Ketika Pak AR menjabat sebagai Kepala Kantor Jawatan Penerangan Agama Propinsi Jawa Tengah beliau tinggal di komplek Panti Asuhan Muhammadiyah kampung Pindrikan, Jalan Sadewo Semarang.
Pak AR dipinjami rumah sederhana, dindingnya dari bambu. Karena dari lobang anyaman bambu angin mengalir terus siang malam, sehingga terasa isis. Keluarga Pak AR tetap tinggal di Yogya. Hal itu diketahui oleh orang banyak.
Suatu kali, Pak AR diundang ceramah di daerah Jepara untuk pengajian maulud Nabi Muhammad SAW. Diantara tokoh masyarakat yang hadir terdapat seorang Kyahi yang memiliki pondok pesantren dengan santri yang banyak.
Selesai ceramah dan peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW, Pak AR masih diminta jagongan oleh Kyahi tersebut. Pembicaraan kesana –kemari dan muncul usul ‘nakal’ dari Kyahi itu.
“Pak Kyai AR, Ibu kan tinggal di Yogya, masak Pak Kyahi bertahun-tahun sendirian tidak ada yang melayani. Mbok cari pendamping untuk di Semarang. Kalau perlu saya carikan. Silahkan pilih salah satu santri saya”, kata Kyahi itu.
Jawab Pak AR; “Wah, terima kasih Kyahi. Mimpi saja saya tidak berani”.
“Wah Kyahi AR ini hebat, tetapi penakut” kata Kyahi itu dengan tersenyum.
“Ya, memang dalam hal yang satu ini saya memang penakut he … he ” kata Pak AR.