kerjasama bersama pasangan (suami-istri) merupakan keharusan yang harus selalu dijaga, di pupuk agar tetap kokoh.
Membentuk kemudian menjaga mental anak mutlak harus dilakukan oleh orang tua, jika ingin anaknya juga bermental tangguh (sehat mental). Menurut WHO, kesehatan mental adalah kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar. Alquran menyebut bahwa ketenangan jiwa bisa dicapai dengan berzikir kepada Allah SWT. Ketakwaan dan sikap yang baik adalah metode efektif untuk mencegah rasa takut dan rasa sedih berlebihan yang sering dialami anak atau bahkan oleh orang tua sekalipun. Allah SWT berfirman dalam surat Ar Rad, ayat 28, yang artinya:” (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
Menjaga Mental Anak Zaman Now
Zaman boleh berubah, kebutuhan diri dan sosial manusia juga boleh berbeda. Namun, tidak keyakinan, kedekatan dan kepasrahan kita kepada Illahi. Hal ini merupakan dinamika hidup yang akan dihadapi manusia sepanjang bumi berotasi.
Begitupun dengan keinginan orang tua yang ingin anak-anaknya sebagai Qurrota a’yun yakni keturunan yang mengerjakan ketaatan, sehingga dengan ketaatannya itu membahagiakan orang tuanya di dunia dan akhirat. Maka orang tua pun harus menyiapkan bekal untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Berikut trik yang tidak usang sepanjang zaman untuk menjaga mental anak agar strong sesuai zamannya. Diantaranya, menjaga komunikasi dan tidak pilih kasih. Disadari atau tidak, kelekatan anak kepada orang tuanya karena efektifnya komunikasi, karena anak selalu merasa istimewa dan tidak merasa diperlakukan berbeda dari saudaranya.
Orang tua harus bisa menjaga ritme tersebut dengan tidak membedakan satu anak dengan anak yang lain hanya karena suatu alasan tertentu. Anak yang diperlakukan berbeda dari saudaranya biasanya akan merasa rendah diri dan tidak termotivasi untuk menjadi pribadi lebih baik, namun malah sebaliknya. Perlakuan tidak sama akan memicu masalah lain yang lebih besar di kemudian hari. Hal ini penting dipahami, penting pula dilakonkan oleh orang tua dalam membesarkan anak.
Amalia Irfani, Mahasiswa Doktoral Sosiologi UMM