Omnibus Law Kesehatan, Antara Peluang dan Tantangan di Masa Depan

Omnibus Law Kesehatan, Antara Peluang dan Tantangan di Masa Depan

Omnibus Law Kesehatan, Antara Peluang dan Tantangan di Masa Depan

Oleh: Ferry Fadzlul Rahman,M.HKes.,Ph.D

Disahkan nya undanga-undang kesehatan terbaru ini merupakan hasil dari pengalaman pandemi COVID-19 pandemi menyebabkan disrupsi besar-besaran dalam hal pencapaian pembangunan kesehatan nasional. sehingga DPR RI berinisiatif merevisi produk hukum yang memuat banyak Undang-Undang yang sudah eksis, yakni mencabut 9 UU dan mengubah 4 UU terkait kesehatan. sejumlah pihak menganggap pengesahan RUU Kesehatan terkesan terburu-buru, mengingat RUU inisiatif DPR RI ini baru saja dibahas pada tahun lalu.

Omnibus law dibidang Kesehatan  juga memperhatikan perlindungan hukum bagi pelaku pelayanan kesehatan., hal itu didasari karena banyaknya tindakan hukum yang diterima oleh Nakes namun tidak ada payung hukum yang melindunginya. Dalam memenuhi hak dasar masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Untuk itu, nakes perlu mendapatkan perlindungan hukum yang layak.

“UU Kesehatan ini bertujuan memperkuat sistem kesehatan negara dan meningkatkan kualitas kesehatan serta kesejahteraan masyarakat, mulai dari perlindungan hukum bagi Nakes maupun pasien, sampai pada hal peningkatan kualitas pelayanan sistem kesehatan. pembahasan UU Kesehatan telah melibatkan partisipasi publik, termasuk dari kalangan dunia kesehatan dan medis. Hal ini demi memastikan agar UU dibuat secara komprehensif.

UU Kesehatan diketahui bersifat komprehensif dan transformatif untuk mengatur upaya kesehatan di Indonesia dari hulu ke hilir dengan mengedepankan penguatan sistem kesehatan nasional. Tujuannya untuk meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat Indonesia dan meningkatkan daya saing bangsa Indonesia. Sebab Omnibus Law UU Kesehatan disebut akan menghadirkan solusi terhadap berbagai permasalahan di bidang Kesehatan. Seperti pelayanan kesehatan yang masih didominasi pendekatan kuratif, ketersediaan dan distribusi Sumber Daya Kesehatan (SDM), kesiapan menghadapi krisis kesehatan, aspek kemandirian farmasi dan Alat Kesehatan.

RUU Kesehatan 2023 yang disahkan menjadi undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa (11/7/2023) menjadi pro dan kontra di kalangan tenaga kesehatan (nakes). sejumlah pihak menganggap pengesahan RUU Kesehatan terkesan terburu-buru, mengingat RUU inisiatif DPR RI ini baru saja dibahas pada tahun lalu.  Pemetaan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh kementerian teknis terkait, yaitu Kementerian Kesehatan (Kemenkes), baru terjadi pada Februari hingga April 2023.

Pro kontra isi RUU Kesehatan 2023 

Beberapa isi RUU Kesehatan 2023 yang menimbulkan pro dan kontra antara lain:

  1. STR berlaku seumur hidup dan rekomendasi organisasi profesi untuk dapat SIP

Salah satu isi RUU Kesehatan 2023 adalah dominasi organisasi profesi kesehatan. Pemerintah menilai beberapa pekerjaan rumah bisa diselesaikan melalui RUU Kesehatan, termasuk penciptaan dokter spesialis.

menurut pemerintah, dominasi organisasi kesehatan menghambat pertumbuhan dokter spesialis karena mahalnya biaya pengurusan izin praktik. Padahal, rasio dokter spesialis di Indonesia masih jauh di bawah standar.

Rasio dokter spesialis di Indonesia hanya 0,12 per 1.000 penduduk, lebih rendah dibandingkan dengan median Asia Tenggara, 0,20 per 1.000 penduduk.

Sementara itu, rasio dokter umum 0,62 dokter per 1.000 penduduk di Indonesia, lebih rendah dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebesar 1,0 per 1.000 penduduk. Selain itu, UU Kesehatan juga mengubah persyaratan bagi seorang dokter buat mendapatkan SIP. Untuk mendapatkan SIP (Surat Izin Praktik) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 234 ayat 2, tenaga kesehatan harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), alamat praktik dan bukti pemenuhan kompetensi,” demikian isi pasal 235 Ayat 1 UU Kesehatan.

Menurut IDI, aturan itu sama saja mencabut peran organisasi profesi terkait persyaratan praktik tenaga kesehatan.  Sebab dengan aturan itu maka seorang dokter tidak lagi memerlukan surat keterangan sehat dan rekomendasi dari organisasi profesi buat mendapatkan SIP.

IDI berpandangan, surat rekomendasi itu akan menunjukkan calon tenaga kesehatan yang bakal memulai praktik sehat dan tidak mempunyai masalah etik dan moral.

  1. Alokasi anggaran kesehatan

DPR RI dan pemerintah sepakat menghapus alokasi anggaran kesehatan minimal 10 persen dari yang sebelumnya 5 persen.

Pemerintah beranggapan, penghapusan bertujuan agar mandatory spending diatur bukan berdasarkan pada besarnya alokasi, tetapi berdasarkan komitmen belanja anggaran pemerintah.

Dengan demikian, program strategis tertentu di sektor kesehatan bisa berjalan maksimal. Namun, penghilangan pasal itu justru tidak sesuai dengan amanah Deklarasi Abuja Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan TAP MP RI X/MPR/2001.

  1. Nakes asing di Indonesia 

Persoalan yang menjadi sorotan para tenaga kesehatan di dalam UU Kesehatan yang direvisi itu adalah soal kemudahan pemberian izin untuk dokter asing.

Di dalam beleid yang baru disahkan itu disebutkan berbagai persyaratan bagi dokter asing maupun dokter WNI yang diaspora dan mau kembali ke dalam negeri buat membuka praktik.

“Tenaga Kesehatan warga negara asing lulusan luar negeri yang telah lulus proses evaluasi kompetensi dan akan melakukan praktik di Indonesia haru memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sementara dan Surat Izin Praktik (SIP),” demikian menurut Pasal 233 UU Kesehatan.

Persyaratan yang harus dikantongi mereka buat membuka praktik di dalam negeri adalah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sementara, Surat Izin Praktek (SIP), dan Syarat Minimal Praktek.

10 Poin yang disempurnakan oleh UU Kesehatan 2023 menurut Menkes 

Sementara itu, dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, berikut sejumlah aspek yang disempurnakan dalam Undang-undang Kesehatan, yaitu :

  1. Dari fokus mengobati menjadi mencegah

Pemerintah sepakat dengan DPR RI, pentingnya layanan primer yang mengedepankan layanan promotif dan preventif berdasarkan siklus hidup.

Untuk mendekatkan layanan kesehatan ke masyarakat, Pemerintah menekankan pentingnya standardisasi jejaring layanan primer dan laboratorium kesehatan masyarakat disleuruh pelosok indonesia.

  1. Dari akses layanan kesehatan yang susah menjadi mudah

Pemerintah sepakat dengan DPR RI bahwa diperlukan penguatan pelayanan kesehatan rujukan melalui pemenuhan infrastruktur SDM, sarana prasarana, pemanfaatan telemedisin, dan pengembangan jejaring pengampuan layanan prioritas, serta layanan unggulan nasional berstandar internasional.

  1. Dari industri kesehatan yang bergantung ke luar negeri menjadi mandiri di dalam negeri.

Pemerintah sepakat dengan DPR RI bahwa diperlukan penguatan ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan melalui penguatan rantai pasok dari hulu hingga hilir.

Memprioritaskan penggunaan bahan baku dan produk dalam negeri, pemberian insentif kepada industri yang melakukan penelitian, pengembangan, dan produksi dalam negeri.

Dari sistem kesehatan yang rentan di masa wabah menjadi tangguh menghadapi bencana

Pemerintah sepakat dengan DPR RI bahwa diperlukan penguatan kesiapsiagaan pra bencana dan penanggulangan secara terkoordinasi dengan menyiapkan tenaga kesehatan yang sewaktu-waktu diperlukan dapat dimobilisasi saat terjadi bencana.

  1. Dari pembiayaan yang tidak efisien menjadi transparan dan efektif.

Pemerintah sepakat dengan DPR RI untuk menerapkan penganggaran berbasis kinerja. Ini mengacu pada program kesehatan nasional yang dituangkan dalam rencana induk bidang kesehatan yang menjadi pedoman yang jelas bagi pemerintah dan pemerintah daerah.

5 Dari tenaga kesehatan yang kurang menjadi cukup dan merata.

Pemerintah sepakat dengan DPR RI bahwa diperlukan percepatan produksi dan pemerataan jumlah dokter spesialis melalui penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit.

 Dari perizinan yang rumit dan lama menjadi cepat, mudah dan sederhana.

Pemerintah sepakat dengan DPR RI bahwa diperlukan penyederhanaan proses perizinan melalui penerbitan STR yang berlaku seumur hidup dengan kualitas yang terjaga.

Dari tenaga kesehatan yang rentan dikriminalisasi menjadi dilindungi secara khusus.

Pemerintah sepakat dengan DPR RI bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan memerlukan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya, baik dari tindak kekerasan, pelecehan, maupun perundungan.

Secara khusus bagi tenaga medis yang diduga melakukan tindakan pidana dan perdata dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan harus melalui pemeriksaan majelis terlebih dahulu dan di selesaikan melalui mediasi.

  1. Dari sistem informasi yang terfragmentasi menjadi terintegrasi.

Pemerintah sepakat dengan DPR RI bahwa diperlukan integrasi berbagai sistem informasi kesehatan ke sistem informasi kesehatan nasional yang akan memudahkan setiap orang untuk mengakses data kesehatan yang dimilikinya tanpa mengurangi jaminan perlindungan data individu.

Dari teknologi kesehatan yang tertinggal menjadi terdepan.

Pemerintah sepakat dengan DPR RI perlunya akselerasi pemanfaatan teknologi biomedis untuk pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kedokteran presisi.

Pengesahan RUU Kesehatan ini merupakan salah satu langkah dari transformasi kesehatan. Langkah ini dibutuhkan untuk membangun arsitektur kesehatan Indonesia yang tangguh, mandiri dan inklusif.

 

Pengesahan UU Kesehatan 2023 

Ada 11 undang-undang terkait sektor kesehatan yang telah cukup lama berlaku sehingga perlu disesuaikan dengan dinamika perubahan zaman.

Pemerintah sependapat dengan DPR terkait dengan ruang lingkup dan pokok-pokok hasil pembahasan yang telah mengerucut berbagai upaya peningkatan kesehatan Indonesia ke dalam 20 bab dan 458 pasal di RUU Kesehatan.

Sebelumnya, pemerintah telah melaksanakan setidaknya 115 kali kegiatan dalam rangka meaningful participation, baik dalam bentuk forum diskusi maupun seminar yang dihadiri 1.200 pemangku kepentingan dan 72 ribu peserta.

Pemerintah sudah menerima setidaknya 6.011 masukan secara lisan dan tulisan, maupun melalui portal partisipasi sehat. Pimpinan Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan, RUU tentang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

RUU ini menjabarkan agenda transformasi kesehatan yang bersifat reformis untuk perbaikan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer dan sekunder melalui penguatan upaya kesehatan dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif rehabilitatif, dan atau paliatif.

“RUU kesehatan memberikan ruang ekosistem untuk pengembangan inovasi kesehatan, serta penguatan peran kesehatan,” ungkap Melki.

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, dengan disahkannya RUU Kesehatan kiranya menjadi awal yang baru untuk membangun kembali sistem kesehatan yang tangguh di seluruh Indonesia, tidak terkecuali di daerah terpencil, tertinggal, di perbatasan, maupun kepulauan.

“Semoga UU Kesehatan ini akan memberikan manfaat bagi kita semua. Dengan mengedepankan kepentingan masyarakat, DPR berharap dapat menjadi perpanjangan aspirasi publik dengan pertimbangan transformasi sistem kesehatan melalui legislasi yang sesuai kebutuhan.”

*Dosen Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

Exit mobile version