Merawat Jejak Intelektualisme Muhammadiyah
Oleh : Hendro Susilo
“Iqra”, inilah kata pertama dalam surat Al-Alaq, merupakan wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT kepada nabi Muhammad. Tentu bukan tanpa maksud jika perintah membaca ini ditempatkan oleh Allah SWT sebagai wahyu pertama. Iqra dimaknai membaca, menghimpun, mendalami, meneliti dan mengetahui. Perintah iqra tidak hanya membaca tulisan, tetapi pendalaman situasi atau fenomena sosial yang terjadi perlu dipahami. Dengan membaca, kita akan menyerap ilmu pengetahuan dalam hal tanda-tanda zaman dan sejarah untuk menggugah manusia memahami makna kehidupan.
Membaca membuka jendela dunia. Ini tidak berlebihan, dengan membaca maka ilmu pengetahuan bisa diperoleh dan bisa mengubah sikap perilaku karena pemahaman yang bertambah. Terlebih,buku dan ilmu bisa diwariskan kepada generasi penerus sebagai modal dalam menggapai masa depan yang lebih maju dan gemilang. Dengan membaca sebagai kuncinya, maka ilmu amaliah dan amal ilmiah bisa terwujud. Maksudnya, mengamalkan ilmu yang dimiliki dan amal yang kita lakukan berdasarkan pengetahuan dengan kandungan keilmiahan yang ada padanya.
Ketika saya membaca buku berjudul Merawat Intelektualisme Muhammadiyah : Refleksi Seabad Matahari Bersinar di Kota Bengawan yang ditulis Mohamad Ali, membawa saya pada renungan yang mendalam. Pendahuluan pada buku ini diawali dengan pemaparan dan benih pemikiran baru yang di semai K.H. Ahmad Dahlan pada kurun waktu tahun 1889-1923. Pemikiran ini kemudian dilembagakan melalui gerakan persyarikatan Muhammadiyah, di mana proses perkembangannya terus menggelinding bagai bola salju dan merambah ke berbagai kota di Indonesia. Ini mengisyaratkan bahwa kekuatan ilmu dan amal yang terorganisasi, bisa mengubah kondisi sosial budaya masyarakat menuju kemajuan.
Solo dalam sejarahnya, menjadi episentrum pergerakkan Muhammadiyah dari awal kelahiran hingga saat ini. Bukti konkritnya adalah dengan menjamurnya amal usaha Muhammadiyah di Kota Solo sampai saat ini. Buku ini menceritakan dinamika pergerakan Islam progresif dan perkembangan perjalanan sejarah Muhammadiyah di Kota Solo. Buku ini, memberikan perspektif dan motivasi baru bagi saya selaku pemuda dalam memahami ihwal pergerakan dan perubahan sosial dari dimensi dakwah Islam.
Penelusuran dan penyajian dokumen-dokumen penting perjalanan pergerakan Muhammadiyah di Solo disajikan oleh penulis dengan pendekatan metode historis-kritis. Pendekatan ini memunculkan refleksi mendalam. Sebab, sebagai studi tentang narasi yang dimaksudkan membawa informasi historis untuk menentukan apa yang benar-benar terjadi dan dideskripsikan dalam bagian teks yang dikaji. Jika kita telaah dan kupas isi dari buku tersebut, kita akan disuguhkan kiprah K.H Ahmad Dahlan serta corak pemikirannya yang bersifat pembaharuan dan jaringan dakwah ulama di kota Surakarta awal abad ke-20.
Analisa pusat pergerakan Islam Kota Solo dan pola interaksi K.H Ahmad Dahlan dengan jaringan ulama di Solo tergambar jelas, sehingga kita akan memahami interaksi K.H Ahmad Dahlan dengan ulama di Solo dan menghasilkan jejak organisasi Islam pembaharu seperti SATV (Sidiq, Amanah, Tablegh, Vathonah). SATV adalah nama perkumpulan yang dibentuk KH Ahmad Dahlan dan ulama Solo akibat aturan Belanda yang membatasi ruang gerak Muhammadiyah hanya di daerah Yogyakarta. Data-data dan narasi ini, bisa menjadi media pendidikan dan pembelajaran penting untuk dipahami oleh generasi muda. Generasi muda perlu pemahaman yang baik terkait bagaimana dinamika dakwah Islam yang tumbuh dan berkembang.
Fakta sejarah pergerakan intelektual Muhammadiyah Solo juga terungkap dalam buku ini. Seperti bagaimana daerah Keprabon menjadi jantung pergerakan Muhammadiyah Solo, paparan data dan analisis terkait HIK (Hollandsch Inlandsche Kweekschool) Muhammadiyah Solo, gerakan pembibitan intelektualisme Islam melalui perguruan tinggi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan kiprah majalah Sinar Islam yang diterbitkan Muhammadiyah Solo bagian Taman Pustaka. Kesemua hal tersebut, bagian dari sejarah pergerakan Muhammadiyah yang menggambarkan semangat gerakan intelektual tumbuh kembang dan memiliki dampak penting bagi dakwah Islam.
Lokomotif Pergerakan
Saya terinspirasi dari peran dan kiprah tokoh-tokoh inspiratif yang menjadi lokomotif pergerakan Muhammadiyah Solo yang diceritakan di buku ini. Peran kaum intelektual Muhammadiyah awal di Solo seperti Kiai Moechtar Boechari misalnya, dia ternyata selain ulama, juga seorang penulis. Tulisan-tulisan Moechtar Boechari memberikan pandangan-pandangan Islam progresif dan inspiratif sampai saat ini. Melalui karyanya seperti Tafsir Surat Al-Maun, Piwoelang Islam, Pitoetoer Islam serta novel berjudul Moeslimah yang berisi pandangan seorang modernis terhadap etika menuntut ilmu, peradaban, kesetaraan jender dan gerakan pembaharuan Muhammadiyah menjadi etos bagi generasi muda sekarang untuk senantiasa belajar dan beramal.
Dengan membaca buku hasil refleksi historis-kritis masa awal Muhammadiyah Solo, kita mendapat pelajaran berharga tentang dinamika pergerakan ilmu dan amal yang meretaskan kemajuan. Sehingga, di era digital dan post truth (pascakebenaran) ini, eksperimentasi pemikiran baru hendaknya kita hidupkan dan implementasikan dalam kehidupan keumatan agar derajat kualitas hidup meningkat. Dengan semangat tajdid, baik yang bersifat purifikasi (vertikal) maupun pembaharuan di bidang kehidupan (horizontal) menjadi kekuatan besar bagi umat untuk unggul dan maju.
Dari buku ini, kita sebagai generasi muda akan belajar banyak dan memetik hikmah terkait dinamika pergerakan dalam mewujudkan masyarakat yang berkemajuan. Nilai spiritual, semangat menuntut ilmu, serta beramal untuk kemaslahatan masyarakat tersirat dalam sejarah pergerakan Islam progresif di Solo. Hal ini menjadi renungan bagi generasi muda untuk menatap kehidupan dan tantangan zaman ke depan. Bahwasannya semangat berkemajuan, hendaknya dibekali dengan iman, ilmu dan amal sehingga produktivitas dan bersabar dalam proses menjadi nilai utama yang harus dipegang generasi muda.
Hendro Susilo, Aktivis Pemuda Muhammadiyah Kota Solo