Jiwa Muhammadiyah

Jiwa Muhammadiyah

 Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mukmin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka Itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Hai orang yang beriman, janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (Q.s. An-Nur : 62-63)

Orang Islam dididik oleh agamanya untuk bersama-sama memusyawarahkan persoalan yang mengenai mereka. Ayat; “Wa amruhum syura bainahum,” dan “Wa syawirhum fil amri, “ menegaskan adanya hak dan kewajiban bermusyawarah yang dimaksudkan untuk mendapat permufakatan yang kuat, pendapat yang jernih dan lebih bermanfaat, kebulatan tekad dan tanggungjawab. Dalam hal ini Muhammadiyah telah menjadi pelopor dan contoh bagi kebangunan umat Islam Indonesia. Dalam Muhammadiyah segala sesuatunya diputuskan dan dipertanggungjawabkan atas dasar musyawarah, kecuali dalam soal peribadatan dan lain-lain yang memang sudah jelas-jelas ada tuntunan dari Allah dan Rasul dengan nash-nash yang nyata. Maka tidaklah mengherankan, bahwa dalam Muhammadiyah selalu ada rapat-rapat, seperti rapat anggota, pengurus alim ulama dsb. Dengan demikian, berarti bahwa orang datang ke rapat ialah untuk menyumbangkan tenaga, pikiran, mungkin kalau perlu uang, dan sanggup menanggung keputusan-keputusan dalam rapat-rapat itu. Anggota wajib mengikuti rapat-rapat itu, berhak membicarakan dan memutuskan, dan seterusnya menjalankannya.

Sangat tercela, lebih-lebih dipandang dari segi agama kita, juga dari segi organisasi dan moril, seorang anggota yang sengaja tidak memenuhi undangan rapat dengan tidak ada sebab. Lebih kurang celanya ialah anggota yang datang terlambat. Kedua penyakit ini, sudah sedemikian luas merata dilingkungan kita. Sehingga, tidak jarang rapat yang sedianya dimulai pukul 8 terpaksa diundur pukul 9 atau 10, bahkan sering juga rapat tidak jadi berlangsung karena yang hadir tidak mencukupi. Penyakit ini sudah lama usianya, terbukti almarhum K.H Mas Mansjur terpaksa dalam langkahnya mencantumkan; Menepati waktu sidang. Baik sekali kita mengulangi langkah ini, dianjurkan dan disemangatkan dalam pertemuan-pertemuan pengurus, anggota dsb.

Diantara anggota kita terdapat juga orang yang suka meninggalkan rapat tanpa minta izin kepada pimpinan, atau minta izin tiba-tiba dengan suara keras, lalu pergi saja sebelum diizinkan. Mereka ini biasanya terdiri dari mereka yang merasa kurang senang karena pendapatnya tidak disetujui, atau minta bicara tak diberi waktu, atau merasa muak atas jalannya rapat, dsb. Apapun juga alasannya, tercela sekali meninggalkan rapat tanpa izin, atau memaksa minta izin.

Ajakan atau panggilan Rasul, apalagi perintahnya adalah suatu perkara yang mempunyai nilai agama. Sekurangnya sunnah hukumnya, dan tidak kurang yang menjadi wajib, baik mengenai ibadah maupun mengenai perkara-perkara yang langsung menyangkut nasib atau kepentingan umat Islam. Maka sudah terang bahwa kita harus lebih mementingkan panggilan Rasul ini daripada ajakan teman-teman kita, atau ajakan dari perkara-perkara yang tidak mempunyai nilai agama, atau perkara-perkara yang mubah hukumnya. Segala ajakan dan usaha-usaha Muhammadiyah adalah sesuai dengan ajakan-ajakan Rasul, mempunyai nilai agama dan mementingkan kepentingan umat Islam serta meninggikan derajat umat, sebab itu marilah bersama-sama kita perhatikan.***

—————————————————-

Tulisan ini pernah dimuat dalam majalah Suara Muhammadiyah no. 4 Tahun XXXIII, Dzulhijjah 1377/Juni 1958.

Exit mobile version