Melepas dengan Tenang

Tetap Terjaga Rindu pada Anak untuk sebuah Masa Depan

Melepas dengan Tenang

Melepas dengan Tenang, Tetap Terjaga Rindu pada Anak untuk sebuah Masa Depan

Oleh: Siti Mahmudah Indah Kurniawati, S.Psi, Psikolog, M.A.P

Sebuah kebiasaan sebelum berangkat tidur, ku langkahkan kaki ini dari kamar ke kamar dirumah ini. Selalu aku sempatkan untuk melihat orang-orang yang aku sayangi. Ku awali dengan melihat sulungku, selanjutnya ku langkahkan kaki ini menuju ke tempat tidurnya yang nomor dua.

Setelah seharian sibuk dengan segala aktifitasnya, mereka berdua butuh istirahat. Mereka berdua sudah tertidur nyenyak karena saat aku mencium kening mereka berdua, tak ada respon apapun. Ketika ku usap kepala mereka, merekapun juga sudah diam saja. Tarikan nafas mereka juga sangat teratur. Hati seorang ibu ini lega dan bahagia masih bisa melihat wajah-wajah tenang dalam buaian mimpi indahnya.

Terimakasih kesayangan-kesayangan ibu, berkat kalian hidup ibu lebih berwarna. Selanjutnya kembali ku ayunkan kaki ini menuju ke tempat pelipur segala rasa, pengobat segala penat. Jagoan kecilku yang sholih dan pinter, si bungsu. Jagoanku yang makin pinter dan super. Terimakasih ya Nak, engkau selalu membuat ibu tersenyum. Engkau selalu memberikan energi positif yang luar biasa untuk ibu.

Menatap si bungsu tak terasa airmataku mengalir. Si bungsu yang setiap dibuly temannya disekolah kemudian sesampai rumah memeluk dan mengadukan kepadaku, si bungsu yang masih saja berkeringat ketika harus maju ke depan mengerjakan tugas berhitung dan si bungsu yang periang ketika kegiatan diluar kelas. Si bungsu yang tiba-tiba memilih melanjutkan ke pondok pesantren dan siap berpisah dengan ibunya.

Sepintas cerita diatas adalah bisa jadi cerita kita, kisah nyata para pembaca. Kenyataan seorang ibu yang harus merelakan anaknya melanjutkan pendidikan ke pondok pesantren.

Rasanya kita tidak pernah benar-benar siap untuk hidup berjauhan dengan anak, meskipun mereka hendak mencari ilmu umum yang dikuatkan dengan ilmu agama di pesantren. Bagaimana orang tua dapat menguatkan diri agar dengan penuh keihklasan untuk melepas anak kesayangannya untuk belajar di pesantren? Agar rindunya tetap terjaga?

Siti Mahmudah Indah Kurniawati, S.Psi, Psikolog, M.A.P dari Biro Psikologi Inka Alzena disela-sela menunaikan Ibadah haji memberikan tips bagaimana para orangtua tetap tenang dan terjaga rindunya kepada anak yang akan dilepas melanjutkan sekolah ke pondok pesantren.

Pertama, Orangtua harus selalu ingat bahwa anak yang sedang berjihad sekolah di pondok merupakan investasi dunia akhirat sehingga yakin bahwa apa yg diikhtiarkan saat ini sebagai bagian dari cita-cita yang mulia.

Kedua, Syukuri perubahan baiknya pada setiap anak dengan tahapan-tahapan yang dilaluinya. Yakini pihak pondok akan mendampingi tumbuh kembang anak-anak kita, yang pastinya mengedepankan ahlak dan capaian ilmu lainnya. Yakini anak mampu melalui proses, termasuk komunikasi dengan lingkungan dan pergaulan yang baru.

Ketiga, Telepon atau video call secukupnya, mengikuti jadwal yang sudah ditentukan dari pondok. Tampakkan wajah syukur dan senyum tulus yang akan memotivasi si anak untuk kerasan tinggal di pondok. Luapkan kerinduan yang menjadikan diri anak merasa “berharga” kehadirannya. Jangan menelan mentah-mentah curhatan anak tentang hal yang kurang atau keluh kesahnya selama di pondok,

Keempat, Kirim reward atau hadiah yang sesuai dengan progress si anak. Jangan berlebihan, sembari selipkan pesan singkat ditulis di kertas agar anak selalu ingat ayah ibu dan saudaranya.

Kelima, Selalu doakan mereka dari jauh untuk setiap langkah anak. Penjagaan terbaik adalah kepasrahan kita kepada Allah swt.. Yakinlah Allah penjaga terbaik anak-anak kita. Demikian pula doa menjadi jembatan kerinduan orangtua kepada anak-anak yang terpisah karena menuntut ilmu di pondok.

Keenam, bayangkan yang mereka lakukan saat ada dirumah. Ini adalah bentuk afirmasi penguatan diri, keterpisahan yang singkat waktunya ketika dijalani dengan aktiiftas positif. Selalu isi waktu dengan waktu dengan hobi atau hal yang positif yang akan menjadikan keterpisahan dengan si anak tidak menjadi “penyakit rindu”.

Waktu akan demikian terasa cepat berlalu, ikhlaskan keterpisahan yang nantinya berujung dengan kegembiraan. Anak-anak yang tumbuh dewasa dengan akhlak yang mulia dan ilmu yang menyertai kehidupannya. Anak-anak yang menjadi qurrota a’yun, penyejuk mata ketika memandangnya dan anak-anak yang membanggakan karena kebermanfaatan diri bagi sekitarnya kelak.

Exit mobile version