Membumikan Sederhana sebagai Kebahagiaan
Oleh: Dr Masud HMN
Membumikan sifat sederhana perlu dalam mencapai kebahagiaan. Sebab sederhana itulah kebahagiaan. Bisa disebut juga menjadi tujuan kehidupan.
Mengutip Buya Hamka dalam bukunya Tasawuf Modern menulis anjuran carilah bahagia di mana saja. Dalam lembah atau di puncak gunung sekalipun. Jangan putus asa mencarinya.
Buya Hamka mengkaitkan ungkapan sederhana dengan kun saidan diartikannya beradalah dalam bahagia. Ungkapan tersebut dalam bahasa terkait teeori ilmu psikologi mengandung makna pribadi mempesona. Ekspresi arti itu dipersonifikasi dengan orang.
Menjadi pribadi yang mempesona, pribadi yang ada dalam bahagia. Maka istilah itu menjadi popular sebagai tujuan hidup manusia. Yaitu bahagia, kun saidan beradalah dalam bahagia.
Bagaimana manusia hasanah, manusia bahagia dan dengan cara sederhana. Sehat walafiat hingga tekun bekerja. Pendek kata berada dalam suasana yang baik.
Ajaran Agama menetapkan tujuan hidup manusia adalah bahagia hidup mulia. Yaitu selain hidup bahagia di dunia tetapi juga di akhirat. Oleh karena itulah doa yang kita mohonkan .
Rabbana athiina hasanah wafil akhirati hasahanah waqinaa azabannar, ya Tuhan kami berilah kami kehidupan bahagia dan bahagia di akhirat dan jauhkanlah kami dari neraka.
Kita akan capai kebahagiaan dengan kerja keras, tekun dalam melangkah ke arah itu. Hingga mencapai kehidupan yang kita inginkan.
Menurut Lord Baden Powel tokoh pendiri Pandu sedunia hidup sederhana itulah bahagia. Simpulan itu dijelmakan menjadi azas kepanduan. Menjadi simbol para pandu, yaitu manusia muda yang disiapkan menjadi agen kemanusiaan masa depan.
Dimana-mana didirikan ikatan kepanduan yang terdiri dari para anak muda. Untuk Indonesia dihimpun dalam gerakan Pramuka. Kelompok komunitas yang masih muda dan terampil.
Serderhana adalah hidup bahagia ajaran Lord Baden Pawel. Kini diambil oleh gerakan kapanduan di berbagai Negara bertolak dari ajaran hidup sederhana.
Menarik juga apa yang diucapkan bapak bangsa India, Mahatma Ghandi. Ia berkata lebih baik membeli karcis kereta kelas tiga ketimbang kelas dua, kalau karcis kelas tiga masih ada. Maksudnya kelas tiga murah dari karcis klas dua. Demikian makna sederhana pikiran Mahatma Ghandi.
Maka tidaklah salah kata bahagia dan sederhana jika diidentikkan dengan arti hasanah. Tiga ungkapan itu bahagia sederhana. Hasanah yang mengandung konteks esensi yang sama. Hal ini menjadi penjelasan penting sekarang ini.
Akhirnya kita berpendapat bahwa hakikinya hidup manusia bukanlah semata mata kaya yang didefinisikan banyak orang. Bahagia lebih kepada sikap sederhana dan mulia serta baik. Tidak terlalu penting hidup yang melimpah dan kaya. Yang penting mulia, sederhana dan baik.
Dr Masud HMN, Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta