Memaknai Ikhlas dalam Bermuhammadiyah

Fathin Hammam

Foto Istimewa

Memaknai Ikhlas Dalam Bermuhammadiyah

Oleh: Fathin Hammam

Tulisan  dibawah ini adalah bahan refleksi dan evaluasi diri dalam menjalani amanat di Muhammadiyah sekaligus renungan menyambut musycab yang akan dilaksanakan oleh PCM se Kab Tegal.

Perlu disadari, bahwa salah satu prinsip yang sangat penting dalam kita beribadah, berdakwah dan bermuhammadiyah adalah memelihara keikhlasan. Motivasi keikhlasan berarti seseorang melakukan segala amal ibadah & dakwah semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT, bukan untuk motif mencari  pujian atau pengakuan dari orang lain. Hal ini seperti dijelaskan oleh  guru kami saat di Madrasah Muallimin Yogya, Prof. Yunahar Ilyas Allahuyarham, dalam bukunya Kuliah Akhlaq, beliau menjelaskan bahwa kriteria ikhlas itu terdiri dari tiga unsur, yaitu:

  1. Ikhlâsh an-niyah (niat yang ikhlas)

Semua daya dan upaya yang dilakukan harus diniatkan semata-mata mencari ridha Allah SWT, dengan hati yang tulus, bukan berdasarkan motivasi lain. Karena dalam Islam faktor niat sangat penting, yang menentukan diterima atau tidaknya amal manusia di sisi Allah SWT.

  1. Itqân al-‘amal (beramal dengan sebaik-baiknya)

Niat yang ikhlas saja tidaklah cukup. Harus dibarengi dengan kesungguhan dan kualitas dalam beramal serta etos kerja dan profesionalitas yang tinggi. Ada atau tidaknya imbalan, tetap bekerja dengan maksimal dan sebaik-baiknya.

  1. Jaudah al-adâ’ (pemanfaatan hasil usaha dengan tepat)

Setelah niat ikhlas dan beramal dengan sebaik-baiknya, selanjutnya adalah bagaimana hasil dari usaha yang telah dilakukan itu dipakai untuk kebaikan dan dalam ridha Allah SWT., tidak diaplikasikan untuk kejahatan atau kemaksiatan.

Demikianlah hakikat ikhlas yang sebenarnya menurut Buya Yunahar Ilyas—Allâh yarham.

tiga kriteria ikhlas itu integral  artinya tidak bisa dipisahkan satu sama lain dalam memahami atau pun menerapkan ikhlas.

Lalu bagaimanakah memaknai ikhlas dalam konteks beraktifitas di muhammadiyah?

Merujuk pada konsep diatas , maka ikhlas dalam konteks bermuhammadiyah bisa di aplikasikan dalam bentuk

1.Siap diamanahi jabatan di posisi manapun.

ikhlas bermuhammadiyah berarti tidak ambisius mengejar jabatan tertentu apalagi kalau sampai melakukan intrik atau money politik dalam pemilihan. Dengan ikhlas maka enjoy saja berkiprah di level manapun. Prinsipnya jabatan jangan di cari tapi jika di amanahi jangan lari, yang penting jika di amanahi tidak mengkhianati.

2.Mengikuti regulasi yg berlaku, ikhlas bermuhammadiyah ditandai dengan menselaraskan diri dengan semua pedoman, peraturan dan kebijakan yang sudah di tetapkan persyarikatan. Ikhlas bermuhammadiyah berarti mau membaca segala rumusan, aturan dan keputusan sehingga tidak semaunya sendiri, meminjam istilah Prof Mu’ti,,bermuhammadiyah jangan asal “grudag grudug, srudag srudug & kedabag kedebug” Fahamilah regulasi, sesuaikan dengan realitas dan utamakan prioritas semua dilakukan dengan ikhlas.

3.Taat pada periodisasi yg berlaku

Ikhlas Bermuhammadiyah berarti harus taat pada mekanisme kepemimpinan yang berlaku. Bahwa semuanya ada waktunya dan ada orangnya. Tidak ada jabatan yang abadi dalam bermuhammadiyah. Sikapi pergantian dengan biasa saja,   karena  memang semua jabatan ada batasan periodisasinya baik di level pimpinan atau di AUM (Amal Usaha Muhammadiyah) dan ciri adanya kaderisasi adalah adanya penyegaran kepemimpinan.

4.Tidak mutung ketika lepas jabatan

Ciri ikhlas bermuhammadiyah adalah bisa menerima apapun hasil pemilihan dari musyawarah yang di selenggarakan. Baik muktamar, musywil, musyda, muscab atau musran. Berkhidmat di muhammadiyah tidak mesti hanya saat menjabat. Sebagaimana teladan para tokoh tokoh muhammadiyah, pasca menjabat mereka tidak ada yang post power sindrom dalam bermuhammadiyah. Tetap aktif walau tidak menjabat adalah ciri keikhlasan bermuhammadiyah.

5.Selalu semangat berdakwah meskipun dlm keterbatasan fasilitas.

Keikhlasan dibuktikan dengan adanya rasa syukur dan sabar. Jika masih ada yang belum sesuai harapan dan keinginan, maka tetap menjaga hati untuk bersabar seraya terus berusaha melakukan dakwah dan terus termotivasi melakukan perbaikan  dengan  semangat kebersamaan

6.Tidak bermuka dua

Dalam bermuhammadiyah, memaknai ikhlas berarti melaksanakan segala hal yang menjadi sikap dan keputusan muhammadiyah tanpa pamrih, motif yang tersembunyi dan menduakan dengan membanding bandingkan Muhammadiyah dengan yang lain. Sekali muhammadiyah tetap muhammadiyah.

Pada prinsipnya, supaya kita bisa mencapai  level ikhlas dalam beribadah, berdakwah dan bermuhammadiyah serta mengatasi ketidakikhlasan yang kerap muncul maka dibutuhkan semangat merawat keikhlasan dengan selalu latihan ,konsistensi ,evaluasi dan saling menasehati terus menerus agar kita semua bisa mengalahkan ego dan godaan dunia yang bisa merusak nilai amal kita di sisi Allah SWT.

Sebagai penutup , inilah salah satu nasehat yang bisa menjadi bahan evaluasi agar dalam bermuhammadiyah di niati MBA (Mencari Bekak Akherat) bukan sekedar MKD (Mencari Kepentingan Dunia), terdapat dalam surat Hud ayat 15-16

“Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, Kami akan berikan apa yang ia inginkan tersebut dari amalannya tanpa dikurangi sedikitpun. Mereka itu di akhirat tidak akan mendapat apapun kecuali api neraka, batal amalannya dan sia-sia usahanya.”

(QS. Hud[11]: 15-16)

Fathin Hammam, Ketua PDM Kab Tegal

Exit mobile version