MAKASSAR, Suara Muhammadiyah – Bendahara Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Hilman Latief membuka Workshop Penyusunan RAPBM dan Sistem Informasi Akuntansi (SIA) untuk zona tiga pada Jumat, 9 Februari 2024 di Hotel Aryaduta Makassar.
Dalam sambutannya, Hilman mengungkapkan, penyusunan rancangan anggaran merupakan sejarah baru Persyarikatan.
Pasalnya, selama lebih dari satu abad ini, Persyarikatan Muhammadiyah tidak pernah melakukan perancangan anggaran.
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulawesi Selatan menjadi saksi atas pencetusan sejarah baru Persyarikatan itu dengan menghadirkan bendahara dan staf keuangan PWM se-Indonesia Timur plus Bangka Belitung.
Selama ini, lanjut Hilman, penyusunan anggaran hanya dilakukan oleh amal usaha Muhammadiyah. Namun, mulai dari periode kini, Muhammadiyah juga sudah harus menyusuan RAPB.
“Bahkan, kami menginginkan, semua PWM, tahun depan, diaudit oleh akuntan publik. PWM-nya harus jadi contoh dulu,” kata dia disambut tepuk tangan hadirin.
Hal itu berdasarkan putusan Muktamar ke 48 Muhammadiyah. Pengelolaan anggaran keuangan di Persyarikatan Muhammadiyah harus transparan, harus akauntabel, terdigitalisasi, dan berkelanjutan.
Karena itulah, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menyiapkan sistem informasi akuntansi terkomputasi. Biro Keuangan Kantor PP Muhammadiyah akan membekali seluruh peserta workshop terkait sistem informasi keuangan itu.
Sistem itu, kata Hilman akan terus ditingkatkan sehingga pada Muktamar 2027 nanti, Muhammadiyah sudah mewariskan sebuah sistem yang komprehensif untuk generasi mendatang.
Dirjen Haji dan Umrah Kementerian Agama RI itu juga menekankan, di Persyarikatan, bendahara bukanlah kasir, melainkan pengambil kebijakan terkait keuangan.
Bendahara harus merancanag tata kelola dan masa depan keuangan Persyarikatan. Bendahara juga semestinya mengetahui dan berperan dalam inventarisasi aset Persyarikatan.
Kata Hilman, saat ini, Muhammadiyah sedang mengupayakan masifikasi inventarisasi aset. Bendahara harus memiliki data, seperti nilai, lokasi, dan penguasaan aset Persyarikatan itu.
Karena itulah, bendahara harus berkoordinasi dengan Majelis Pendayagunaan Wakaf dan operator Sistem Informasi Aset Muhammadiyah (SIMAM).
Muhammadiyah harus memastikan manajemen administrasi yang baik atas segala hal terkait organisasinya dan terdigitalisasi.
“Muhammadiyah ini kan kalau ngasih, ya, ngasih, karena ikhlas, jadi biasanya tidak dicatat. Itu tidak boleh begitu. Begitu juga saat menerima. Semua sudah harus ada pedomannya,” tegas dia.
Dalam kesempatan itu, Hilman juga menekankan agar seluruh putusan Muktamar ke 48 dijadikan sebagai bahan pengajian.
“Mohon dijadikan bahan kajian. Ada satu sesi atau forum kita memang mengkaji hasil Muktamar. Karena kan tidak semua orang membaca tanfidznya. Apalagi, kita dalam berorganisasi bukan dengan kebiasaan lama, bukan karena biasanya begitu, tapi ada hasil-hasil putusan yang disepakati dalam forum tertinggi dan dimandatkan kepada kita untuk dilaksanakan,” tandas dia. (fikar/riz)