Membangun Ruang Perjumpaan, Refleksi Perayaan 17 Agustus
Oleh: Ahsan Jamet Hamidi
Sejak pertengahan Agustus lalu, setiap hari Sabtu dan Ahad malam, suasana malam tidak pernah sepi. Gemuruh suara musik terus menggema hingga tengah malam, nyaring sekali di telinga. Saat ini, bulan Agustus akan segera berakhir. Hingar bingar perayaan dari panggung 17 Agustusan sebentar lagi berakhir.
Di bulan Agustus, Rakyat Indonesia memang sedang merayakan hari kemerdekaan. Pesta perayaan ada di mana mana. Mulai dari Gang sempit, Jalananan Umum, Lapangan Olah Raga, Taman-taman Perumahan, hingga di tanah-tanah kosong yang masih tersisa di kampung dan kota.
Anak-anak dan remaja saling unjuk kebolehan di atas panggung. Ada yang menjadi master of ceremony, bermain musik, menyanyi, membaca puisi, bermain drama, menari, hingga berjoget ria. Para pengelola jasa penyewaan tenda dan sound system menuai panen. Mereka sibuk melayani pesanan. Para pemain organ tunggal dan biduan pun juga memanen rejeki. Jika selama ini hanya bisa pentas di acara kawinan, kali ini banyak menerima order menyanyi di acara 17 an.
Perayaan 17 Agustusan di tahun 2023 ini memang terasa lebih meriah dari sebelumnya. Mungkin dipicu oleh adanya jeda selama beberapa tahun akibat wabah Covid 19. Saat itu, warga tidak boleh mengadakan perayaan acara 17 Agustusan. Setelah tertahan beberapa tahun, meledaklah perayaan itu di tahun ini.
Wahana Melatih Diri
Meski ada kebisingan pada setiap malam Sabtu dan Ahad, juga ada penutupan jalan di mana-mana, saya mengerti. Saya ikhlas ketika harus memutar lebih jauh menuju rumah. Perayaan 17 Agustusan adalah momentum baik untuk melatih diri, agar penerimaan dan permakluman hati saya bisa melebar. Peristiwa kebisingan dan pengalihan jalan itu toh hanya terjadi satu tahun sekali.
Ketika menghadiri acara panggung gembira di lapangan pinggir kali, saya juga terus belajar menata hati, agar bisa menikmati semua hiburan yang tersaji. Bagaimana tidak, anak-anak muda itu sudah bekerja keras siang malam. Mereka ingin mengisi acara panggung gembira sesuai selera banyak orang. Sungguh itu tidak mudah, karena selera orang sangat beragam.
Mereka telah mengorbankan waktu demi memeriahkan panggung hiburan. Anak anak muda itu telah bernegosisasi dengan keadaan. Memutus ego dan selera pribadinya, demi menampilkan pertunjukan yang belum tentu mereka sendiri suka. Semua dilakukan demi menyenangkan selera banyak orang.
Alhamdulillah, saya bisa menikmati seluruh pertunjukan yang disajikan, lebih karena ingin menghargai kerja keras anak-anak muda. Bagi saya, enak dan tidaknya sebuah pertunjukan, akan tergantung dari suasana hati. Saya berusaha sekuat tenaga untuk menumbuhkan suasana batin agar terisi oleh spirit kegembiraan dan kesyukuran. Telinga dan batin ini saya paksa agar bisa menoleransi dengan gembira semua jenis hiburan yang ada. Jikapun ada bait lagu yang lupa dinyanyikan, ataupun nada sumbang, stock permakluman cukup banyak, sehingga semua terasa membahagiakan.
Membangun Ruang Perjumpaan
Hemat saya, perayaan 17 Agustusan adalah sebuah ikhtiar untuk membangun ruang perjumpaan antar Warga. Banyak manfaat baik yang bisa diperoleh dari forum-forum perjumpaan informal seperti ini. Ketika banyak Warga bertemu di dalam ruang perjumpaan yang cair dan terbuka, secara alamiah akan ada proses saling bertegur sapa, dialog, lalu bisa mengobrol dengan intim, tentang apa saja.
Perbincangan secara langsung, akan mencairkan suasana kikuk sarat ketegangan, jika itu ada. Dialog akan menjawab banyak prasangka juga kesalah-pahaman. Dalam hidup bermasyarakat, tentu banyak kabar tersiar secara liar dari mulut ke telinga, tanpa ada yang benar-benar tahu kebenarannya. Perjumpaan dan dialog terbuka, akan mampu mengonfirmasi banyak tanda tanya.
Menguatkan Silaturahmi
Dari ruang-ruang perjumpaan seperti itu juga akan mampu menguatkan tali silaturahmi antar warga. Saya ingat falsafah lama yang selalu saya akui kebenaran essensinya. ”Tetangga, adalah saudara terdekat dalam hidup kita”.
Semua tahapan perayaan 17 Agustusan mulai dari ritual upacara, aneka lomba, gerak jalan, hingga panggung pertunjukan, hakekatnya adalah upaya menguatkan silaturahmi antar warga. Saya meyakini bahwa silaturahmi mampu menguatkan persaudaraan yang bisa melampaui batas primordialisme, kepentingan politik, perbedaan suku, agama, warna kulit, ras ataupun golongan.
Jadi, menang dalam lomba, menemukan keberuntungan karena mendapat doorprize saat undian, hanyalah ornament belaka. Tetapi, menguatkan tali persaudaraan antar sesama warga, adalah essensi dan pesan kuatnya. Dengan silaturahmi, jiwa dan raga kita akan semakin sehat, rezeki bertambah, rasa syukur akan terjaga. Amin.
Ahsan Jamet Hamidi, Ketua PRM Legoso, Ciputat Timur