Pemilu bukan lagi pertarungan ide
Oleh: Naufal Abdul Afif S.Sos
Pemilu adalah proses demokratis di mana warga di suatu negara memilih wakil-wakil mereka untuk menduduki posisi di pemerintahan. Hal ini merupakan salah satu cara menjalankan prinsip demokrasi, yang memberikan hak kepada seluruh warga negara untuk memilih pemimpin dan mewakili kepentingan mereka. Pemilu memungkinkan warga negara untuk memilih calon yang mereka anggap paling sesuai dengan keyakinan politik dan visi mereka. Melalui pemilu, rakyat menitipkan kekuasaan politik di negara tersebut ke para pemimpin terpilih.
Tujuan utama pemilu adalah untuk memastikan representasi politik yang adil dan memungkinkan partisipasi warga negara dalam proses pengambilan keputusan politik. Pemilu juga berperan penting dalam menjaga stabilitas politik dan pembentukan kebijakan arah negara. Sehingga kontestasi lima tahunan ini tidak saja menjadi ajang demokrasi namun juga ajang pertarungan ide.
Sejarah Bangsa
Negara ini diasuh oleh ide gagasan para pendiri bangsa. Abdul Kahar Muzakkir, Wachid Hasyim, Agus Salim dan Abikusno Tjokrosujoso, Soekarno, Moh. Hatta, Muhammad Yamin, Maramis, dan Subardjo, mereka berdebat untuk mendirikan bangsa Indonesia. Mereka tim sembilan berdebat untuk mendapatkan azaz terbaik sebagai prinsip kebangsaan sebagai dasar negara. Hingga akhirnya keluarlah sebuah Kesepakatan, kesepakatan inilah yang oleh Moh. Yamin disebut sebagai Djakarta Charter yang selanjutnya naskah tersebut dikenal sebagai Piagam Jakarta.
Isi Piagam Jakarta adalah sebagai berikut: Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar pada: Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Ahmad Mansur Suryanegara. 2010)
Kita juga tau tentang perdebatan sengit antara Ir. Soekarno dengan Moh. Natsir yang saat itu mempunyai pemikiran yang berbeda tentang dasar negara. Ketika itu polemik pemikiran Ir. Soekarno yang berkeinginan memisahkan antara agama dan negara, sedangkan Moh. Natsir berkeinginan mendirikan negara nasional yang berdasarkan Islam, karena banyaknya penganut agama Islam di Indonesia. Dari Perbedaan inilah yang memulai perdebatan tentang dasar-dasar negara.
Bagaimana sikap IMM?
Praktik politik berusaha mengail dukungan massa melalui mobilisasi dan agitasi. Para kandidat mekar sebagai pemimpin karena efek dari sorot media serta kecanggihan media sosial yang jadi pendukung utama. Pemilu bukan lagi pertarungan ide-ide yang berseberangan, melainkan kompetisi antar fans. Politik kehilangan kemampuan untuk mempertarungkan ide-ide berani.
Rezim survei mengema dilayar kaca dengan bumbu-bumbu Citra media Massa yang telah disekenario dengan Gimik ciamik bak artis cantik. Bazzer pun laris manis menjadi sebuah pekerjaan mahal untuk memuja tuan sekaligus membuli lawan. Tak lagi laku visi misi karena semua telah diukur dengan materi. Bukan sebuah masalah ketika kandidat tidak memiliki isi kepala yang penting punya segudang harta. Keadaan ini mirip seperti yang digambarkan oleh Ibnu Khaldun sebagai keadaan menuju hancurnya sebuah bangsa.
Idealnya seorang calon pemimpin adalah dia yang faham betul dengan apa yang dibutuhkan bangsa. Sehingga kontestasi akal pikiran merupakan jalan satu-satunya yang harus ditempuh untuk menggapai tampuk kekuasaan. Bukan politik transaksional yang mengandalkan materi dan datang hanya menjelang pemilu dimulai.
Naufal Abdul Afif S.Sos, Ketua Bidang Hikmah PC IMM Kendal