Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual
Oleh: Esi Saputri, MPd
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim ditahun 2021 silam telah meluncurkan Merdeka Belajar Episode Keempat Belas. Episode ini mengenai Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual.
Hal ini untuk menindaklanjuti Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Permen PPKS ini dinilai jawaban dari kegelisahan banyak pihak, mulai dari orangtua, pendidik dan tenaga kependidikan serta mahasiswa di seluruh Indonesia.
Masyarakat pun meresponnya dengan positif terkait regulasi itu. Ini tanda yang sangat baik bahwa banyak yang peduli tentang pendidikan Indonesia dan memikirkan generasi penerus bangsa.
Menteri Nadiem juga menjelaskan bahwa kampus atau pendidikan tinggi adalah suatu tempat atau batu loncatan. Maka setiap kampus di Indonesia harus merdeka dari segala bentuk kekerasan dan menjadi lingkungan yang kondusif bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensinya. Sudah selayaknya negara harus melindungi mahasiswa dan dosen kita dari kekerasan seksual.
Hal ini karena segala bentuk kekerasan seksual itu paling sulit dibuktikan. Tetapi efeknya sangat besar dan berjangka panjang. Atau dampaknya permanen seumur hidup. Karena di Indonesia belum memiliki peraturan perundangan yang dapat menangani permasalahan kekerasan seksual di kampus, maka hadirlah Permendikbud Ristek Nomort 30 ini tentang PPKS.
Empat tujuan Permen PPKS
Disini penulis akan coba menjelaskan tujuan permen PPKS tersebut diantaranya pertama, pemenuhan hak pendidikan setiap WNI Permen PPKS ini adalah salah satu upaya untuk memenuhi hak setiap WNI atas pendidikan tinggi yang aman.
Kedua, penanggulangan kekerasan seksual dengan pendekatan institusional dan berkelanjutan Memberikan kepastian hukum bagi pemimpin perguruan tinggi untuk mengambil langkah tegas.
Kegita, peningkatan pengetahuan tentang kekerasan seksual Seluruh kampus di Indonesia jadi semakin teredukasi tentang isu dan hak korban kekerasan seksual.
Keempat, penguatan kolaborasi antara Kemendikbud Ristek dan Perguruan Tinggi Kolaborasi antara kementerian dan kampus-kampus dalam menciptakan budaya akademik yang sehat dan aman semakin kuat.
Kampus Perlu Bentuk Satgas PPKS
Berdasarkan data laporan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, sepanjang tahun 2015-2021, dari total 67 kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan, 35 diantaranya terjadi di perguruan tinggi.
Dari data yang dihimpun melalui Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek, saat ini keseluruhan dari 125 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia yang terdiri dari 76 PTN Akademik dan 49 PTN Vokasi telah membentuk Satgas PPKS.
Saat ini sudah 100 persen PTN membentuk Satgas PPKS. Selain itu, sebanyak 109 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) juga sedang berproses membentuk satuan tugas dan sebanyak 20 PTS telah membentuk Satgas PPKS di kampus mereka. Tentu Kemendikbudristek sangat mengapresiasi komitmen dari seluruh PTN dan PTS yang telah membentuk Satgas PPKS sebagai upaya bersama untuk menghapus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.
Pembentukan Satgas PPKS merupakan amanat Peraturan Mendikbudristek (Permendikbudristek) No. 30 Tahun 2021. Menurut regulasi tersebut, keanggotaan Satgas PPKS terdiri atas unsur pendidik, tenaga kependidikan, dan mahasiswa.
Jumlah anggota satgas yang ditetapkan harus gasal paling sedikit lima orang, dengan komposisi keterwakilan keanggotaan perempuan paling sedikit dua pertiga dari jumlah anggota dan keterwakilan unsur mahasiswa sekurangnya 50 persen dari jumlah anggota Satgas PPKS.
Pembentukan Satgas PPKS, diharapkan bisa menjadi gerakan kita bersama untuk mewujudkan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Kehadiran Satgas PPKS akan mampu menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan seksual.
Satgas PPKS telah dibekali dengan modul PPKS dan Buku Pedoman Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 sebagai acuan dalam melakukan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi.
Puspeka juga sudah berhasil menyusun skema pelatihan penguatan kapasitas atau capacity building bagi anggota Satgas PPKS guna memastikan pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi sesuai dengan mandat Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.
Tugas Satgas PPKS tentu penuh tantangan. Akan tetapi perlu ditekankan bahwa dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual harus mengutamakan korban.
Tujuan utama Satgas PPKS adalah untuk membantu para korban yang mengalami kekerasan seksual. Memberikan services pada korban. Berharap dengan adanya Satgas PPKS, mereka yang merasa telah menjadi korban atas tindak kekerasan seksual berani melapor dan kita bisa memberikan pelayanan yang nyaman bagi mereka dan mengawal hingga kasusnya benar-benar tuntas.
Perguruan tinggi harus menyambut baik mandat pembentukan Satgas PPKS melalui Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021. Hadirnya Satgas PPKS bisa mengubah budaya yang selama ini ada, sehingga kalau ada kasus jangan dibiarkan tapi diselesaikan.
Dalam pelaksanaanya Satgas PPKS ini bekerja sama dengan seluruh sivitas akademika. Karena corong utama untuk menelusuri kasus yang terjadi di kalangan mahasiswa adalah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
Kemendikbudristek beserta Satgas PPKS yang sudah terbentuk turut mengajak semua perguruan tinggi di Indonesia untuk bersama-sama melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dengan membentuk Satgas PPKS. Tujuannya adalah untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan seksual.
Dengan begitu maka kekerasan seksual di lingkungan kampus berangsur membaik dan bisa berkurang dengan adanya satgas tersebut. Jika semua itu membaik, makan bisa dengan mudah tercipta generasi cemerlang di negara ini.
Esi Saputri, MPd, Magister PBI FKIP UMP