SLEMAN, Suara Muhammadiyah – Pada panel diskusi hari ke 2 Dr.Muhrisun Afandi sebagai pembicara pertama menyampaikan tentang materi penanganan kekerasan pada anak. Orang yang melakukan kekerasan – terutama kekerasan seksual – biasanya justru dilakukan oleh orang yang dekat dengan anak. Tradisi itu julid (everybody knows everybody).
Penanganan hak anak sudah jauh diatur dalam syariat islam sebelum dicetuskan oleh dunia barat, sehingga dunia berutang pada islam terkait hal tersebut. Orang tua harus sadar, bahwa anak sedang didekati oleh predator.
Menurut-nya Grooming : teknik manipulatif untuk membuat anak dan keluarganya merasa terikat dengan pelaku.
Jika ada pemuka agama yang terjaring kasus kekerasan seks, kasus pedofilia, mereka sebenarnya bukan pemuka agama yang pedofil, namun pedofil yang rela menjadi pemuka agama untuk melancarkan aksinya sebagai pedofilia.
Taktik mereka seolah mencuci otak anak. Dia bergerak perlahan, memberikan pemahaman’ yang sebenarnya salah tapi ia memberitahu si anak tersebut merupakan sesuatu hal yang biasa saja (walau tidak membenarkan, at lease itu wajar aja). Contoh, awalnya anak dipegang – kan tidak boleh – lalu diberitahu jika “klo kayak gini tidak papa”, lalu mulai lah lanjut lebih banyak, dipeluk, dsb.
Resilience pada anak berbeda beda : semua respon yang diberikan kepada anak ketika terjadi suatu masalah, harus ditangani oleh orang tua dengan baik, orang tua harus paham penanganan apa yang tepat bagi anak tersebut. Bahkan hal tersebut tidak harus masalah yang besar, justru pada masalah sepele tersebut jika dibiarkan akan membentuk suatu pemikiran pada anak tersebut bahwa itu hal yang benar.
Case Management
Yang pertama harus bergegas memberikan penyelamatan kepada anak. Bagaimana anak bisa selamat dari kasus tersebut. Safety first.
Mandatory reporting kalau ada profesi yang bisa lapor tapi tidak melapor, harus ditindak. Child-centered approach pendekatan untuk penanganan kepada anak harus tepat, dilakukan oleh orang yang tepat
Teamwork, seluruh pihak yang berpartisipasi harus berjalan bersinergi, jangan ada salah satu pihak yang bergerak sendiri, semaunya sendiri.
Sensitif budaya, kultur budaya yang melekat di suatu daerah, tidak hanya permasalahan legal. Case plan, setiap kasus harus ditangani dengan khusus.
Confidential and privacy, privacy harus dibatasi. Dokumentasi dan pencatatan setiap kejadian, setiap step harus dicatatkan. Legal consideration, permanency planning, transisi, aftercare.
Pembicara kedua Elli Nur Hayati.,Ph.D menjelaskan tentang GACA [Gerakan ‘Aisyiyah Cinta Anak). Aisyiyah harus tepat dalam melakukan pendampingan terhadap anak, sudah banyak program yang dilakukan oleh ibu-ibu aisyiyah dari berbagai daerah promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Tantangan , prioritasnya tetap anak, (cyber bulliyinng), kelompoknprioritas kedua perempuan karena budaya partriaki yang masi melekat, dan juga lansia. Prioritas yang lebih di utamakan disabilitas, minoritas, dan miskin. (Islamiyatur R)