Oleh : M Muchlas Abror
Tidak ada manusia sehat dalam seluruh waktu berada di rumah atau di tengah keluarga. Meskipun yang menjadi tempat tinggal itu rumahnya sendiri. Tidak mungkin ada pelajar dan mahasiswa setiap hari penuh berada di sekolah dan kampus kesayangan masing-masing. Sama sekali tidak pernah kembali ke rumah atau pondokan. Selain di rumah, sekolah dan kampus, bagi manusia hidup masih ada lagi tempat untuk bertemu dan berkomunikasi, yakni masyarakat. Rumah, sekolah dan kampus, serta masyarakat mempunyai peran penting sebagai pusat pendidikan manusia untuk menyiapkan generasi penerus.
Bapak-ibu, sebagai orangtua, berkewajiban mendidik anak-anaknya secara baik agar menjadi keturunan yang shalih dan shalihah. Juga mencarikan dan menyekolahkan mereka ke tempat pendidikan dengan tujuan terutama bagi peningkatan dan penguatan mereka dalam beragama serta menuntut ilmu. Selain itu, orangtua berkewajiban pula memberi bimbingan, arahan, dan bekal kepada mereka sebelum terjun ke masyarakat. Seperti dalam hal mencari dan memilih teman, kawan, atau sahabat. Bapak-ibu tidak boleh berlepas tangan, membiarkan, dan tidak ikut bertanggungjawab atas keberadaan mereka di masyarakat.
Manusia adalah makhluk sosial. Manusia hidup bermasyarakat. Manusia tidak bisa hidup menyendiri atau memisahkan diri dari masyarakat. Tidak mungkin hidup sendirian tanpa ada hubungan sama sekali dengan manusia lain. Karena manusia mempunyai banyak kebutuhan atau keperluan. Tiap manusia pasti tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya sendiri. Kebutuhan itu terpenuhi atas kerja dan usahanya sendiri serta pertolongan dari pihak lain, baik langsung maupun tidak langsung. Sadarilah, keperluan hidup tiap manusia bersangkut paut antara satu dengan yang lain. Dan sebagai anggota masyarakat harus ikut bertanggungjawab atas baik-buruk dan maju-mundurnya masyarakat.
Hidup manusia bermasyarakat. Ini berarti manusia hidup berada dalam lingkungan tertentu. Lingkungan masyarakat besar pengaruhnya dalam turut membentuk kepribadian anggotanya. Bisa pengaruh baik dan bisa pula pengaruh buruk. Demikian besarnya pengaruh itu, maka ada ungkapan bahwa manusia adalah anak lingkungan. Ungkapan itu mengandung kebenaran. Secara umum, lingkungan yang berakhlak baik membentuk manusia berpribadi baik. Apabila keadaan lingkungan berakhlak buruk, maka kebanyakan warga masyarakatnya menjadi berakhlak buruk. Tetapi pengecualian pasti ada, misalnya, Nabi Muhammad saw. Beliau walaupun lahir di tengah masyarakat jahiliyyah, tetap berakhlak mulia lagi terpuji. Bahkan, sejak remaja telah dapat gelar dari masyarakat Al-Amin (orang yang dapat dipercaya).
Dalam masyarakat, siapa pun pasti memerlukan teman, kawan, atau sahabat. Tetapi, memang, tidak semua manusia pantas dijadikan teman. Karena itu, siapa pun harus cermat, teliti, dan berhati-hati dalam mencari dan memilih teman. Agar tetap terjaga, selamat, tidak terjerumus ke dalam kerendahan atau kerusakan akhlak, dan tidak ada penyesalan di kemudian hari. Jadi, teman dalam pergaulan bagi siapa pun mempunyai posisi penting. Demikian pentingnya sampai Nabi Muhammad saw bersabda, “Seseorang itu berada pada agama sahabatnya, maka perhatikanlah dengan siapa dia berteman” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Teman, kawan, atau sahabat yang diperlukan manusia dalam pergaulan tentulah bukan sembarang teman. Tetapi teman, kawan sebenarnya atau sahabat sejati. Mereka beriman dan berakhlak baik. Mereka tidak mau mengikuti kehendak buruk dan busuk. Berani memberi nasihat yang pahit dan pertimbangan secara bijak untuk turut memecahkan masalah atau mencarikan jalan keluar dari kesulitan yang dihadapi. Di samping memberi pertolongan ketika ditimpa kesusahan dan menyelamatkan saat akan terjerumus ke jurang. Itulah teman baik yang membawa keharuman dan bukan sebaliknya. Nabi Muhammad saw bersabda, ”Perumpamaan teman yang baik dengan teman yang buruk bagaikan penjual minyak wangi dengan pandai besi. Bisa jadi penjual minyak wangi itu akan memberi hadiah kepadamu, atau kamu membeli darinya, atau kamu akan mendapatkan bau wanginya. Sedangkan pandai besi akan membakar bajumu, atau kamu akan mendapatkan bau tidak sedapnya” (HR Bukhari).
Pandailah mencari dan memilih teman, kawan, atau sahabat sejati. Teman dalam suka dan duka. Berbahagialah siapa yang mempunyai teman sejati. Sungguh!•