Mencintai Rasulullah

Mahallul-Qiyam rasulullah

Foto Dok Ilustrasi

Mencintai Rasulullah

Oleh: Donny Syofyan

Nabi Muhammad SAW mencintai umatnya dan kita meneladaninya. Sungguh menyenangkan menjadi Muslim begitu mengetahui bahwa Nabi mencintai umatnya. Dan tentu saja cinta kita kepada beliau membuat kita merasa terhubung dengan keimanan kita dan membuat segalanya menyenangkan. Seolah-olah Nabi masih hidup bersama kita dan mengikutinya dengan cinta yang kita miliki untuknya.

Mari kita mundur sejenak dan melihat potret lebih luas bagaimana masyarakat kerap tersandung dengan alasan-alasan yang tak jelas saat melakoni hidup. Banyak orang mengidolakan dan mengikuti para selebritas. Mereka mencoba untuk mencintai para selebritas dan sebagainya. Padahal banyak selebritas yang bersikap egois. Mereka terjebak dengan ketenaran, uang, harta dan lainnya. Mereka mungkin saja tidak terlalu peduli dengan orang lain karena egois. Bisa saja para selebritas ini tidak mencintai mereka yang mengidolakannya meskipun orang-orang tersebut mati-matian (die-hard) mencintai sang seleb.

Sulit bagi kita untuk mengikuti orang-orang ini karena ketidakmampuan kita untuk menyaingi mereka dalam hal kecantikan, popularitas, kekayaan dan sebagainya. Kita selalu merasa ada yang kurang. Terkait dengan upaya melakukan ittibâ` kepada Nabi Muhammad SAW, memang kita tidak dapat menyaingi dan melewati kesalehan dan akhlak beliau. Tapi figur Nabi SAW hadir sebagai sosok ideal yang hendak dituju atau diteladani. Kita tahu bahwa Allah memaafkan kita karena tidak mampu memenuhi yang ideal. Tapi Tuhan memberi kita banyak jalan untuk mencoba dan membuat semuanya bermanfaat bagi setiap individual.

Kita bisa menemukan tokoh-tokoh lain dalam sejarah yang tidak egois ala selebritas. Mereka tidak mementingkan diri sendiri, bekerja untuk perubahan, dan melakukan pekerjaan amal untuk membantu orang miskin. Sebagai misal, Mahatma Gandhi dan Bunda Teresa. Mereka adalah tokoh penting dalam sejarah yang telah melakukan banyak kebaikan. Kita menghormati dan menyukainya.

Tetapi kita tidak menemukan figur dengan jumlah pengikut seperti yang kita lihat pada sosok Nabi Muhammad; beliau mencintai pengikutnya dan pengikutya meneladaninya. Mereka menjadi bagian dari umat, menjadi bagian dari pengikut yang hebat di seluruh dunia yang semuanya mencintai Nabi SAW.

Sekarang kita menyadari bahwa Nabi Muhammad SAW benar-benar mencintai umatnya. Meskipun dia adalah orang besar dan penting di tempat dan masanya dan begitu banyak yang mengikutinya, beliau memiliki perhatian besar terhadap umat. Al-Quran menggambarkan profil Nabi Muhammad dalam surah At Taubah ayat ke-128, “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” Tentu saja Nabi Muhammad tidak mengenal nama-nama kita, tetapi beliau memiliki pandangan jauh ke depan untuk mencintai umatnya, bukan hanya buat mereka yang hadir pada masanya, tetapi juga siapa saja yang akan datang setelah itu.

Di sisi lain, umat Islam dituntut untuk membalas kecintaan yang sama kepada Nabi SAW, melebihi kecintaan kepada yang lainnya, kecuali kepada Allah SWT. Dalam surah At Taubah ayat 24 Allah berfrman, “Katakanlah, Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.”

Surah Al-Ahzab ayat ke-6 memberitahukan kita bahwa Nabi Muhammad SAW lebih dekat dengan kita daripada kita dengan orang lain. Dan istri-istri beliau harus dianggap sebagai ibu-ibu kita. Itu menunjukkan kedekatan cinta dan ikatan yang kita miliki dengan Nabi kita. Jadi umat Islam menggambarkan cinta yang kita miliki ini untuk Nabi dalam banyak dengan cara berbeda.

Kita bisa membaca perjalanan beliau sejak kecil. Kita bisa ketahui bagaimana Nabi tumbuh sebagai yatim piatu. Mereka yang yatim piatu dan yang dalam kepayahan dapat menginternalisaskan diri membaca kisah beliau. Nabi Muhammad SAW juga menikah. Maka kita bisa mengikuti teladannya yang luar biasa dalam kehidupan pernikahan atau rumah tangga kita. Ini juga berlaku dalam praktik-praktik ibadah dalam Islam, seperti berdoa, berpuasa, melakukan amal saleh sesuai dengan tuntutan yang diletakkan oleh Nabi SAW untuk kita. Kita melakukan haji dengan cara yang tepat karena Nabi SAW juga menunaikan haji.

Kita mengikuti Nabi Muhammad SAW dalam banyak hal; cara makan, minum bahkan menyangkut kebersihan jiwa dan raga. Kita mengikuti ‘resep’ yang ditetapkan Nabi SAW lewat contoh dan ajaran yang baik untuk membimbing kita sepanjang hidup. Dalam rutinitas keseharian, kita terikat dengan Nabi SAW dan mengikuti ajaran beliau bahkan untuk tindakan kecil yang beliau lakukan. Ini semua bakal menciptakan dan memperkuat ikatan cinta yang ada antara kita dan Nabi SAW. Beliau mencintai kita dan kita mengikuti sunnahnya. Ini memberi kita kelegaan yang luar biasa. Ini menjadikan Islam sebagai ajaran yang menentramkan dalam praktik-praktik keseharian yang kita lakukan.

Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Exit mobile version