Oleh: Syed Ahmad Fathi
Pesta buku internasional Kuala Lumpur atau yang dikenal PBAKL merupakan pesta buku terbesar di seantero Malaysia. Pertama kali saya menjejak ke pameran ini ketika berusia 15 tahun, waktu itu pesta buku ini diadakan di putra world trade center (PWTC) yang berdekatan dengan Chow kit dan Kampung Bahru, dua destinasi yang popular bagi para pelancong lokal maupun internasional ketika berkunjung ke Kuala Lumpur. Tetapi pada saat saya berusia 16 tahun, lokasi acara itu ditukar ke Maeps , Serdang berdekatan dengan Universitas Putra Malaysia.
Pada saat itu adalah memori pertama saya mengenal pesta buku dan dunia literasi, menurut ibu saya sebenarnnya saya pernah ke pesta buku lebih awal saat berusia 2 tahun saat itu saya sempat hilang dari pangkuan beliau namun untunglah petugas menemukan saya kembali. Namun, yang namanya masih bocah tentu saja memori itu mudah hilang jika tidak mendapatkan cerita dari pihak lain.
Saat saya menghadiri pesta buku untuk pertama kalinya itu, antara yang saya perhatikan adalah penggunaan perkataan “antarabangsa” mengantikan istilah inggrisnya “international”. Pada ketika itu, minat membaca saya bertumpu pada buku-buku dari luar negeri terutama yang berbahasa inggris. Pada ketika itu, saya ke pesta buku sebagai pembaca, tetapi pembaca kepada buku-buku berbahasa inggris. Tentu pada ketika itu saya masih menjadi pembaca yang naif.
Tetapi pandangan saya tentang pesta buku kemudian berubah pada tahun 2019, karena pada tahun itu, saya tidak lagi datang ke pesta buku sebagai pembaca tetapi juga sebagai penulis. karena setahun sebelumnya saya menerbitkan buku berjudul berpikir tentang pemikiran , buku itu saya terbitkan secara mandiri atau indie, kemudian teman saya, izzat Ibrahim mengajak saya untuk menjual buku bersamanya di stand kami sendiri semasa pesta buku internasional Kuala Lumpur 2019 kala itu.
Pada ketika itu saya mulai belajar tentang industri buku dan apapun juga yang terkait dengan dunia literasi, bukan lagi sebagai pembaca yang naif, tetapi sebagai pembaca, penulis, sekaligus penjual buku. Saya bertemu banyak orang pada ketika itu yang membuat saya berjejaring dengan para penggerak literasi di seantero Malaysia.
Keterlibatan saya didunia buku kemudian makin dalam, karena jaringan pertemanan itu kaya akan latar belakang ada penjual, aktivis literasi, kolektor, akademisi, pengkritik, penerbit, editor, penulis, penganjur acara-acara literasi, dan lain sebagainya. Baru ketika itu saya sadar, jika buku memiliki dunianya sendiri, dan pesta buku merupakan arena yang amat baik bagi para penulis untuk saling bertemu. Setidaknya ada empat manfaat hadir di pesta buku bagi seorang penulis.
Yang pertama, pesta buku dapat mempertemukan penulis dengan pembacanya secara langsung. Dengan ini penulis dapat mengambil saran dan kritik dari para pembaca. Karena tidak semua pembaca nyaman menyuarakan pandangan mereka apalagi kritik tentang sebuah buku secara terbuka. Jadi pameran buku adalah tempat yang tepat bagi mereka . karena mereka tidak selalu setuju dengan semua yang penulis tulis. Mereka juga dapat memberikan kritik, masukan, dan saran tentang bagaimana meningkatkan kualitas dan isi tulisan selain itu si penulis juga dapat memahami selera para pembaca sehingga dapat menghasilkan karya yang sesuai dengan pasaran.
Yang kedua, pesta buku dapat menjadi ajang bertemunya penulis dengan penerbit sehingga membuka peluang karya-karya dari sepenulis di kemudian hari dapat di pinang oleh salah satu penerbit yang ternama. Koneksi dengan penerbit amat penting bagi penulis bukan saja untuk kepentingan bisnis namun juga dapat menambah khazanah pengetahuan dunia percetakan yang akan berguna bagi para penulis. Secara praktikal, seorang penulis tidak harus setia dengan satu penerbit apalagi jika penulis itu ingin menciptakan karya dalam berbagai genre tentu harus disesuaikan dengan penerbit-penerbit tertentu yang paling sesuai dengan genre yang akan diterbitkan.
Setiap penerbit pada dasarnya mempunyai keunikannya sendiri, mencari penerbit yang paling berkualitas juga amat diperlukan oleh seorang penulis. Berkualitas bukan semata-mata karena banyaknya karya yang mereka hasilkan namun mampu melahirkan sekaligus merawat para penulis yang bernaung di penerbitan mereka.
Keempat, menghadirkan diri ke pesta buku, dapat membuat penulis membina jaringan komuniti. Seperti yang saya sebutkan dalam pendahuluan saya, dunia literasi itu mempunyai dunianya yang tersendiri. Jika seorang penulis itu rajin ke pesta buku, rajin berbudi dan berbahasa, sedikit demi sedikit, dia akan diserap ke alam lain, iaitu “alam buku”.
Alam buku bukan saja terdiri dari pembaca dan penerbit, tetapi lebih luas daripada itu juga terdiri dari berbagai aktor lainnya seperti penyunting, kolektor, pengkritik, aktivis, dan lain-lain. Dengan bersama dalam sebuah jaringan, penulis akan lebih sadar akan perkembangan dunia buku dan dapat mencari posisi yang paling sesuai bagi menempatkan dirinya.
Seperti yang saya tulis dalam buku Dua Sayap Ilmu bahawa “dengan membaca kita berbicara dengan generasi lalu, dengan menulis kita berbicara dengan generasi akan datang”, saya berpandangan bahwa seorang penulis itu tidak boleh memisahkan dirinya dengan membaca.
Sarjana seperti E.H. Carr berpandangan bahawa membaca dan menulis itu satu proses yang sama dan perlu berjalan seiring. Sebab itu, pada pandangan saya, yang merupakan poin yang kelima dan terakhir, tentang makna pesta buku bagi seorang penulis adalah pesta buku itu berfungsi sebagai sebuah ladang. Ladang kepada seorang penulis itu untuk menambah bahan bacaannya sendiri. Seorang penulis tidak akan menjadi penulis yang baik sekiranya dia sendiri bukan seorang pembaca yang baik.
Dengan membaca, seorang penulis sebenarnya sedang menajamkan mata penanya. Dengan membaca, seorang penulis itu sedang melebarkan lagi lembaran kefahamannya. Dia dapat meneroka alam fikir baharu dan mampu masuk ke gelanggang permainan yang baharu.
Jika penulis itu sekadar nyaman dengan karya-karya lamanya, dia akan segera ditelan zaman, pemikirannya menjadi kaku, penulisannya tidak lagi dapat merangsang pikiran.
Aksaranya tidak lagi akan membumi dan buah fikirnya tidak lagi terasa manis untuk dinikmati usai peredaran waktu. Penulis yang membaca dapat merawat para pembacanya, dia mampu memahami degup nadi semasa bangsanya. Lantas penanya dapat digunakan untuk membangunkan penyelesaian, bicaranya sesuai dengan masalah kekinian dalam masyarakat.
Dalam kata lain, untai-untai kata-katanya dapat mengarah kepada perubahan yang baik dalam masyarakat. Karena pada perkiraan saya, itulah fungsi penulis, dia bukan hadir untuk mengkhayalkan pembaca dengan bait-bait yang enak tetapi tidak bermakna, tetapi dia haruslah mampu menjadi agen perbaikan sosial dengan menggerakkan pembacanya untuk bekerja dan berusaha. Maka dengan untaian kesimpulan itu, bagi saya, inilah makna-makna sebuah pesta buku buat penulis.
Syed Ahmad Fathi, Penulis dan tokoh literasi Malaysia