Khutbah Jum’at Berbahasa Indonesia
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Saya Hedi Rusman, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Padang. Saya mau menanyakan tentang hukum berkhutbah dalam bahasa Indonesia keseluruhan, mulai dari rukun, isi dan khutbah kedua. Apakah dibolehkan? Bagaimana status hukumnya?
Terima kasih.
(disidangkan pada hari Jum’at, 21 Ramadan 1435 H / 18 Juli 2014 M)
Jawaban:
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Terima kasih kami sampaikan atas pertanyaan saudara, dan perlu diketahui bahwa sistematika khutbah terdiri dari pembukaan, isi, dan doa. Jika menggunakan istilah rukun khutbah, dalam kenyataan di antara para ulama terjadi perbedaan pendapat, tentang berapa jumlahnya, dan apakah khutbah Jum’at itu memiliki rukun yang tidak boleh ditinggalkan sama sekali.
Sebab perbedaan itu adalah karena tidak ada perintah khusus dari Rasulullah saw tentang cara berkhutbah. Tetapi yang ada adalah riwayat-riwayat yang menyebutkan tentang cara dan kata-kata yang diucapkan oleh Rasulullah saw ketika sedang berkhutbah. Jadi, hanya perbuatan beliau saja yang diriwayatkan, bukan perintahnya.
Dari segi kekuatan hukum, sunnah fi’liyah nilai dalalahnya terhadap suatu hukum lebih rendah daripada sunnah qauliyah yang berupa perintah dan larangan. Sementara perbuatan-perbuatan Rasulullah saw masih harus diselidiki lebih dahulu, tidak selamanya menunjukkan kewajiban. Inilah beda antara sunnah qauliyah dan sunnah fi’liyah dalam penunjukannya terhadap suatu hukum.
Pertanyaan tentang hukum khutbah Jum’at apakah boleh dengan bahasa selain Arab?, jawabannya adalah belum ditemukan riwayat dari Nabi saw yang menunjukkan kepada mempersyaratkan khutbah Jum’at harus disampaikan dengan bahasa Arab.
Sebagaimana belum ditemukan pula riwayat yang menunjukkan Nabi saw atau salah seorang sahabat menyampaikan khutbah Jum’at dengan bahasa selain bahasa Arab, padahal orang-orang Islam yang ‘ajam (non Arab) ada dan tersebar di negeri kaum muslimin setelah terjadi ekspansi yang dilakukan kaum muslimin.
Nabi saw, para sahabat, dan generasi setelahnya hanya berkhutbah dengan bahasa Arab karena itulah bahasa nasional mereka. Berdasar ini pula para ulama saling berbeda pendapat dalam membolehkan berkhutbah dengan selain bahasa Arab atau terjemahannya.
Terlepas dari pernyataan di atas, jika mengacu kepada fungsi khutbah adalah: 1. Tandzir (peringatan), 2. Tausiyah (nasehat), 3. Tadzkir (penyadaran), 4. Tabsyir (kabar gembira), dan 5. Bagian dari kewajiban khatib, maka khutbah Jum’at mempunyai dua sisi yang tak terpisahkan. Pertama, sebagai bagian dari ibadah shalat Jum’at yang melekat.
Kedua, Khutbah Jum’at menjadi media untuk menyampaikan dan memberi pelajaran kepada para jamaah atau umat manusia secara umum. Bisa juga dikatakan, selain ritual ibadah, khutbah Jum’at juga merupakan salah satu media dakwah yang mempunyai kaitan langsung dengan pembinaan umat. Maka khutbah jum’at disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh jama’ah. Allah swt berfirman dalam surah Ibrahim (14) ayat 4:
“Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.
Namun demikian, menurut pendapat kami tim fatwa, ada hal-hal yang tetap menggunakan bahasa Arab sesuai contoh atau ucapan Nabi saw, khususnya bagian pembukaan baik pada khutbah pertama maupun kedua, yaitu:
- Hamdalah, sebagaimana hadis Nabi saw:
“Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah bahwa dia berkata: Kebiasaan Rasulullah saw ketika berkhutbah pada Hari Jum’at adalah dia membaca hamdalah dan memuji Allah, kemudian dia mengatakan maksud khutbahnya setelah itu, sedangkan suaranya sudah meninggi.” [HR. Muslim]
- Syahadah,
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah Tiap-tiap khutbah yang tidak ada syahadatnya, adalah seperti tangan yang terpotong.” [HR. Ahmad]
- Membaca salawat atas Nabi Muhammad saw, seperti firman Allah dalam surah al-Ahzab (33) ayat 56:
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
- Membaca ayat al-Qur’an pada salah satu dari dua khutbah:
Úóäú ÌóÇÈöÑö Èúäö ÓóãõÑóÉó ÞóÇáó ßóÇäó ÑóÓõæáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó íóÎúØõÈõ ÞóÇÆöãðÇ æóíóÌúáöÓõ Èóíúäó ÇáúÎõØúÈóÊóíúäö æóíóÞúÑóÃõ ÂíóÇÊò æóíõÐóßøöÑõ ÇáäøóÇÓó. [ÑæÇå ÃÍãÏ]
“Diriwayatkan dari Jabir bin Samurah, ia berkata, Rasulullah saw berkhutbah berdiri, duduk antara keduanya, membaca ayat-ayat al-Qur’an, dan mengingatkan manusia.” [HR. Ahmad]
- Mendoakan kepada kaum muslimin seluruhnya dalam khutbah yang kedua, jika doa mengambil dari al-Qur’an atau al-Hadis, sebaiknya tetap menggunakan bahasa aslinya, akan tetapi jika doa dari diri sendiri boleh dengan bahasa Indonesia.
Wallah a’lam bi ash-shawab.
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 1 Tahun 2015