Buka Muktamar HW, Abdul Mu’ti Ingin HW Jadi Kepanduan yang Berkemajuan
MALANG, Suara Muhammadiyah – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengajak seluruh komponen di Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan untuk tidak menjadikan muktamar hanya sekedar forum permusyawaratan dan suksesi kepemimpinan semata. Tapi bagaimana agar HW sebagai gerakan kepanduan tertua dapat membumikan serta mentransformasikan nilai-nilai ketangguhan yang dimilikinya untuk Islam dan Indonesia yang berkemajuan.
Dalam situasi kehidupan kebangsaan hari ini. Sejatinya Indonesia mendambakan kehadiran kader bangsa yang memiliki jiwa seorang pandu Hizbul Wathan. Jiwa tersebut tercantum di dalam 10 undang-undang Hizbul Wathan. Menurutnya, seluruh generasi muda mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalam 10 undang-undang tersebut, ia percaya dan yakin bahwa Indonesia akan bangkit, Indonesia akan tampil menjadi negara yang maju, makmur, adil serta mampu berperan dalam memajukan peradaban dunia.
Oleh karena itulah momentum muktamar perlu menjadi bagian yang terintegrasi dengan ikhtiar sungguh-sungguh untuk bersama-sama menginternalisasi nilai dan jiwa kepanduan pada diri seluruh kader Muhammadiyah. Ia pun menghimbau kepada seluruh kader Hizbul Wathan untuk lebih percaya diri. Tampil sebagai generasi muda yang unggul dan berkualitas. Mentes. Karena merekalah yang nantinya yang akan menentukan arah perjalanan bangsa di masa mendatang.
Hal tersebut masih menjadi kendala bagi perkembangan organisasi kepanduan yang berada di bawah naungan organisasi Islam modern terbesar tersebut. Tentu, menjawab setiap permasalahan dengan prestasi adalah solusi yang harus dilakukan oleh HW sesegera mungkin. Untuk meraih prestasi tentu juga dibutuhkan langkah-langkah yang dipenuhi rasa optimisme.
“Saya menangkap pesan bahwa masih ada kebimbangan, bahkan masih ada sebagian kalangan di internal Muhammadiyah yang belum cukup percaya diri, serta belum ikhlas menjadikan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan sebagai satu-satunya kepanduan di lingkungan Persyarikatan,” tegasnya. “Jangan takut dan jangan khawatir. Teruslah melangkah,” Guru Besar UIN Jakarta itu menambahkan.
Untuk mendorong transformasi di tubuh HW, ia pun mengusulkan kepada DPR untuk melakukan revisi undang-undang yang mengatur kepanduan. Karena menurutnya selama ini Hizbul Wathan hanya dianggap sebagai kepanduan khusus. Bagian dari Pramuka. Itu artinya, posisi antara HW dengan Pramuka tidak setara. Di dalam undang-undang tersebut, kepanduan yang usianya sebenarnya lebih tua dari Pramuka masih diposisikan sebagai pemain cadangan. Ia sangat ingat ketika undang-undang tersebut disusun, pada waktu itu Muhammadiyah mengusulkan agar nama dari undang-undang tersebut adalah undang-undang kepanduan nasional. Yang dengan nama itu seluruh kepanduan yang ada di Indonesia, apapun latar belakang organisasinya merasa memiliki rumah dan diposisikan setara.
“Kami tidak anti Pramuka. Tapi kami ingin eksistensi semua kepanduan, termasuk Hizbul Wathan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari gerakan kepanduan nasional, yang tak lain memiliki peranan penting dalam membangun generasi yang cinta tanah air dan berakhlak mulia,” ujarnya saat memberikan amanat di Pembukaan Muktamar Hizbul Wathan ke-4 yang berlangsung di Dome Universitas Muhammadiyah Malang (27/7).
Di akhir sambutannya, ia berpesan agar forum Muktamar tidak dijadikan sebagai forum nostalgia. Tapi menjadi forum lintas generasi. Menurutnya kebesaran HW di masa lalu ditunjukkan oleh kehebatan seorang tokoh. Sebut saja Jenderal Soedirman, seorang pandu Hizbul Wathan yang menjadi bapak TNI dan bapak Bangsa. Hal ini perlu kita teladani, mulai dari spiritualitasnya sebagai seorang Muslim sejati. Patriot.
“Karena itu dalam pandu HW tidak ada lagi persoalan antara Islam dengan Indonesia. Karena di dalam diri pandu HW, Islam diterjemahkan sebagai langkah cinta Tanah Air, dengan usaha memajukan bangsa dan negara,” tegasnya. (diko)