Literasi Idul Qurban
Oleh Dr Masud HMN
Adakah perbincangan bernilai aktual serta membawa keseriusan berpikir baru, bermanfaat dan relevan tentang Idul Adha. Bila tidak, hanya akan menjadi sesuatu yang rutin dan kurang makna.
Sebab idul qurban adalah agenda klasik di blantika forum diskusi kita. Karena tema tersebut sudah dari zaman lampau telah ada, kita dengar itu ke itu saja. Karenanya jangan sampai terjadi lagi.
Tentu tidak demikian, yang kita angkat literasi qurban sebagai esensi topik ini relevan dan pantas. Satu hal yang penting tidak habis habisnya untuk dikaji.
Bequrban, harta, bequrban nyawa termasuk mengorbankan yang dikasihani. Semuanya bentuk qurban, berbeda aspeknya. Namun tetap saja istilahnya qurban.
Nabi Ibrahim mendapatkan perintah berqurban untuk mengorbankan anaknya. Melalui mimpinya memeperoleh petunjuk agar menyembelih anaknya, Ismail. Anak yang disayangi dan sangat amat dikasihi.
Memang menarik karena banyak esensi terkandung di dalamnya. Sepanjang lorong penghidupan ada esensi kata qurban. Artinya tergantung perspektif dari aspek mana harus dibahas, dan bagaimana memandangnya.
Misalnya dari sudut agama terminologi kurban bisa dimulai membicarkaan kurban dari hubungan kurban dengan ketaqwaan kepada Allah, Tuhan yang Maha Esa. Mengaitkan taqwa dengan qurban. Mencapai orang yang mulia atau orang taqwa dengan kualitas tinggi harus berqurban.
Sejalan juga dengan ayat pada surah yang mengatakan, yun fiquu sarrah wadarrah walkazaimi naanas (menafkahkan harta dalam keadaan sempit dan lapang, menahan marah dan suka memaafkan sesama manusia).
Jelas ayat ini menekankan berqurban atau memberikan rezeki banyak ataupun sedikit serta menahan amarah serta memaafkan manusi lain. Artinya ada keharusan kurban baik harta, atau menahan amarah serta memaafkan.
Pada ayat lain, shalatlah dan berqurbanlah. Artinya kita shalat seraya melakukan qurban. Dengan demikianlah menjadi hamba yang taat, tanpa ketaatan dan sebagai hamba yang salih.
Qurban adalah bentuk literasi hamba yang taat mencapai taqwa. Sempurna pengbadiannya kepada Khaliknya. Menjadi orang yang mentaati perintah dengan baik dan sempurna.
Kita dianjurkan berqurban apa saja. Harta atau pun nyawa serta kalau perlu orang yang amat kita sayangi. Demi ketaatan dan taqwa kita kepada Allah Subhanahu Watala .
Dr Masud HMN, Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta