BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir hadir menyampaikan materi pada Dialog Ideopolitor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Barat di Auditorium KH Ahmad Dahlan UM Bandung pada Sabtu (13/08/2023).
Di antara paparan menarik Haedar Nashir adalah bahwa ideologi, politik, dan organisasi merupakan tiga elemen yang sangat penting di Muhammadiyah sehingga perlu didialogkan di kalangan pimpinan persyarikatan.
Hal yang tidak mudah itu, kata Haedar, yakni distingtif dan identitas khas dari ideologi dan kerangka berpikir tentang politik serta berbagai aspek kehidupan lain dari pandangan, paradigma, dan pola pikir Muhammadiyah itu sendiri.
Haedar Nashir mengungkapkan bahwa distingtif dan identitas khusus itu penting karena itulah yang akan membedakan Muhammadiyah dengan gerakan yang lain.
”Berbeda bukan berarti harus saling bermusuhan dan menegasikan. Distingtif dan identitas itu akan membuat kita tahu posisi diri dan peran yang bisa kita lakukan dan yang membedakan kita dengan orang lain dalam memahami serta mengimplementasikan Islam yang menjadi fondasi, substansi, orientasi, bahkan cita-cita luhur gerakan Muhammadiyah termasuk Aisyiyah,” kata Haedar.
Ideologi dalam Muhammadiyah menurut Haedar satu paket dengan pemikiran keagamaan atau keislaman. Ideologi dan seluruh pandangan serta orientasi organisasi, baik orientasi dimensi politik, amal usaha berbagai aspek, dan konstruksi organisasi tidak lepas dari pandangan Islam yang diyakini dan dipahami oleh Muhammadiyah.
Haedar lantas menyinggung soal lahirnya Muhammadiyah di Nusantara yang terbilang unik dan tidak lazim. Mengutip analisis dari Nurcholish Madjid, Haedar Nashir mengatakan bahwa KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah melakukan tajdid atau pembaruan yang melompat dan tidak mengalami prakondisi sebelumnya.
Kenapa KH Ahmad Dahlan melakukan pembaruan yang melompat seperti itu? Karena KH Ahmad Dahlan mampu menerjemahkan Al-Quran khususnya Tafsir Al-Manar dalam konteks zaman ketika KH Ahmad Dahlan hadir. ”KH Ahmad Dahlan mampu menggunakan metode-metode baru untuk menghadirkan Islam,” ucap Haedar Nashir.
Haedar kemudian mengutip pendapat Mukti Ali (tokoh Muhammadiyah, ahli perbandingan agama, dan Menteri Agama zaman Orde Baru) yang mengatakan bahwa pembaruan KH Ahmad Dahlan itu berbeda dengan pembaruan-pembaruan sebelumnya. Baik yang dilakukan oleh Muhammad Abdul Wahab, Ibnu Taimiyyah, Muhammad Rasyid Ridha, maupun tokoh-tokoh yang lain.
”Apa bedanya? Contohnya ada dua hal. Pertama, KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah telah melahirkan institusi atau organisasi modern. Gerakan sebelumnya hanya sebatas pemikiran. Kedua, ini yang tidak dimiliki gerakan sebelumnya, yakni melahirkan gerakan perempuan bernama Aisyiyah yang hadir ke ruang publik. Kemudian melakukan pembaruan peran perempuan Islam di Indonesia,” tandasnya.
Di samping gerakan pembaruan yang modern dan melampauai jauh ke depan, konsep dakwah amar makruf nahi munkar di Muhammadiyah juga kata Haedar sangat kuat mengakar. Inilah salah satu yang menjadi ciri khas gerakan Muhammadiyah.
Tambahan informasi, Dialog Ideopolitor PWM Jawa Barat gelombang pertama ini berlangsung dari Sabtu-Minggu (12-13/08/2023) dan diikuti sekira 250 peserta. Dialog Ideopolitor gelombang kedua akan berlangsung dari 19-20 Agustus 2023 di tempat yang sama. Tema yang diangkat yakni ”Mengimplementasikan visi, mengembangkan kolaborasi, menuju transformasi organisasi Muhammadiyah yang unggul dan berkemajuan.” (FA)