Ketika Kaum Muda Bicara

Pemilu Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup

Ilustrasi Utusan Politik

Ketika Kaum Muda Bicara

Oleh: Ahsan Jamet Hamidi

Saat membaca judul tulisan ini, putri saya yang baru duduk di bangku SMA memprotes. Pilihan bahasanya tidak menarik untuk dibaca oleh anak-anak muda. ”Jadul banget Pak…” ujarnya. Saya mengelak dan mempertegas bahwa tulisan ini memang tidak diintensikan untuk anak-anak muda seusiannya.

Ini baru perkara judul dari sebuah tulisan, bagaimana dengan isi? Dia sama sekali tidak tertarik membacanya. Saya memaklumi sikapnya, sambil berusaha melihat dari sisi berbeda dengan lebih bijaksana.

Betapa gap antar generasi itu nyata adanya. Gap seperti itu juga terjadi pada perkara yang lebih serius dan memiliki implikasi lebih dalam. Misalnya dalam hal pengaturan sistem dan model pendidikan dan pengajaran di sekolah. Atau terkait dengan disain dan penggunaan ruang publik sebagai wahana ekspresi warga. Tentu akan ada distorsi antar generasi yang cukup lebar.

Anak-anak muda akan memiliki sudut pandang yang berbeda dengan orang-orang seusia saya. Itu lumrah. Lalu bagaimana mengatasi kesenjangan ini? Anak muda harus dilibatkan sejak proses perencanaan sebuah kebijakan? Atau mereka tinggal menerima saja keputusan yang ditetapkan oleh para pemangku kekuasaan? Mampukah mereka yang memiliki gap antar generasi ini duduk bareng, berembug, hingga menelurkan keputusan bersama?

Objek Kesalahan

Minggu lalu, saya mengikuti pertemuan dalam Acara Indonesia Civil Society Forum (ICSF) di Jakarta. Pada saat diskusi kelompok, saya memilih untuk mengikuti forum diskusi bersama ana-anak muda. Panel ini menyoroti pentingnya keterlibatan kaum muda dalam mendorong perubahan. Hadir beberapa anak muda dari berbagai daerah sebagai pemantik diskusi. Mereka bercerita pengalaman, praktik baik dan tidak lupa menyampaikan gagasan tentang cara bekerja sama dengan kaum muda.

Sebagai orang yang tidak lagi muda dan ikut dalam pertemuan, saya membuka telinga lebar-lebar, mendengarkan semua pembicaraan. Anak-anak muda itu mengeluh, selama ini, ruang berkiprahnya terbatasi oleh orang-orang tua. Bahkan, mereka merasa tidak pernah diberi kepercayaan, juga kesempatan untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan menyangkut hajat hidup orang banyak, termasuk anak-anak muda. Ada yang kecewa karena dianggap sebagai orang yang kurang cukup punya pengetahuan, apalagi pengalaman.

Separo hati saya memahami kemarahan mereka. Anak-anak saya juga seusia mereka, dan kerap merasakan hal yang sama. Separo hati saya yang lain merasa tergelitik oleh pernyataan keras yang terkesan ”menuduh”, seolah orang-orang yang tidak lagi muda ini telah menjadi sumber masalah dan objek kesalahan. Ini kesimpulan yang mungkin keliru.

Saya ingin mempersempit lingkup bahasan tentang ”kesempatan” yang sering sekali mereka ucapkan sebagai ekspresi protes dan kekecewaan. Kesempatan yang saya maksud adalah peluang atau kesempatan dalam konteks bagaimana meraih kekuasaan. Saya akan memulainya dari masalah PEMILU yang akan terjadi pada 2024 nanti.

Anak Muda di Pemilu 2024

Menurut data KPU, ada 187 juta pemilih dalam Pemilu 2024. 60 % nya adalah kelompok muda, terutama generasi milenial dan Gen Z. Adapun jumlah pemilih perempuan mencapai lebih dari 96 juta orang atau sekitar 51 persen dari total jumlah pemilih.

Studi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menemukan, bahwa generasi milenial dan Gen Z, cenderung melek politik. Mereka lebih peka terhadap isu sosial dan politik yang ada di Indonesia. Mereka cenderung aktif terlibat dalam kegiatan sosial dan memiliki minat tinggi terhadap kegiatan politik. Tentu ini menjadi kabar menggembirakan.

Dalam upaya meningkatkan partisipasi politik generasi muda dan pemilih perempuan, KPU berjanji akan lebih aktif mengajak dan mengedukasi anak muda tentang pentingnya partisipasi politik dan hak memilih. Semakin tinggi tingkat partisipasi kaum muda, Pemilu 2024 akan mampu menghasilkan pemimpin yang lebih berkualitas untuk Indonesia.

Secara norma, dalam konteks Pemilu, tidak ada aturan yang membatasi keterlibatan anak muda dalam semua tahapannya. Anak muda juga memiliki kesempatan yang sama untuk bisa menjadi calon legislatif maupun calon pimpinan pada level eksekutif.

Kesempatan

Ketika ada keluhan dari anak muda, karena dianggap tidak diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengurusan perkara strategis, maka mari kita lihat secara jernih.

Hemat saya, secara alamiah, kesempatan adalah hak setiap orang, setiap warga negara. Tidak ada pembeda apakah ia muda, tua, laki-laki atau perempuan. Kesempatan tidak hanya dimiliki oleh satu atau dua orang sehingga bisa diberikan. Ia juga tidak hadir dari ruang kosong. Kesempatan bisa diraih dengan upaya sungguh-sungguh. Ia harus dikejar, diraih, direbut dengan segala usaha baik tentunya.

Orang atau kelompok yang saat ini dipersepsi sebagai pemilik kekuasaan dan kesempatan, sejatinya mereka adalah orang-orang yang sedang berhasil memenangkan sebuah pertarungan. Pastinya, ada usaha yang harus dipertaruhkan. Ada proses panjang yang bisa jadi sangat melelahkan, hingga bisa meraih kesempatan dan kekuasaan. Tidak ada kesempatan yang hadir begitu saja, tanpa kucuran keringat peraihnya.

Faktor lain yang perlu dipertimbangkan secara bijaksana adalah terkait dengan penguasaan sumber daya. Bisa materi, uang sebagai modal, pengaruh, pengalaman dan jam terbang. Orang-orang yang dianggap berhasil meraih kesempatan, mungkin karena sedang bernasib baik, atau karena memiliki sumber daya cukup baik. Uang salah satunya.

Ada faktor lain yang mempengaruhi. Bisa dari kekuatan jaringan, kemampuan membangun komunikasi publik untuk meyakinkan orang lain, kemampuan mendisain program kerja yang menukik pada solusi atas masalah warga pemilih. Bisa dari pengalaman dalam berkontestasi. Pengalaman, tidak bisa diraih tanpa proses panjang dan jam terbang tinggi.

Ketika anak-anak muda ingin memperoleh kesempatan dan kekuasaan, maka hal itu tidak cukup hanya dengan menunggu kemurahan hati orang lain yang akan secara suka rela memberikan kepercayaan dan kesempatan. Anak-anak muda harus turun ke medan juang untuk bertarung untuk memperebutkan kesempatan. Selamat berjuang anak muda.

Ahsan Jamet Hamidi, Ketua PRM Legoso, Ciputat Timur

Exit mobile version