SORONG, Suara Muhammadiyah – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan materi dalam Baitul Arqam (BA) dan Pelatihan Intruktur (PI) di UNIMUDA Sorong (16/08/2023). Dalam pengarahannya secara daring Haedar Nashir menyampaikan selamat atas pelaksanaan penguatan ideologi dalam BA dan PI.
“Kami berharap bahwa BA dan PI ini adalah langkah konsolidasi dalam aspek ideologi dan aspek-aspek lainnya untuk menjadikan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Papua Barat Daya berserta seluruh organisasi otonom (ortom) di bawah PWM, agar semakin mantap menjalankan keputusan,” tuturnya.
Sebagai bentuk perhatian dan komitmen perkaderan di Indonesia Timur, kegiatan PI dan BA itu dikelola langsung oleh Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani Pimpinan Pusat Muhammadiyah antara lain Ketua Bachtiar Dwi Kurniawan, Wakil Ketua Mutohharun Jinan, Wakil Ketua Moch Irfan Islami, Ketua Divisi Benni Setiawan, Ketua Divisi Islamiyatur Rokhmah, dan Ketua Divisi Muhammad Ali.
Haedar Nashir berharap segenap majelis wilayah ortom maupun amal usaha agar dalam menjalankan amanat dan tugas-tugas organisasi betul-betul, memiliki komitmen ideologis dan kemuhammadiyahan yang tinggi. Karena komitmen menjadi sangat penting, komitmen menjadi bagian kita bermuhammadiyah.
“Innamal a’malu binniyat, kita ber-Muhammadiyah tidak lain untuk beribadah kepada Allah, menjalankan fungsi kekhalifahan di muka bumi, peran kolektif fungsi ibadah, lebih kuat solid dan memberi kemanfaatan lebih besar lagi,” tuturnya. Menurut Haedar BA dan PI bagian dari proses ideologisasi di kalangan persyarikatan Muhammadiyah, lebih-lebih bagi para pimpinan.
Dalam bermuhamamdiyah, para pimpinan sudah selesai sifat yang elementer, kiat ber-Muhammadiyah, tata cara ber-Muhammadiyah, mengorgaisasikan Muhammadiyah. Hal-hal yang mendasar yang harus ditingkatkan kemuhammadiyahannya.
Haedar menegaskan kepada kader Muhammadiyah, pimpinan Muhammadiyah, tetapi tidak memahami prinsip dasar pemikiran dan hal-hal yang bersifat idiologis, maka dalam konteks ini BA-PI harus dijadikan untuk memahami kembali, menumbuhkan kembali, tentang pandangan keislaman dan pemikiran-pemikiran Muhammadiyah menjadi dasar bingkai dasar dan orientasi, pemikiran maupun langkah-langkah, pimpinan konteks pandang keagamaan keislaman.
Haedar menyerukan agar kader Muhammadiyah harus sesuai pandangan Islam bingkai gerakan Islam yang formalnya menuju pada pemikiran-pikiran tarjih, manhaj tarjih, dan pandangan-pandangan keislaman Muhammadiyah. Misalnya ar-Ruju’ ila al-Qur’an wa as-Sunnah, memahami Islam aqidah, muamalah duniawilayah, mengamalkan ajaran Islam dengan ijtihad dan akal fikiran yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Memahami Islam secara konpehensif bersiafat bayani disertai pemahaman hadis tapi merujuk pada tafsir dan pemikiran tarjih memahami islam dengan pendekatan burhani, setiap pimpinan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah, ilmu kecerdasan pemikiran berbagai aspek akhirnya memahami secara Irfani yakni pendekatan batin rasa islam mengandung dimensi-dimensi kebaikan bersumber jiwa yang bersih dan suci. Dengan keislaman yang seperti itu, dapat berislam secara luas.
Selain itu, memahami produk-produk pemikiran Muhammadiyah, khususnya tarjih, fiqih-fiqih mutahir yang dikeluarkan oleh tarjih, pemikiran tarjih yang disebut idiologi, pemikian-pemikiran KHA Dahlan dalam 7 ajaran falsafah dan 17 ajaran pokok, dan buku-buku tentang Muhammadiyah generasi awal.
Berdirinya Majelis Tarjih, Langkah 12, Kepribadian Muhammadiyah, Khittah Muhammadiyah, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH), Gerakan Da’wah Jamaah dan Da’wah Jamaah (GDJD), Da’wah Kultural, Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua, Indonesia Berkemajuan, Negara Pancasila Darul Ahdi wasy-Syahadah, dan Risalah Islam Berkemajuan.
“Warga Muhammadiyah jangan sampai kehilangan arah, yang menjadi rujukan bagi seluruh anggota pimpinan, itulah yang akan menjadi dasar dan orientasi pimpinan, jangan sampai memimpin Muhammadiyah dengan pikiran sendiri” tegas Haedar.
Ijitihad Politik dan Organisasi
Politik dalam pandangan Muhammadiyah sebagaimana ekonomi, budaya bagian kehidupan manusia yang bersifat sunnatullah. Politik dalam makna syiyasah, bahwa selama mengurus sesuatu yang baik, maka politik menjadi keniscayaaan. Politik pengorganisasian negara, politik power strategi, memperjuangan meraih keuasaan politik, public policy (kebijakan public), politik disition public, dan aspek public good (kebaikan untuk orang banyak).
Pollitik itu al-Umur al-duniayah dimensinya ijtihad, memiliki hal-hal yang bersifat fleksibel. Hak-hak politik kebangsaan, pembinaan masyarakat lewat da’wah politik perjuangan dan kekuasaan, para politisi tidak mengambil peran langsung memberikan mendidik kader-kadernya dalam garis politik praktis.
Muhammadiyah tidak punya peran langsung dalam konsteks kekuasaan, Muhammadiyah berperan untuk partai poitik pesyarikatan, organisasi masyarakat keagamaan, nalar cara dan prakteknya seperti para politisi. Dengan itu Muhammadiyah berpandangan, perjuangan politik kenegaraan dan perjuangan politik kekuasaan, kedua jalur ini bisa ditempuh.
Organisasi adalah alat perjuangan untuk da’wah. QS. Ali Imron 104 mengajarkan kepada kita tentang “perintah menjadi segolongan umat yang memiliki banyak kelebihan banyak kekuatan, memiliki posisi yadul ‘ulya, khoiru ummah, dengan posisi seperti itu kita bisa berda’wah, organisiasi alat perjuangan untuk misi perjuangan Muhammadiyah. Organisasi sebagai alat perjuangan harus diperbaruai, jangan sampai menjadi jumud, tertinggal dan memprsulit Gerakan Muhammadiyah, urusan peran dan usaha Muhammadiyah. Maka perlu ada reformasi dalam mengelola organsiasi yang membuat semua pengurus bisa terlibat.
Harus digerakkan oleh organisasinya, pentingnya pemahaman kita tentang organisasi. Jangan sampai menimbulkan banyak ketegangan dalam masyarakat. Dimana bumi dipijak disitu negeri dijunjung, maka da’wah Muhammadiyah akan diterima diseluruh tanah Papua. (Islamiyatur/Azaki)