YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Sebagai bentuk rasa syukur atas perjalanan 95 tahun Nasyiatul Aisyiyah, Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah menggelar Refleksi Milad ke-95 dengan tema “Perempuan Tangguh,Mencerahkan Indonesia” secara daring yang diikuti oleh seluruh kader Nasyiah pada Sabtu, 15 Juli 2023.
Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui amanat Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan bahwa 95 tahun adalah usia yang cukup panjang untuk perjalanan sebuah pergerakan putri ‘Aisyiyah – Muhammadiyah dalam lintasan dinamika kehidupan persyarikatan, umat dan bangsa. Ada empat pesan yang disampaikan Haedar dalam momentum milad kali ini.
Pesan pertama, melakukan refleksi atas perjalanan 95 tahun Nasyiatul Aisyiyah sebagai pergerakan putri islam, pergerakan putri ‘Aisyiyah – Muhammadiyah hadir untuk menjadi penggerak dakwah yang telah berkiprah dan melahirkan banyak tokoh di ‘Aisyiyah – Muhammadiyah maupun dalam kehidupan kebangsaan.
“Kita mengenal Ibu Fatmawati, kita mengenal para tokoh ‘Aisyiyah, pimpinan dan ketua umum aisyiyah yang basisnya adalah Nasyiatul Aisyiyah. Maka dalam milad ini refleksi perlu untuk melakukan proses tasyakur bi ni’mah atas perjalanana ini dan melakukan rekonstruksi gerakan,” pesan Haedar Nashir kepada seluruh kader Nasyiah.
Menurut Haedar Nashir , globalisasi dan dinamika perubahan masyarakat sosial Indonesia juga berakibat pada persaingan pergerakan organisasi-organisasi kaum muda putra maupun putri serta pergerakan kehidupan kebangsaan dan dinamika gloal yang kompleks.
“Maka organisasi Nasyiah perlu melakukan yang pertama, akselarasi gerakannya sebagai gerakan keputrian dan kemasyarakatan. Dakwah yang formulanya Bil hikmah wal mau’izhah hasanah wajdiil hiya ahsan, ” tutur Haedar Nashir
“Kedua, Nasyiatul Aisyiyah adalah bagian dari komponen ‘Aisyiyah dan Muhammadiyah yang terus berdialog saling bersinergi , berkoaborasi dengan berbagai unsur di persyarikatan Muhamadiyah. Kita sekarang berada dalam realitas di mana sumber daya kader berasal dari berbagai muara, dari berbagai hulu. Maka sikap inklusif , sikap terbuka dan mau menerima berbagai macam lingkungan asal kader muhammadiyah menjadi bagian dari dinamika berorganisasi yang bersifat inklusif,” ungkap guru besar Ilmu Sosiologi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
“Maka tanamkanlah, sebarluaskanlah, sosialisasikanlah, dan jadikan state of mind kader nasyiatul aisyiyah adalah kader yang inklusif yang terbuka pada berbagai alam pikiran, terbuka pada beragam kader karakteristik dari berbagai latar belakang untuk berhimpun di dalam organisasi baik di Nasyiatul Aisyiyah , di ‘Aisyiyah maupun di Persyarikatan Muhammadiyah.” tambah Haedar.
Pesan kedua, meningkatkan kualitas wawasan dan pandangan keislaman yang berkemajuan. Muhammadiyah telah melahirkan Risalah Islam Berkemajuan, ‘Aisyiyah telah melahirkan Risalah Perempuan Berkemajuan dan Nasyiah melalui muktamarnya juga telah mengeluakran pikiran-pikiran maju sejalan dengan gerak dan alam pikiran Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah.
“Jangan merasa di zona nyaman sudah menjadi kader muhammadiyah – ‘Aisyiyah tetapi kita kurang memiliki khazanah pandangan dan alam pikiran keislaman yang berkemajuan yang dalam memahami islam menggunakan pendekatan yang interkoneksi bayani, burhani dan irfani ditunjang oleh wawasan keilmuan yang luas baik klasik maupun modern,” pesan suami Siti Noordjannah Djohantini yang pernah menjadi Ketua Umum PPNA periode 1990-1995.
Yang ketiga, Haedar Nashir berharap Nasyiatul Aisyiyah terus mengkapitalisasi potensi dirinya sebagai kader ‘Asiyiyah-Muhammadiyah untuk proses transformasi kepemimpinan ke depan.
“Saya yakin bahwa dari Nasyiatul Asiyiyah lahir kader-kader Muhammadiyah – ‘Aisyiyah dan para pemimpin Muhamadiyah – ‘Aisyiyah yang memiliki akar kuat pada proses dan sistem ideologi dan sistem organisasi berwawasan Islam berkemajuan sekaligus juga menjadi kader yang inklusif,”
Keempat , Haedar berharap bahwa 95 tahun adalah titik tolak atau menjadi tonggak bagi Nasyiatul Aisyiyah untuk bergerak terus dalam wilayah strategis dan praksis menjadi organisasi perempuan putri ‘Aisyiyah – Muhammadiyah yang memiliki keunggulan gerakan dibanding dengan yang lain.
“Kita mesti ber-fastabiqul khoirot dengan organisasi-organisasi lain dan merambah ke berbagai aspek kehidupan secara lebih detail, lebih real, dan lebih banyak menjangkau lapisan sosial kemasyarakatan dan lingkungan di mana Nasyiatul Aisyiyah berada,” tegas Haedar.
Haedar meyakini bahwa orientasi praksis dan strategis akan menjadi dua pilar penting dalam pergerakan Nasyiatul Aisyiyah.
“Mudah-mudahan allah melimpahkan berkah dan karunianya di usia 95 tahun Nasyiatul Aisyiyah untuk melahirkan kader-kader Nasyiatul Aisyiyah menjadi kader Nasyiatul Aisyiyah, ‘Aisyiyah, Muhammadiyah , kader umat, kader bangsa, dan kader di tingkat global yang menebar Islam yang rahmatan lil alamin, dan menebar Islam berkemajuan untuk memjukan peradaban kehidupan,” tutup Haedar Nashir. (Mona Atalina)