Shalat untuk Menjemput Rahmat (17)
Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Nifʻan Nazudi
Pada Shalat untuk Menjemput Rahmat (16) telah diuraikan perintah shalat berjamaah, baik yang bersumber pada al-Qurʻan maupun hadis. Perlu kita pahami kembali bahwa para ulama berbeda pendapat dalam hal menetapkan status hukumnya.
Imam Hanbali menghukuminya wajib. Menurut beliau, jika seseorang meninggalkannya dan dia mengerjakan shalat sendirian, dia berdosa. Namun, shalatnya tetap sah.
Imam Hanafi dan sebagian besar ulama Syafi’i berpendapat bahwa hukum shalat berjamaah adalah tidak wajib. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa hukum shalat berjamaah adalah farḍu kifayah
Sementara itu, umumnya ulama menghukuminya sunnah muakkadah, yakni sunah yang sangat dianjurkan/ditekankan. Betapa ruginya kita jika tidak mengamalkannya.
Pada Shalat untuk Menjemput Rahmat (17) ini diuraikan keutamaan shalat berjamaah. Berikut ini dikutipkan arti hadis yang sangat popular yang berkenaan dengan keutamaan shalat berjamaah dibandingkan dengan shalat sendirian.
Pahala Dilipatgandakan
Dari Abdullah Ibn ‘Umar
˝Dari Abdullah bin ‘Umar Raḍiyallahu ‘Anhumā bahwa Rasūlullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Shalat berjamaah itu lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.˝
Dari Abū Hurairaḥ
“Dari Abū Hurairaḥ Raḍiyallahu ‘Anhu, dia berkata, Rasūlullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Shalat seseorang di dalam jamaah dilipatgandakan pahalanya atas shalatnya di dalam rumahnya dan di dalam tokonya sebanyak dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena jika dia berwuḍu dan membaguskan wuḍunya, kemudian keluar ke masjid, tidak ada yang mengeluarkannya, melainkan shalat; tidak mengayunkan satu langkah, melainkan ditinggikan satu derajat baginya dan dihilangkan satu kesalahan darinya. Jika dia shalat, para malaikat senantiasa bershalawat atas dirinya selagi dia tetap berada di tempat shalatnya (dengan berkata), Ya, Allah, berilah shalawat atas dirinya; ya, Allah, ampunilah dosanya; ya, Allah, rahmatilah dia, dan dia senantiasa berada dalam shatat selagi dia menunggu shalat.” (Muttafaq ‘alaih, lafal Muslim)
Berbagai Sumber Pahala
Banyak amalan yang menjadi sumber pahala bagi orang yang mengerjakan shalat berjamaah. Di antaranya adalah sebagai berikut.
Kesempurnaan Berwuḍu
Pahala yang besar sudah disediakan oleh Allah Subhānu wa Taʻāla bagi kita mulai kita berwuḍu dengan sempurna.
- Masuk Surga dari Pintu yang Dikehendaki
Hal itu dijelaskan di dalam HR Muslim, Ahmad, dan Abū Dawud, yang artinya
“Tidak ada seorang dari kamu yang berwuḍu dengan sempurna lalu mengucapkan, Asyhadu allā ilāha illallāhu wa asyhadu anna Muḥammadan ‘abduhu wa rasūluh, melainkan dibukakanlah baginya pintu surga yang delapan, yang dapat dimasuki dari mana yang dikehendakinya.”
- Wajah, Kaki, dan Tangan Bersinar pada Hari Kiamat
Hal itu dijelaskan di dalam HR Abū Hurairah pada riwayat Muslim, yang artinya
“Kamu sekalian bersinar wajah, kaki, dan tanganmu pada hari kemudian sebab menyempurnakan wuḍu, maka siapa yang mampu di antara kamu supaya melebihkan sinarnya.”
Shalat Syukrul Wuḍu
Shalat syukrul wuḍu disyariatkan utuk dikerjakan (masyruʻah) berdasarkan hadis qawliyah (ucapan Rasūlullah shalalallahu ‘alaihi wasallam) dan taqririyah (pengakuan Rasūlullah shalalallahu ‘alaihi wasallam). Berdasarkan hadis-hadis shahih, shalat tersebut memiliki keutamaan, di antaranya, yaitu Allah Subḥānahu wa Taʻāla memberikan ampunan dan kenikmatan surga kepada orang yang mengerjakannya
Hadis qawliyah
Di antara hadis qawliyah adalah riwayat dari Humran, mantan budak Uṡman bin Affan, yang artinya
“Saya mendengar Uṡman bin Affan berkata, Aku mendengar Rasūlullah shalalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Tidaklah seorang laki-laki berwuḍu lalu memperbagus wuḍunya, lalu melakukan shalat, melainkan pasti Allah mengampuni dosanya antara dia dan shalat sesudahnya.” (HR Muslim)
Hadis Taqriyah
Hadis taqririyah diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abū Hurairaḥ Raḍiyallahu ‘Anhu, yang artinya
“Bahwa Nabi berkata kepada Bilal Raḍiyallahu ‘Anhu ketika shalat fajar (subuh), Wahai Bilal, ceritakan kepadaku amal yang paling utama yang sudah kamu kerjakan dalam Islam sebab aku mendengar di hadapanku suara sandalmu di dalam surga. Bilal berkata, Tidak ada amal utama yang sudah aku kerjakan, kecuali bahwa jika bersuci (berwuḍu) pada suatu kesempatan malam ataupun siang, melainkan aku selalu shalat dengan wuḍu tersebut berupa shalat yang telah ditetapkan kepadaku. (HR Muttafaq ‘alaih)
Bepakaian Bagus
Allah Subḥānu wa Taʻāla berfirman di dalam surat al-Aʻraf (7): 31
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
“Wahai, anak Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid; makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.”
Setiap pergi ke masjid kita dikondisikan untuk berpakaian bagus untuk mengerjakan shalat. Dengan berpakaian yang bagus setiap memasuki masjid, berarti kita beribadah yang berpahala. Apakah di rumah selalu demikian juga?
Keluar Rumah
Selanjutnya, pahala disediakan jika kita keluar dari rumah dengan kaki kiri dan berdoa sebagaimana terdapat di dalam HR Abū Dawud,
Bismillāhi tawakkaltu ‘alallāh, lā ḥaula walā quwwata illa billāh
“Dengan menyebut nama Allāh, aku berserah diri kepada Allāh. Tiada daya dan tiada kekuatan, melainkan dengan pertolongan Allāh.”
Langkah Kaki
Berdasarkan hadis Muttafaq ‘alaihi sebagaimana telah dikutip artinya, kita ketahui bahwa untuk tiap langkah kaki pun disediakan pahala, yakni ditinggikan satu derajat baginya dan dihilangkan satu kesalahan darinya.
Mensyiarkan Salam, Berjabat Tangan, dan Tersenyum
Pahala berikutnya disediakan bagi kita ketika bertemu dengan sesama muslim dan mensyiarkan salam. Lebih-lebih lagi, jika kita, yang tidak mempunyai uzur syar’i, berjabat tangan. Jadi, dengan shalat berjamaah di masjid, sebenarnya kita pun dapat bersilaturahim.
Betapa besar pahala yang disediakan oleh Allah Subḥānu wa Taʻāla bagi kita jika mensyiarkan salam dan bersilaturahim. Hal ini dijelaskan di dalam HR Tirmizi, yang artinya
“Hai umat manusia, syiarkanlah salam, hubungkanlah silaturahim, menjamu makanlah dan salat malamlah kamu pada waktu orang lain tidur, niscaya kamu akan masuk surga dengan selamat sejahtera.”
Sementara itu, pahala yang berkenaan dengan ucapan salam, di dalam HR Ahmad, at-Tirmizi, dan Abū Dawud dijelaskan, yang artinya
“Dari ‘Imran bin Hushain Raḍiyallahu ‘Anhu, dia berkata, Seorang laki-laki datang kepada Rasūlullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu, dia berkata, Assalāmu ‘alaikum (Semoga keselamatan dari Allah tercurah untukmu).
Lalu, Rasūlullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab salam orang itu. Kemudian, laki-laki itu pun duduk dan Rasūlullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “(Dia mendapat) sepuluh kebaikan.”
Kemudian, datang orang lain kepada Rasūlullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia mengucapkan, Assalāmu ‘alaikum waraḥmatullāh (Semoga keselamatan dan rahmat dari Allah tercurah untukmu). Lalu, Rasūlullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawabnya. Kemudian, orang itu duduk dan Rasūlullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “(Dia mendapat) dua puluh kebaikan.”
Setelah itu, datang lagi orang lain kepada Rasūlullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia mengucapkan, Assalāmu ‘alaikum waraḥmatullāhi wa barakātuh (Semoga keselamatan rahmat, dan keberkahan dari Allah tercurah untukmu). Rasūlullah shallallahu ‘alaihi wasallam membalasnya. Kemudian, orang itu duduk dan Rasūlullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “(Dia mendapat) tiga puluh kebaikan.”
Berdasarkan hadis tersebut, betapa ruginya jika kita tidak mengucapkan salam secara sempurna.
Sementara itu, berjabat tangan pun sangat besar pahalanya, yakni diampuni atas dosanya sebelum dua muslim yang berjabat tangan itu berpisah. Berikut ini dikemukakan HR Abū Dawud, yang artinya
“Tidak ada dua orang muslim yang bertemu kemudian bersalaman, melainkan keduanya diampuni sebelum keduanya berpisah.”
Betapa sangat banyak dan tingginya pahala yang disediakan oleh Allah Subḥānu wa Taʻāla untuk kita karena mengucapkan salam, berjabat tangan, dan bersilaturahim. Pahala pun bertambah lagi jika semua itu kita lakukan dengan tersenyum. Senyum adalah sedekah. Dengan demikian, karena tersenyum kita mendapat pahala juga.
Masuk Masjid
Sampai di lingkungan masjid, kita diberi kesempatan oleh Allah Subḥānu wa Taʻāla untuk memperoleh pahala lagi. Pahala disediakan untuk kita jika melepas sandal (sepatu) pada kaki kiri lebih dahulu. Kemudian, kita masuk masjid dengan kaki kanan dengan berdoa
Allahummaf-tah lī abwāba raḥmatik
“Ya, Allah, bukakanlah semua pintu rahmat-Mu untukku.”
Shalat Taḥiyatul Masjid
Sebelum shalat farḍu, kita diberi kesempatan oleh Allah Subḥānu wa Taʻāla memperoleh pahala lagi. Rasūlullah shallallahu ‘alahi wasallam memberikan tnntunan kepada kita untuk mengerjakan shalat taḥiyatul masjid.
Berdoa antara Aẓan dan Iqamat
Masih ada lagi keutamaan yang kita peroleh sebelum mengerjakan shalat farḍu secara berjamaah, yakni berdoa. Antara azan dan iqamat adalah salah satu waktu makbul bagi kita untuk berdoa sebagaimana dijelaskan di dalam HR Abū Dawud, at-Tirmidzi, dan Ahmad, yang artinya
“Diriwayatkan dari Anas Ibn Malik, ia berkata, Rasūlullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak ditolak doa yang dipanjatkan pada waktu antara azan dan iqamat.”
Masih banyak lagi manfaat shalat berjamaah di masjid. Oleh karena itu, merupakan kerugian besar bagi muslimin yang tidak beruzur syarʻi, tetapi tidak mengerjakannya.
Shalat Berjamaah di Masjid/Musala bagi Perempuan
Berikut ini disarikan penjelasan Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah berkenaan dengan hadis-hadis tentang shalat berjamaah di masjid bagi perempuan. (Isi selengkapnya dapat dibaca pada Majalah Suara Muhammadiyah: No. 11, 2011 atau diakses melalui https://fatwatarjih.or.id>ibadah)
- Dari HR Muslim dari sahabat Ibnu ‘Umar dapat dipahami bahwa kaum laki-laki dilarang mengalang-alangi perempuan pergi ke masjid untuk melakukan shalat berjamaah. Imam an-Nawawi dalam kitab Syarah Sahih Muslim menjelaskan bahwa hadis ini dan hadis-hadis yang semakna dengannya menunjukkan bahwa perempuan tidak dilarang untuk mendatangi masjid (untuk melakukan shalat), tetapi dengan memperhatikan beberapa syarat yang telah disebutkan oleh para ulama. Di antara syarat itu adalah mereka tidak memakai wangi-wangian yang berlebihan, tidak ikhtilat dengan kaum pria, tidak menimbulkan fitnah. Tentu mereka wajib berpakaian yang menutupi aurat.
- Di dalam HR Abū Dawud dari sahabat Abū Hurairah dijelaskan bahwa kaum laki-laki dilarang mengalang-alangi kaum perempuan menghadiri masjid untuk melakukan shalat walaupun sesungguhnya shalat perempuan di rumah lebih baik daripada shalat di masjid jika mereka berpakaian yang menutup badannya, atau, menurut Ibnu Habib dalam Syarah al-Muwattha`, mereka menutup kepalanya.
- Di dalam hadis HR al-Bukhari dari Urwah dijelaskan bahwa perempuan mukmin pada masa Rasūlullah shallallahu ‘alaihi wasallam sudah biasa menghadiri shalat berjamaah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seperti shalat subuh, dan mereka berpakaian yang menutup aurat sampai tidak dikenal oleh para sahabat.
- Di dalam Hadis HR al-Bukhari dari Ibnu Umar dijelaskan bahwa apabila para perempuan (istri) minta izin untuk melakukan shalat berjamaah di masjid, maka para laki-laki (suami) hendaklah mengizinkannya.
Berdasarkan pemahaman tersebut, disimpulkan
- Jika hal-hal yang dilarang tidak dapat dihindari, lebih utama bagi perempuan shalat di rumah.
- Jika hal-hal yang dilarang dapat dihindari, lebih utama tiap perempuan melakukan shalat berjamaah di masjid dan wajib bagi suami untuk mengizinkannya.
Allahu aʻlam
Mohammad Fakhrudin, warga Muhammadiyah tinggal di Magelang Kota
Nif’an Nazudi, dosen al-Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Purworejo