Islam dan Perkembangan Teknologi

Islam dan Perkembangan Teknologi

Islam dan Perkembangan Teknologi

Oleh: Muhammad Zakiy

Perkembangan teknologi informasi saat ini sangat pesat dengan lahirnya Artificial Intelligent (AI) seperti ChatGPT dan sebelumnya ada Siri dan Google Assistant yang merupakan kebutuhan manusia pada saat ini. Namun, perlu diketahui bahwa pengadopsian teknologi informasi dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk oleh umat Islam, karena terdapat stereotipe negative pada umat Islam terkait pengadopsian teknologi.

Untuk itu, kali ini Saya tidak membahas mengenai perkembangan teknologi seperti ChatGPT dan kontroversinya, tetapi akan membahas masalah stereotipe negative terhadap umat Islam terkait pengadopsian teknologi. Stereotipe negatif dan penilaian yang salah terhadap umat Islam seringkali menyebabkan diskriminasi dan ketidakadilan yang tidak hanya merugikan individu-individu Muslim, tetapi juga merusak keberagaman sosial.

Anehnya tindakan islamofobia ini dilakukan oleh orang Islam itu sendiri yang biasa dikenal dengan kaum liberal dan orientalis. Sebutan teroris, primitif, terbelakang dan kuno merupakan label yang sering disematkan untuk umat Islam, bahkan pernyataan ini diungkapkan oleh seorang professor yang juga menjadi rektor di salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia. Hal ini menjadi sebuah ironi karena Islam dikenal sebagai agama pembaharu yang sangat erat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Banyak sekali ayat Qur’an yang memerintahkan kita untuk selalu menggunakan akal pikiran agar dapat berpikir untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain itu banyak ilmuan Muslim seperti Al-Farabi, Al-Idrisi, Al-Jazari dan Ibnu Rusyd yang namanya sangat masyhur dan memberi inspirasi bagi umat manusia dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi.

Memang terdapat perdebatan diantara Ulama Muslim dalam memandang sebuah teknologi. Kaum positivis menyetujui peran penting teknologi (Pemikiran dan kontribusi para cendekiawan dan ilmuwan Muslim dalam bidang matematika, astronomi, kedokteran, dan lainnya, menjadi bukti bahwa kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan tidak selalu bertentangan dengan keyakinan agama).

Sedangkan kaum transendentalis mencurigai kekuatan teknologi dapat mendominasi manusia (Terlalu bergantung pada teknologi dapat menghalangi pengalaman spiritual dan kebebasan individu sehingga manusia kehilangan kontrol atas hidup mereka sendiri). Hal inilah yang menjadi dasar munculnya islamophobia yang dikaitkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebut saja di beberapa negara Muslim seperti Mesir dan Pakistan yang melarang operasi transplantasi dengan berbagai perdebatan didalamnya seperti pelanggaran terhadap martabat manusia.

Padahal dalam Islam juga dikenal konsep maqasid syariah yang menekankan pentingnya memelihara kepentingan umum dan menjaga keseimbangan antara individu dan masyarakat dalam penggunaan teknologi.

Terlebih lagi di tengah era perkembangan teknologi yang pesat seperti sekarang ini, keberadaan teknologi menjadi sebuah keniscayaan yang harus diterima oleh umat Muslim sebagai Sunnahtullah. Dari perdebatan para ulama ini menyebabkan umat Muslim sering kali dihadapkan pada stereotipe negatif yang menyebabkan isu-isu seperti islamophobia. Salah satu pemikiran yang sering muncul adalah anggapan bahwa umat Muslim tertinggal dalam mengadopsi dan memanfaatkan teknologi.

Tentu saja pandangan ini bukan hanya keliru, namun juga sangat berbahaya, karena memperkuat prasangka dan meningkatkan pemisahan antara masyarakat Muslim dan non-Muslim. Perlu kita sadari bahwa umat Muslim di seluruh dunia aktif terlibat dalam revolusi teknologi dan terus berkontribusi dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan teknologi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Banyak muslim yang terampil dalam pengembangan perangkat lunak, ilmu data, kecerdasan buatan, dan teknologi lainnya. Mereka memainkan peran penting dalam memajukan inovasi di berbagai sektor, dari kesehatan hingga Pendidikan, bahkan banyak ilmuan Muslim yang bekerja di perusahaan-perusahaan ternama global.

Namun, isu islamophobia ini masih terus muncul, baik di negara-negara barat, maupun dari kaum liberal dan orientalis Islam yang sering kali dipicu oleh kurangnya pemahaman dan informasi yang tepat tentang partisipasi umat Muslim dalam dunia teknologi maupun memang dengan sengaja ingin menghancurkan Islam dari dalam. Di Indonesia sendiri pandangan “alergi terhadap agama” ini semakin massif terlihat, bahkan di acara-acara resmi dan dilakukan oleh beberapa tokoh nasional.

Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai Muslim untuk melawan stereotipe ini dengan memperkuat inklusi digital bagi umat Muslim. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan memainkan peran penting pendidikan dalam mengatasi isu ini. Sistem pendidikan harus mempromosikan pemahaman yang lebih baik tentang kontribusi umat Muslim dalam teknologi dan menyoroti peran Islam dalam masyarakat digital. Kurikulum harus mencakup contoh-contoh sukses dari para nabi, ilmuan Muslim hingga komunitas Muslim dalam bidang teknologi.

Selain itu, industri teknologi dan lembaga pendidikan dapat berkolaborasi untuk menciptakan peluang yang merangkul umat Muslim. Program pelatihan, beasiswa, dan aksesibilitas harus diperluas untuk mendorong lebih banyak partisipasi dari komunitas Muslim dalam bidang teknologi. Dengan mendorong inklusi ini, kita dapat membangun lingkungan di mana umat Muslim dapat berpartisipasi secara penuh dan mendapatkan pengakuan yang pantas. Salah satu ormas Islam yang dapat berbicara banyak dalam hal ini adalah Muhammadiyah yang memiliki ribuan lembaga pendidikan.

Dalam perjuangan melawan islamophobia terkait dengan isu keterbelakangan teknologi, penting untuk menghapus pemisahan dan prasangka yang ada. Kita harus melihat umat Muslim sebagai mitra dan pemimpin dalam revolusi teknologi saat ini. Melalui pendidikan, kita dapat membongkar mitos dan mempromosikan persatuan yang lebih besar antara umat Muslim dan perkembangan teknologi. Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa agama Islam tidak alergi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena teknologi tidak memiliki agama dan teknologi seperti pedang bermata dua dapat berdampak positif maupun negatif.

Untuk itu tidak tepat jika dikatakan bahwa umat Islam terbelakang dalam pengadopsian teknologi, bahkan Islam menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti dalam Al-Qur’an Allah menjelaskan dalam Surat Al-Mujadalah Ayat 11 bahwa Allah SWT akan mengangkat derajat orang yang berilmu. Selain itu, penting bagi umat Muslim dapat mengimbangi antara agama dan Ilmu, seperti ungkapan yang sering kita dengar yaitu “Ilmu tanpa agama buta dan agama tanpa ilmu lumpuh”.

Muhammad Zakiy, Dosen Program Studi Ekonomi Syariah UMY, Mahasiswa Program Studi Perekonomian Islam & Industri Halal UGM

Exit mobile version