Manhaj Ideopolitor Muhammadiyah
Oleh: Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si
Ideopolitor (Ideologi, Politik, dan Organisasi) adalah upaya yang harus terus dilakukan karena bersifat sangat penting sebagai ikhtiar konsolidasi ideologis. Elemen ini harus terus didialogkan kepada para pimpinan agar memiliki alam pikiran dan gerakan yang selaras dalam hal ideologi, politik, dan organisasi. Hal ini diperkuat agar gerakan Muhammadiyah tidak centang perenang. Baik centang perenang fikirannya dan centang perenang dalam gerakannya dalam ketiga hal tersebut.
- Ideologi
Ideologi merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dari politik. Kehidupan politik sangat berpengaruh terhadap beragamnya ideologi. Namun hal yang tidak mudah adalah mencari yang distingtif/ identitas khas dari pandangan pola pikir Muhammadiyah itu sendiri dibandingkan dengan yang lain. Membedakan bukan dengan makna harus saling bermusuhan atau bernegasikan. Distingsi menjadi penting agar tau posisi diri dan peran yang harus kita lakukan. Memahami distingsi juga menjadi penting untuk memahami dalam mengimplementasikan Islam sebagi pondasi tujuan utama Muhammadiyah. Ideologi dalam Muhammadiyah satu paket dengan pemahaman Islam itu sendiri. Mengapa harus identitas khusus, karena semua umat Islam yang terbagi menjadi berbagai macam gerakan masing-masing punya muara atau konteks dari mulai klasik atau modern sebagai konsekuensi dari perjalanan sejarah dengan kondisi sosiologis yang berbeda-beda.
Al-Qur’annya sama, Islamnya juga sama, namun terbagi-bagi menjadi beberapa golongan yang dipengaruhi oleh padangan para ulama mazhab. Selain itu ada penggalan pembaharuan yang lain setelah masa awal pembaharuan tersebut. Yaitu dimulai dari Ibnu Taimiyah, Rasyid Ridha, Muhammad Abduh, hingga Kyai Dahlan. Dimulai dari kejatuhan Islam lalu lahirlah Jamaludin al-Afgani yang kemudian jatuh kembali dengan berbagai penjajahan. Setiap kelahiran Islam yang baru selalu tidak bisa dilepaskan dari konteks sosiologi. Termasuk di Indonesia yang dimulai dari kehadiran Hindu yang kemudian berubah menjadi mayoritas muslim tanpa konfrontasi berdarah menjadi identitas wajah Islam Indonesia.
Menjadi tidak aneh jika di setiap negara wajah Islam dalam hal ideologi berbeda. Sesuatu yang jarang diungkap adalah kontruksi pemikiran Islam di masa Nabi Saw seperti apa. Muhammadiyah lahir untuk berupaya untuk kembali berpondasikan pada kontruksi pemikiran Islam awal yang dikontekstualisasikan pada masa kini. Dalam ikhtiarnya Muhammadiyah hadir merupakan sesuatu gerakan yang tak lazim saat itu. Ketidaklazimannya menurut Cak Nur, karena Kyai Dahlan melakukan pembaharuan yang melompati zaman.
Mengapa demikian, karena Kyai Dahlan mampu menafsirkan al-Manar dan mampu mengambil metode baru. Prof Mukti Ali menambahkan bahwa pembaharuan Dahlan unik karena berbeda dengan yang dilakukan oleh para pembaharu sebelumnya seperti yang dibandingkan oleh Ibnu Taimiyah dan lainnya. Perbedaannya, Dahlan yaitu pertama mampu melahirkan institusi gerakan modern dalam bentuk organisasi. Kedua, melahirkan gerakan perempuan yang hadir ke ruang publik.
Namun sangat berbeda jika merujuk pada penulis-penulis Muhammadiyah masa awal menunjukkan bahwa pembaharuan Muhammadiyah sama dengan pembaharu-pembaharu sebelumnya dalam bentuk ar-Ruju’ ilal Qur’an wa Sunnah dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar semata. Namun sesungguhnya ada yang luput ditulis dari para penulis Muhammadiyah awal yang juga sebagai distingsi dengan pembaharu yang lain meskipun beberapa hal memang sama. Jika hanya sama dengan yang lain, masalah pasti terjadi, ketika alat untuk memahami terhadap Al-Qur’an dan Sunnah secara terbatas yang hanya dibatasi pada alat masa lalu. Namun secara bersamaan dengan itu kita dihadapkan dengan konteks yang berbeda ketika zaman terus berubah. Kyai Dahlan adalah sosok kyai yang memahami dalil-dalil Naqli dengan sederhana namun begitu mendalam. Hal tersebut menjadi landasan hingga memikirkan bagaimana seharusnya cara mengamalkannya.
Sebagaimana telah diulas di atas, sebenarnya gerakan Kyai Dahlan juga memiliki aspek revivalisme seperti yang lain. Misalkan beliau tidak setuju berlebihan terhadap kuburan. Namun di saat yang sama tidak setuju pula dengan cara menghancurkan berbagai hal telah ditinggalkan masa lalu. Termasuk menghancurkan kuburan tersebut. Itulah mengapa Muhammadiyah sebenarnya sama sekali tidak melarang warganya untuk berziarah ke kubur. Karena sesungguhnya hal tersebut termasuk sunnah Nabi Saw. Salah satu buktinya adalah Nabi Saw pernah memberikan tuntunan adab dalam memasuki kuburan. Selain itu menjadi yang contoh lain yang sangat terkenal adalah ketika Kyai Dahlan menafsirkan surat Al-Ma’un dan Al-‘Ashr.
Sebagaimana juga telah disebutkan di atas, ketika menafsirkan peran gender dalam Islam, Kyai Dahlan bersama dengan Nyai Dahlan melahirkan gerakan perempuan. Seluruh gerakan Muhammadiyah itu dilandasi oleh teologi Islam. Ayat yang menjadi inspirasi Muhammadiyah bukan hanya Ali Imron 104 tapi juga 110 yang menekankan identitas umat terbaik. Umat terbaik itu bukan hanya tawasuth saja, akan tetapi umat wasatan itu juga menjadi saksi bagi kehidupan.
Tafsir Muhammadiyah kekinian inilah yang melahirkan pandangan Muhammadiyah tentang negara Pancasila sebagai Darul ‘Ahdi wa Syahadah. Inilah yang juga jika seandainya dibandingkan dengan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) itu lahir berdasarkan ideologi dan teologi dari gerakan cinta kasih yang bergabung dengan pemahaman Marxisme. Itulah mengapa para LSM itu dalam perjalanan negara selalu dalam posisi sebagai oposisi penguasa.
Muhammadiyah juga bukan hanya purifikasi, akan tetapi juga dinamisasi dengan al-Islah al-Islam. Semangat tajdid mengembalikan pada tempatnya, menghidupkan sunnah Nabi Saw yang ditinggalkan. Muhammadiyah juga disebut sebagai gerakan reformis modernis dengan makna memperbaharui dan mentransformasikan Islam. Kuntowijoyo menyebut Muhammadiyah gerakan Liberasi, humanisasi, dan transedensi. Muhammadiyah kuat pada teologi amaliah yang melembaga. Seperti PKU, Panti Asuhan yang melakukan pembebasan kepada semua tanpa batas agama.
Hingga saat ini, Muhammadiyah satu-satunya di dunia gerakan Islam yang memiliki ribuan amal usaha. Inilah menjadi distingsi dengan yang lain. Melalui sejarah dan perjalanan tersebut Majelis Tarjih dan Tajdid kemudian melahirkan bayani, burhani, dan ‘irfani sebagai pondasi dasar dalam Ijtihad yang sebenarnya telah dimulai oleh Kyai Dahlan. Nilai-nilai dasar ini juga telah tertuang dalam MKCH poin kedua yang menjadikan Muhammadiyah tidak pada posisi Khawarij atau Muktazilah. Oleh karena itu, maka bacalah apa yang ditinggalkan oleh produk-produk resmi Muhammadiyah sebagai ideologi resmi Muhammadiyah.
- Politik
Islam tidak bisa dilepaskan oleh politik. Dalam konteks sitem politik, Muhammadiyah berpandangan bahwa sistem politik bukanlah yang qath’i, tapi bersifat Ijtihadi. Khalifah di dalam Al-Qur’an yang sebenarnya disebut sebagai wakil Allah lalu kemudian sebagian kelompok merubahnya menjadikan sebagai satu sistem politik. Menjadi keliru jika sistem politik dijadikan sebagai sesuatu yang mutlak. Politik tidak semua menjadi prinsip, karena termasuk perkara mu’amalah dunyawiyah. Maka terbuka dan luweslah yang lebih besarlah dalam hal ini sebagaimana kaidah ushul “segala sesuatu adalah boleh kecuali yang diharamkan”. Demikian halnya pula pada persoalan ekonomi dan urusan dunia lainnya. Kemajuan menjadi lambat karena terlalu banyak gerakan revivalisme saat ini.
Dalam konteks politik praktis kekuasaan, mengapa Muhammadiyah tidak mengambil jalur politik praktis, karena dalam sejarahnya gerakan Islam ketika masuk pada ranah ini seringkali mengalami kekalahan. Namun Muhammadiyah juga tidak anti politik. Jika ada kader Muhammadiyah masuk dalam politik kekuasaan, maka gunakanlah cara-cara Muhammadiyah dalam politik kekuasaan. Jangan menggunakan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan dalam politik yang seluruhnya bersifat temporer atau sangatlah sementara. Muhammadiyah juga berpandangan bahwa mengurus politik dan mengurus umat sama halnya dengan berdakwah dengan muara akhir yang sama.
- Organisasi
Bagi Muhammadiyah berorganisasi menjadi penting karena perintah dari agama. Organisasi bergerak seperti organisme pada manusia. Organisasi perlu diberikan langkah-langkah untuk terus bisa bertahan hidup. Ada empat cara agar organisasi tetap hidup. Satu, beradaptasi atau kemampuan menyesuaikan diri. Seperti halnya kehadiran Islam di nusantara yang beradaptasi dengan apa yang sudah ada. Maka Islam Indonesia berwajah ramah dan bersahabat. Jika untuk saat ini, apakah sudah seluruhnya urusan organisasi Muhammadiyah sudah beradaptasi dengan teknologi. Apakah saat ini setiap gerakan organisasi apakah seluruhnya sudah terdigitalisasi. Jangan sampai hanya urusan pribadi dalam bermedsos saja kita begitu akrab dengan digital.
Kedua, organisasi akan mampu bertahan jika disertai dengan kemampuan untuk mengintegrasikan diri. Jangan sampai semua bergerak sendiri-sendiri. Termasuk kepada seluruh ortom sekalipun. Semua harus tunduk dan patuh pada sistem, ideologi, dan bersama-sama bergerak dalam dakwah untuk mencapai tujuan yang sama. Selain itu, Muhammadiyah hidup yang terikat dalam ruang dan waktu. Muhammadiyah lahir pada bangsa yang sudah ada. Pada saat itu terdapat begitu banyak gerakan-gerakan lain yang sudah hadir hingga saat ini. Karena Muhammadiyah berada dalam sistem bangsa, maka juga harus berkolerasi dan berkolaborasi juga dengan gerakan yang lain.
Ketiga, harus ada tujuan yang akan tercapai. Setiap musyawarah dalam jenjang kepemimpinan Muhammadiyah pastilah memiliki target. Jika tidak tercapai semua, maka ambil prinsip prioritas. Itulah mengapa dengan tujuan seluruh elemen harus bergerak bersama dalam mencapai tujuan yang sama tersebut. Jika ada yang menyimpang langkah-langkahnya, maka ingatkan bersama-sama. Keempat, melakukan maintenance dalam bentuk luwes, bijak, terkadang juga jenaka, dan butuh ketaktisan.
Muhammadiyah itu seperti pesawat airbus yang sangat besar yang tidak bisa digunakan untuk banyak bermanufer. Kita terkadang perlu luwes namun juga tegas. Selain itu, tidak lupa sebagai pimpinan untuk banyak melakukan pelayanan umat. Namun dalam Muhammadiyah jangan sampai ada pemimpin hanya larut pada pelayanan umat dalam bentuk ceramah-ceramah saja. Namun juga harus membuat agenda strategis perubahan. Jangan hanya sebagai orator yang pandai retorika namun tidak gigih dalam memajukan dan melahirkan amal usaha.
Oleh karena itu, tujuan akhir Muhammadiyah adalah khoiru ummah. Khoiru Ummah harus terus diupayakan secara bertahap. Tidak mungkin umat terbaik itu akan dicapai dengan jalan instan. Umat terbaik dalam perspektif Islam adalah umat yang subur dengan pemikiran-pemikiran dan amal-amalnya. Sebagai pimpinan Muhammadiyah teruslah mengupdate pemikiran-pemikrannya. Jangan sampai Muhammadiyah sebagai gerakan itu kering para pemikir-pemikir Islamnya. Maka ke depan Muhammadiyah haruslah subur pemikiran-pemikiran dan amal-amalnya.
Disampaikan dalam Dialog Ideopolitor PWM Jawa Barat, 12-13 Agustus 2023
Disarikan oleh Dani Yanuar Eka Putra, S.E, A.kt, M.A, Peserta Ideopolitor dan Wakil Ketua PDM Depok