Sunyoto Usman: Dalam Moderasi, Muhammadiyah Harus Tetapkan Sasaran

Sunyoto Usman: Dalam Moderasi, Muhammadiyah Harus Tetapkan Sasaran

Tindakan radikalisme yang mengatasnamakan agama, tidak hanya dipengaruhi oleh spiritual faith atau yang disebut dengan doktrin agama. Namun, juga didukung dengan campur tangan manusia atau pemahaman dan penafsiran seseorang atas doktrin agama. Secara umum, tindakan radikalisme ini muncul karena adanya kegelisahan karena aturan yang dibuat oleh manusia atau human rule dianggap tidak bisa memecahkan masalah atau problem yang ada. Sehingga, ada keinginan untuk untuk mengubah human rule menjadi god rule.

Dalam hal ini muslim sering kali dianggap sebagai pihak yang lekat dengan tindakan radikalisme. Muhammadiyah pun mengaggap bahwa moderasi merupakan upaya yang tepat yang mampu dilakukan dalam menjawab problem radikalisme ini.

Inilah yang diungkapkan oleh Prof. Sunyoto Usman dalam acara Seminar Nasional Moderasi sebagai Antitesis Radikalisme dan Deradikalisme, Senin (29/2). Sunyoto menegaskan bahwa Muhammadiyah harus mengambil tindakan konkrit serta sasaran yang jelas terkait upaya moderasi ini. “Muhammadiyah harus mempunyai sasaran yang jelas dalam upaya moderasi ini. Apa yang ingin dimoderasi? aqidah, ibadah, akhlak, atau muamalah-nya?” tegasnya.

Sunyoto pun memaparkan bahwa dalam perkembangannya, terorisme sendiri dimulai dari tatanan internal kelompok radikal, lalu berkembang dan merambah dengan bekerjasama melalui organisasi-organisasi lain seperti sekolah, pesantren, kelompok lain yang memiliki tujuan sama, selanjutnya dengan pendukung eksternal yang kerap kali menjadi donator pemberi aliran dana.

Dengan keberadaan jumlah lembaga pendidikan yang dimiliki oleh Muhammadiyah, tentunya menjadi potensi luar biasa yang mampu dimanfaatkan dalam upaya counter terrorism melalui pengajaran dan wacana yang dikembangkan.

“Melalui jumlah sekolah ataupun lembaga pendidikan tinggu Muhammadiyah yang menjadi potensi luar biasa, counter terrorism ini sudah bisa dilakukan,” tambahnya.

Muhammadiyah ke depan pun harus memikirkan peluang baru yang mungkin dilakukan dalam upaya counter terrorism ini. Salah satunya melalui keberadaan ruang cyber dan masyarakat cyber yang kini berpotensi dihinggapi oleh terorisme dan radikalisme. Dalam hal ini, Sunyoto menambahkan bahwa dikenal istilah Cyber Warfare dan Neocortical Warfare. Melalui ruang inilah seseorang mampu untuk untuk mengatur tindakan dan membentuk atau kelakukan musuh dengan tidak menghancurkannya menggunakan kekerasan.

“Penyerangan melalui ruang cyber memanfaatkan bahasa, symbol, dan gambar dalam mempengaruhi fikiran, moral, dan keinginan lawan. Ke depan kita mulai harus memikirkan bagaimana memanfaatkan ruang cyber ini,” tandas Sunyoto. (Thari)

 

 

Exit mobile version