BANYUWANGI, Suara Muhammadiyah -Pendopo Desa Glagahagung, pada Sabtu (29/07/2023) diramaikan oleh Workshop Kerukunan dan Lingkungan yang diikuti oleh Among (Anak Muda Eco Bhinneka Blambangan), tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, pemuda dan perempuan lintas agama, hingga komunitas difabel.
Diantanya Nasyiatul Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah, Fatayat NU, GP Ansor, budayawan, seniman, serta aktivis lingkungan. Workshop Kerukunan dan Lingkungan ini merupakan rangkaian acara Festival Budaya Eco Bhinneka yang digelar oleh tim Eco Bhinneka Banyuwangi. Kemudian akan dilanjutkan dengan Pergelaran Seni Budaya Lintas Iman.
Direktur Program Eco Bhinneka Muhammadiyah-Nasyiatul Aisyiyah, Hening Purwati, bersama tim Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah dan tim nasional Eco Bhinneka Muhammadiyah turut hadir dalam acara tersebut. Dalam kata pengantarnya, Hening Purwati mengajak peserta untuk bangkit dan sadar akan pentingnya toleransi dan kerukunan hidup dalam keberagaman serta membangun mimpi besar demi terwujudnya kerukunan yang kuat bersama teman-teman lintas iman.
Eco Bhinneka merupakan salah satu program unggulan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang bekerja sama dengan Nasyiatul Aisyiyah.
“Program ini diharapkan tidak hanya dirasakan manfaatnya oleh warga Muhammadiyah dan kader Nasyiatul Aisyiyah saja. Akan tetapi, seluruh masyarakat Banyuwangi khususnya anak muda harus bisa merasakan manfaatnya serta menjadi pelopor kerukuan dan lingkungan,” tutur Mukhlis Lahuddin, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyuwangi, sesaat sebelum membuka workshop secara resmi.
Dirinya hadir bukan hanya sekadar memenuhi undangan sebagai Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyuwangi. Akan tetapi hadir karena bangga dan ingin turut menggaungkan nama Eco Bhinneka di Banyuwangi.
Dialog tema Merawat Kerukunan Antarumat Beragama melalui Kegiatan Seni Budaya dan Pelatihan Eco Enzyme menjadi bahasan pokok dalam workshop tersebut. Muklis dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi mengatakan bahwa seni budaya bukan suatu hal yang negatif, menjadi negatif ketika manusianya yang salah dalam memahami dan mempraktikkannya.
Suyanto, peserta dari komunitas seniman, yang merupakan seorang dalang dalam acara temu manten, menanyakan soal peyisipan hadits-hadits saat membawakan acaranya. Menurut Muklis hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan karena pada dasarnya seni adalah tentang dakwah dan yang diambil adalah makna dari hadits tersebut.
Dengan adanya Workshop ini, masyarakat diberi kesempatan untuk bertemu langsung dengan perwakilan Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi. Widodo, tokoh agama Katolik berterima kasih kepada Eco Bhinneka yang menghadirkan narasumber dari Kemenag.
Dia menanyakan tentang FKUB Kecamatan Purwoharjo yang saat ini sedang vakum. Dia juga menaruh harapan besar untuk keberlanjutan program Eco Bhinneka. Kurniati dari komunitas difabel pun berterima kasih kepada Eco Bhinneka karena sudah diberi kesempatan untuk bergabung dalam acara ini. Dia antusias mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang besar manfaatnya, seperti Eco Bhinneka.
Untuk kekhawatiran akan sampah, bahasan kedua pada workshop tersebut adalah Pelatihan Eco Enzyme. Menyosialisasikan manfaat Eco Enzyme untuk kehidupan sehari-hari baik untuk manusia, hewan, tumbuhan, dan benda mati seperti tanah dan air. Eco Enzyme merupakan cairan fermentasi alami dari sisa buah dan sayur, molase (gula merah), dan air dengan perbandingan 3:1:10.
Dapat dijadikan sebagai pupuk tanaman, pembersih kloset, pengusir tikus, sabun cuci piring, pembersih sayuran, dan obat kumur. Peserta antusias dalam mengikuti materi, terutama saat sesi praktik pembuatan Eco Enzyme. “Dengan membuat Eco Enzyme kita telah menyelesaikan sebagian besar sampah organik dan mengurangi beban bumi,” tutur Herman Sjahthi Ekoprodjo, fasilitator Eco Enzyme. (Maydini/Winda)