Bahan Ajar Berbasis Kearifan Lokal Papua Barat Daya Perlu Dikembangkan
Oleh: Sri Ratna Desita dan Dr. Dirgantara Wicaksono, M.Pd
Seiring perkembangan teknologi yang begitu pesat, semua lini kehidupan dituntut untuk menyesuaikan dan mengimbangi dengan inovasi. Salah satunya dalam bidang pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan proses belajar mengajar. Dengan adanya kemajuan teknologi dan diintegrasikan ke dalam pendidikan maka pembelajaran secara konvensional berangsur memudar dan digantikan dengan pembelajaran interaktif dan inovatif.
Selain itu, teknologi memudahkan akses pelatihan yang memadai bagi pendidik mulai dari yang berbayar hingga gratis tanpa dipungut biaya apapun. Sehingga sangat membantu pendidik dalam mengembangkan skill dan siap berinovasi.
Namun selain teknologi, ada hal yang tidak kalah penting yaitu kearifan lokal. Salah satu sarana untuk melestarikan kearifan lokal yaitu melalui pendidikan. Bagi pendidik sebenarnya hal ini adalah hal yang selalu diterapkan. Misalnya dalam pembelajaran, pendidik selalu mengaitkan fenomena yang ada dalam bahan ajar dengan lingkungan sekitarnya dalam hal ini tentu kearifan lokal. Alangkah baiknya jika bahan ajar yang digunakan sudah berbasis kearifan lokal.
Dimana kita bisa mendapatkannya? Apakah di Papua Barat Daya sudah ada? Sejauh ini, bahan ajar yang digunakan pada umunya belum banyak atau bahkan belum ada bahan ajar yang didominasi dengan kearifan lokal daerah Papua Barat Daya. Sehingga hal ini menjadi tugas kita semua sebagai pendidik untuk berkreasi dan berinovasi untuk mengembangkan bahan ajar interaktif berbasis kearifan lokal PBD, baik bahan ajar fisik maupun digital.
Kira-kira apa sih kearifan lokal itu? Secara etimologi, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata, yakni kearifan (wisdom) dan lokal (local). Secara istilah, kearifan lokal merupakan nilai-nilai budaya yang diciptakan, dikembangkan dan dipertahankan oleh masyarakat lokal yang lebih menekankan pada tempat dan lokalitas dari kearifan tempat tersebut yang berbeda dengan tempat lain. Kearifan lokal menekankan pada tempat dan lokalitas dari kearifan tersebut sehingga tidak harus merupakan sebuah kearifan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Kearifan lokal bisa merupakan kearifan yang belum lama muncul dalam suatu komunitas sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan alam dan interaksinya dengan masyarakat serta budaya lain (Njatrijani, 2018: 17).
Dalam rangka menciptakan pembelajaran yang bermakna, guru perlu mengintegrasikan budaya dan kearifan local dalam pengembangan bahan ajar. Dengan keterbatasan sumber daya dan kurangnya pelatihan yang memadai guru mengadaptasi dan menyelaraskan kearifan local pada bahan ajar untuk memberikan pembelajaran yang bermakna dengan memperhatikan budaya serta kearifan local siswa.
Hal ini sejalan dengan Paulo Freire (1970) seorang filsuf pendidikan yang mengatakan bahwa pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang mengajarkan siswa untuk selalu konkret dengan apa yang mereka hadapi. Hal ini sebgaimana Paulo Freire, dalam bukunya Cultural Action for Freedom (1970), menyebutkan dengan dihadapkannya pada problem dan situasi konkret yang dihadapi, siswa akan semakin tertantang untuk menanggapinya secara kritis. Oleh karena itu di perlukan adanya integrasi ilmu pengetahuan dengan kearifan lokal.
Kearifan lokal yang dapat dimuat ke dalam bahan ajar tersebut tidak dibatasi, sebagai contoh kita bisa menambahkan ilustrasi, contoh kasus, maupun penggunaan dialek di beberapa bagian dalam bahan ajar yang disusun. Misalnya, dalam suatu bahan ajar terdapat ilustrasi pasar. Jika yang dicantumkan adalah Tanah Abang, maka bagi peserta didik yang belum pernah kesana akan memberi respon yang berbeda ketika ilustrasi yang digunakan adalah Pasar Remu Kota Sorong atau Pasar Kajase yang ada di Teminabuan. Perbedaan yang mencolok adalah dari segi antusias peserta didik untuk terlibat dalam pembelajaran.
Contoh lainnya adalah kita bisa menggunakan peta Papua Barat Daya untuk belajar mengenai Perbandingan dan Skala dalam mata pelajaran matematika. Tentu nama-nama daerah yang tercantum sudah tidak asing bagi peserta didik sehingga mereka lebih antusias. Kita juga bisa menyertakan alat-alat musik lokal yang ada di Papua Barat Daya untuk menunjang pembelajaran fisika mengenai gelombang bunyi, misalnya.
Beberapa alasan mengapa bahan ajar berbasis kearifan lokal Papua Barat Daya perlu dikembangkan diantaranya, menyelesaikan masalah terkait minimnya minat belajar dan keterlibatan peserta didik dalam belajar. Di sisi lain, peserta didik mendapatkan pengalaman belajar yang lebih menyenangkan. Mengapa harus menyenangkan? Hal ini sejalan dengan ungkapan Albert Einstein “It is the supreme art of the teacher to awaken joy in creative expression and knowledge” yang artinya “Seni tertinggi guru adalah untuk membangun kegembiraan dalam ekspresi kreatif dan pengetahuan”.
Selain itu, dalam penelitian (Ginting, 2018) yang berjudul Media Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal pada Pembelajaran Bahasa Sastra Indonesia di SMP Negeri 1 Berastagi mengungkapkan bahwa media pembelajaran berbasis kearifan lokal memiliki dampak positif terhadap kualitas pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, dapat dilihat dari antusiasme, dan juga pemahaman siswa.
Faktor pendukung penggunaan media pembelajaran berbasis kearifan lokal dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berasal dari fasilitas dan prasarana yang lengkap, kompetensi yang baik dari guru dalam menggunakan dan mengelola kelas, pemahaman yang baik dari siswa dan ketersediaan sumber belajar. Sedangkan faktor penghambat adalah kurangnya dana dan pelatihan dalam sosalisasi pembuatan media pembelajaran berbasis kearifan lokal.
Namun, selama para pendidik saling berkolaborasi dan mendapat dukungan dari pihak terkait, insyaaAllah hambatan yang ada dapat diatasi bersama. Segala perubahan yang baik, merupakan buah dari perjuangan dan pengorbanan. Dengan mengintegrasikan teknologi dan kerifan lokal, semoga menjadi salah satu factor kemajuan Pendidikan di Papua Barat Daya.
Maka mari bantu dengan dukungan serta doa terbaik untuk para pendidik Papua Barat Daya agar dimudahkan dalam berkreasi dan berinovasi untuk membangun negeri melalui pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik. Salah satu caranya dengan mengembangkan bahan ajar interaktif berbasis kearifan lokal Papua Barat Daya.
Yuk bisa yuk! Kitorang Bisa!
Sri Ratna Desita, Guru SMA, Mahasiswa Magister Teknologi Pendidikan UMJ
Dr. Dirgantara Wicaksono, M.Pd (Dosen S2 Universitas Muhammadiyah Jakarta