Meniti Jalan yang Lurus
Oleh: Suko Wahyudi
Islam menuntun dan membimbing umat manusia kepada jalan kebenaran, membersihkan dan membebaskan manusia dari kesesatan dan kejahiliyahan. Nabi Muhammad SaW sebagai pemangku risalah datang membawa pesan mengikat manusia agar senantiasa meniti jalan lurus yang diridhai Allah SwT. Bahkan dalam rangkaian ajarannya Islam membuka dan mengawalinya dengan memohon petunjuk jalan yang lurus, jalan yang bebas dari murka Allah untuk menggapai rahmat-Nya.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ – ١اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ (٣) مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ (٤) اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ (٥) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ ۙ (٦) صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ (٧)
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (1) Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam (2) Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (3) Yang menguasai hari pembalasan (4) Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan (5) Tunjukilah kami jalan yang lurus (6) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat (7) (Al Faatihah [1]: 1-7)
Dalam sehari semalam sedikitnya tujuh belas kali umat Islam bersimpuh, memuji, memohon petunjuk jalan yang lurus untuk kebahagiaan di dunia dan akhirat.
اِنَّا هَدَيْنٰهُ السَّبِيْلَ اِمَّا شَاكِرًا وَّاِمَّا كَفُوْرًا (٣)
Sungguh, Kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur. (Al-Insan [76]: 3)
وَاِنَّكَ لَتَهْدِيْٓ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍۙ (٥٢)
Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus (Asy-Syura [42]: 52).
Manusia diciptakan Allah SwT dengan dua karakter yang berbeda. Ia harus menentukan sendiri apakah ingin memilih jalan yang mulia atau jalan yang hina. Berbeda dengan makhluk lainnya yang tidak mempunyai pilihan selain mengikuti naluri yang sudah ditetapkan, karena naluri inilah yang menentukan jalan hidup mereka sepenuhnya. Mereka hidup dalam satu lini kehidupan yang tidak berubah sepanjang masa. Berbeda sekali dengan manusia yang bisa memilih beragam cara sesuai dengan hasrat dan kehendaknya.
Di antara jalan-jalan yang terbentang dihadapan manusia Al-Qur’an secara jelas telah menegaskan bahwa sebenarnya ada jalan yang pasti antara Allah SwT dan manusia yang akan mengantarkan manusia pada kemuliaan dirinya. Di antara jalan-jalan tersebut hanya ada satu jalan yang hakiki Shirat al-Mustaqim (jalan lurus) yang bermuara pada Allah SwT. Memang manusia mempunyai kebebasan penuh untuk memilih jalan yang dikehendakinya tetapi, jika ia memilih jalan yang lurus berarti ia telah memilih jalan yang benar, karena jalan lurus itu hanya satu.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan Allah’, kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu,’ kemudian beliau membaca,‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya’” ([Al An’am [7]: 153] Hadits shahih diriwayatkan oleh Ahmad dan yang lainnya)
Para imam tafsir menjelaskan bahwa pada ayat ini, Allah Tabaraka wa Ta’ala menggunakan bentuk jamak ketika menyebutkan jalan-jalan yang dilarang manusia mengikutinya, yaitu subul, dalam rangka menerangkan cabang-cabang dan banyaknya jalan-jalan kesesatan. Sedangkan pada kata tentang jalan kebenaran, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan bentuk tunggal dalam ayat tersebut, yaitu sabilihi karena memang jalan kebenaran itu hanya satu, dan tidak berbilang.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Dan ini disebabkan, karena jalan yang mengantarkan (seseorang) kepada Allah hanyalah satu. Yaitu sesuatu yang dengannya, Allah mengutus para Rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Tiada seorangpun yang dapat sampai kepada-Nya, kecuali melalui jalan ini”.
Abdurrahman bin Nashir As Si’di rahimahullah menjelaskan : “Hidayah mendapat petunjuk shiratal mustaqim adalah hidayah memeluk agama Islam dan meninggalkan agama-agama selain Islam. Adapun hidayah dalam meniti shiratal mustaqim mencakup seluruh pengilmuan dan pelaksanaan ajaran agama Islam secara terperinci. Doa untuk mendapat hidayah ini termasuk doa yang paling lengkap dan paling bermanfaat bagi hamba. Oleh karena itu wajib bagi setiap orang untuk memanjatkan doa ini dalam setiap rakaat shalat karena betapa pentingnya doa ini”
Meniti jalan yang lurus diawali dengan berserah diri kepada Allah SwT. Seorang muslim merupakan seorang yang secara ikhlas menyerahkan jiwa dan raganya terhadap Allah SwT. Penyerahan diri ini ditandai dengan melaksanakan apa yang menjadi perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
وَمَنْ اَحْسَنُ دِيْنًا مِّمَّنْ اَسْلَمَ وَجْهَهٗ لِلّٰهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَّاتَّبَعَ مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًا ۗوَاتَّخَذَ اللّٰهُ اِبْرٰهِيْمَ خَلِيْلًا (١٢٥)
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. (An-Nisa [4]: 125)
اَفَغَيْرَ دِيْنِ اللّٰهِ يَبْغُوْنَ وَلَهٗ ٓ اَسْلَمَ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ طَوْعًا وَّكَرْهًا وَّاِلَيْهِ يُرْجَعُوْنَ (٨٣)
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan. (Ali Imran [3]: 83)
Tidak ada orang yang agamanya lebih baik dari orang yang berserah diri kepada Allah secara lahir dan batin, mengerjakan amalnya dengan baik, dan mengikuti agama Ibrahim yang merupakan asal usul agama Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- seraya memalingkan hati mereka dari kemusyrikan dan kekafiran menuju ajaran tauhid dan iman. Dan Allah telah memilih Nabi Ibrahim sebagai kekasih tercintanya (khalil) di antara makhluk-Nya yang ada.
Allah SwT mengingkari terhadap orang yang menghendaki agama selain agama yang telah diturunkan melalui Kitab-kitab-Nya dengan perantara para rasul yang telah diutus-Nya. Agama Allah itu adalah agama yang menyeru manusia kepada jalan yang lurus, yang memerintahkan manusia untuk mengesakan Allah dan meniadakan sekutu bagi-Nya. Semua makhluk yang ada di langit dan di bumi tunduk berserah diri kepada-Nya.
وَلِلّٰهِ يَسْجُدُ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ طَوْعًا وَّكَرْهًا وَّظِلٰلُهُمْ بِالْغُدُوِّ وَالْاٰصَالِ ۩ (١٥)
Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari. (Ar-Ra’du [13]: 15)
اَوَلَمْ يَرَوْا اِلٰى مَا خَلَقَ اللّٰهُ مِنْ شَيْءٍ يَّتَفَيَّؤُا ظِلٰلُهٗ عَنِ الْيَمِيْنِ وَالشَّمَاۤىِٕلِ سُجَّدًا لِّلّٰهِ وَهُمْ دَاخِرُوْنَ (٤٨) وَلِلّٰهِ يَسْجُدُ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ مِنْ دَاۤبَّةٍ وَّالْمَلٰۤىِٕكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُوْنَ (٤٩) يَخَافُوْنَ رَبَّهُمْ مِّنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ ۩ (٥٠)
Dan apakah mereka tidak memperhatikan segala sesuatu yang Telah diciptakan Allah yang bayangannya berbolak-balik ke kanan dan ke kiri dalam keadaan sujud kepada Allah, sedang mereka berendah diri? Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para ma]aikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri.Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka). (An-Nahl [16]: 48-50)
Tak pelak lagi, manusia senantiasa membutuhkan petunjuk dari para nabi dan rasul. Sebab, manusia tidak mampu menemukan jalan lurus yang akan mengantarkan dirinya pada kesempurnaan.
هُوَ الَّذِيْٓ اَرْسَلَ رَسُوْلَهٗ بِالْهُدٰى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهٗ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهٖۙ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ (٣٣)
Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai. (At-Taubah [9]: 33)
هُوَ الَّذِيْٓ اَرْسَلَ رَسُوْلَهٗ بِالْهُدٰى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهٗ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهٖ ۗوَكَفٰى بِاللّٰهِ شَهِيْدًا (٢٨)
Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi. (Al-Fath [48]: 28)
Petunjuk jalan yang lurus adalah menyembah Allah, artinya, hanya Allah Tuhan yang patut disembah, sebab segala yang ada di dunia ini adalah ciptaan Allah, seperti manusia, hewan, jin dan benda di bumi dan di langit adalah ciptaan Allah tidak boleh di jadikan tuhan, hanya kepada Allah manusia beribadah dan berdoa hanya kepada Allah walaupun berdoa di dalam hati Allah Maha mendengar doa hambanya,
Allah mengutus beberapa nabi memberitakan dan mengajarkan kepada manusia bahwa kehidupan di dunia hanya sementara, manusia akan mati dan akan dihidupkan kembali di akhirat nanti, oleh sebab itu manusia hidup didunia harus mematuhi aturan yang dibuat oleh Allah Tuhan semesta alam untuk kebaikan hidup manusia didunia dan di akhirat nanti, manusia harus mengenal Tuhan yag menciptakan dirinya dan alam semsta yaitu Allah Tuhan yang maha Esa dan Maha kuasa , setiap perbiatan baik manusia akan diperhitungkan sebagai amal ibadah.
Sebagai ciptaan Allah manusia ibarat sebuah rombongan kafilah yang terus berjalan menuju ke arah kesempurnaan. Manusia harus menempuh jalan utama, namun untuk mencapainya, adakalanya mereka harus melewati anak jalan yang berbeda-beda. Tetapi itu semua pada akhirnya dapat mengantarkan mereka kepada jalan yang utama. Ada yang menempuh jalan dakwah, kemanusiaan, perniagaan, politik, dan yang lain-lainnya. Semua jalan ini dapat mengantarkan manusia menyeberang menuju shirathal mustaqim.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma ia berkata, “Suatu ketika Rasulullah memegang pundakku kemudian bersabda, “Jadilah engkau di dunia bagaikan seorang musafir atau penyeberang jalan.” Ibnu Umar berkata, “Apabila engkau di pagi hari jangan menunggu sore, apabila di sore hari maka janganlah menunggu pagi, pergunakanlah kehidupanmu persiapan untuk kematianmu, dan kesehatanmu untuk menghadapi masa sakitmu.” (HR. Bukhari).
Namun seringkali manusia menolak jalan lurus yang telah Allah SwT pilihkan untuk mereka karena dianggap mengekang dari berbagai kesenangan dan kebahagiaan duniawi. Islam dianggap terlalu dogmatis sehingga terkesan menghilangkan hak dan kebebasan manusia. Padahal sejatinya ajaran Islam adalah satu-satunya ajaran yang menawarkan pola dan cara hidup yang tidak mengikat manusia dan tidak mengeluarkan dari fithrah kemanusiaannya.
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ (٧٧)
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al-Qashash [28]: 77)
Bila kita renungkan ayat ini, maka akan kita temukan mutiara nasihat yang sangat berharga dalam ayat ini. Setidaknya ada beberapa nasihat yang sangat berguna di dalamnya, yakni hendaknya kita dapat hidup secara seimbang, dengan mengutamakan kebahagiaan akhirat sebagai visi kita, dan juga merengkuh kehidupan dunia serta kenikmatannya sesuai dengan ridha Allah, sebagai bekal kita untuk kehidupan akhirat kelak. Janganlah kita hidup seperti Qarun, tokoh serakah dan pengejar harta yang diceritakan dalam Al Quran, yang terlalu sibuk mengejar harta serta kesenangan dunia, sehingga ia lupa akan kehidupan akhirat yang lebih kekal dan lebih baik dari segala apa yang ada di dunia ini.
Allah menampilkan sosok Qarun dalam bingkai Al-Qur’an sebagai pribadi yang amat serakah dengan harta, menjadikan dirinya gelap mata. Dibalik cerita itu tentu saja mengandung hikmah bagi manusia secara universal bahwa dalam sebuah masyarakat berideologi materialisme penyakit Qarunisme berpotensi menghinggapi banyak orang, sehingga nilai-nilai yang bersifat immaterial, seperti religiositas (kesalehan) dan nilai-nilai moral dianggap sebagai suatu yang irasional dalam membangun kesalehan personal dan sosial.
Demikianlah Islam, agama yang dinamis, menjelaskan hakikat kehidupan dunia dan akhirat serta menuntun umatnya kepada jalan lurus yang diridhai Allah SwT.
Suko Wahyudi, PRM Timuran Yogyakarta